BRUSSELS
- Prancis, Jerman dan Inggris telah mengusulkan sanksi baru untuk Iran.
Pembatasan baru akan menargetkan program dan aktivitas rudal Iran di
Suriah.
Hal itu dilakukan untuk menjaga Amerika Serikat (AS) tetap berada dalam perjanjian nuklir 2015 yang ditandatangan bersama dengan Teheran.
Mengutip sebuah dokumen yang diperolehnya, Reuters melaporkan, sanksi tersebut akan diberlakukan secara khusus terhadap warga Iran yang terlibat dalam pengembangan program rudal balistik negara tersebut.
"Oleh karena itu kami akan mengerdarkan dalam beberapa hari mendatang, daftar orang dan entitas yang kami yakini harus ditargetkan berdasarkan peran publik mereka," bunyi dokumen tersebut, merujuk pada orang-orang yang terlibat dalam program rudal Iran dan dukungan terhadap pemerintah Suriah seperti dilansir RT dari Reuters, Sabtu (17/3/2018).
Dokumen rahasia tersebut juga mengatakan bahwa ketiga negara Eropa telah terlibat dalam perundingan intensif dengan pemerintah Trump untuk mendapatkan penegasan kembali dukungan AS yang jelas dan berkelanjutan atas kesepakatan nuklir.
Diplomat yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa kekuatan Eropa mengadakan beberapa putaran pembicaraan dengan AS mengenai masalah ini minggu ini.
Teks dokumen tersebut juga dikirim ke Ibu Kota Uni Eropa (UE), Brussels, pada hari Jumat untuk mendapatkan dukungan atas keputusan menjatuhkan sanksi baru, yang memerlukan dukungan dari 28 negara anggota UE.
Ketiga negara percaya bahwa tindakan tersebut dibenarkan oleh kesepakatan nuklir 2015. Dokumen tersebut mengatakan bahwa penandatangan perjanjian tersebut secara sah berhak untuk menerapkan sanksi tambahan terhadap Iran selama tindakan baru ini tidak terkait dengan nuklir atau tidak serupa dengan pembatasan yang sebelumnya dicabut di bawah JPCOA.
Menurut Reuters, daftar sanksi berpotensi mencakup larangan perjalanan dan pembekuan aset pada individu, serta larangan melakukan bisnis atau membiayai perusahaan publik dan swasta. Dokumen usulan itu dibangun diatas pembatasan Uni Eropa terhadap Suriah.
Berita ini muncul saat penandatangan kesepakatan tersebut menghadiri sebuah pertemuan rutin yang bertujuan untuk meninjau pelaksanaan kesepakatan itu, yang juga dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA). Perwakilan dari AS, Rusia, China, Prancis, Jerman, Inggris dan Iran bertemu di Wina pada hari Jumat.
Sebelumnya, diplomat Eropa mengatakan bahwa mereka sangat ingin menyelamatkan kesepakatan dari potensi keruntuhan dengan mengecilkan hati Presiden AS Donald Trump yang mengancam akan menarik dari pada bulan Mei. Pada 12 Mei, Trump diperkirakan akan memperpanjang keringanan sanksi ekonomi yang dikenakan pada Iran. Ia mengatakan, bagaimanapun, bahwa ia tidak akan melakukannya jika kesepakatan itu tidak "diperbaiki".
JCPOA dinegosiasikan pada musim panas tahun 2015 dengan ketentuan yang dimaksudkan untuk mengurangi program nuklir Teheran dengan mengurangi jumlah fasilitas pengayaannya sebesar dua pertiga, mengurangi stok uranium yang diperkaya sebesar 98 persen dan mempertahankan pengayaan di bawah tingkat senjata. Sebagai gantinya, enam negara sepakat untuk mencabut sanksi yang dikenakan pada Republik Islam selama satu dekade karena program nuklirnya.
Namun, kesepakatan tersebut tidak pernah menutupi aktivitas rudal Iran atau tindakan lainnya. Iran berulang kali menolak untuk membahas program rudalnya dengan negara-negara Barat, menambahkan bahwa program rudalnya dikembangkan semata-mata untuk tujuan pertahanan.
Hal itu dilakukan untuk menjaga Amerika Serikat (AS) tetap berada dalam perjanjian nuklir 2015 yang ditandatangan bersama dengan Teheran.
Mengutip sebuah dokumen yang diperolehnya, Reuters melaporkan, sanksi tersebut akan diberlakukan secara khusus terhadap warga Iran yang terlibat dalam pengembangan program rudal balistik negara tersebut.
"Oleh karena itu kami akan mengerdarkan dalam beberapa hari mendatang, daftar orang dan entitas yang kami yakini harus ditargetkan berdasarkan peran publik mereka," bunyi dokumen tersebut, merujuk pada orang-orang yang terlibat dalam program rudal Iran dan dukungan terhadap pemerintah Suriah seperti dilansir RT dari Reuters, Sabtu (17/3/2018).
Dokumen rahasia tersebut juga mengatakan bahwa ketiga negara Eropa telah terlibat dalam perundingan intensif dengan pemerintah Trump untuk mendapatkan penegasan kembali dukungan AS yang jelas dan berkelanjutan atas kesepakatan nuklir.
Diplomat yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa kekuatan Eropa mengadakan beberapa putaran pembicaraan dengan AS mengenai masalah ini minggu ini.
Teks dokumen tersebut juga dikirim ke Ibu Kota Uni Eropa (UE), Brussels, pada hari Jumat untuk mendapatkan dukungan atas keputusan menjatuhkan sanksi baru, yang memerlukan dukungan dari 28 negara anggota UE.
Ketiga negara percaya bahwa tindakan tersebut dibenarkan oleh kesepakatan nuklir 2015. Dokumen tersebut mengatakan bahwa penandatangan perjanjian tersebut secara sah berhak untuk menerapkan sanksi tambahan terhadap Iran selama tindakan baru ini tidak terkait dengan nuklir atau tidak serupa dengan pembatasan yang sebelumnya dicabut di bawah JPCOA.
Menurut Reuters, daftar sanksi berpotensi mencakup larangan perjalanan dan pembekuan aset pada individu, serta larangan melakukan bisnis atau membiayai perusahaan publik dan swasta. Dokumen usulan itu dibangun diatas pembatasan Uni Eropa terhadap Suriah.
Berita ini muncul saat penandatangan kesepakatan tersebut menghadiri sebuah pertemuan rutin yang bertujuan untuk meninjau pelaksanaan kesepakatan itu, yang juga dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA). Perwakilan dari AS, Rusia, China, Prancis, Jerman, Inggris dan Iran bertemu di Wina pada hari Jumat.
Sebelumnya, diplomat Eropa mengatakan bahwa mereka sangat ingin menyelamatkan kesepakatan dari potensi keruntuhan dengan mengecilkan hati Presiden AS Donald Trump yang mengancam akan menarik dari pada bulan Mei. Pada 12 Mei, Trump diperkirakan akan memperpanjang keringanan sanksi ekonomi yang dikenakan pada Iran. Ia mengatakan, bagaimanapun, bahwa ia tidak akan melakukannya jika kesepakatan itu tidak "diperbaiki".
JCPOA dinegosiasikan pada musim panas tahun 2015 dengan ketentuan yang dimaksudkan untuk mengurangi program nuklir Teheran dengan mengurangi jumlah fasilitas pengayaannya sebesar dua pertiga, mengurangi stok uranium yang diperkaya sebesar 98 persen dan mempertahankan pengayaan di bawah tingkat senjata. Sebagai gantinya, enam negara sepakat untuk mencabut sanksi yang dikenakan pada Republik Islam selama satu dekade karena program nuklirnya.
Namun, kesepakatan tersebut tidak pernah menutupi aktivitas rudal Iran atau tindakan lainnya. Iran berulang kali menolak untuk membahas program rudalnya dengan negara-negara Barat, menambahkan bahwa program rudalnya dikembangkan semata-mata untuk tujuan pertahanan.
Pada awal Maret, juru bicara Angkatan Bersenjata Iran Masoud Jazayeri mengatakan bahwa Teheran akan melakukan negosiasi mengenai isu program rudal Iran hanya setelah AS dan Eropa menghancurkan senjata nuklir dan rudal jarak jauh yang mereka miliki. Pada saat yang sama, seorang penasihat senior pemimpin tertinggi Iran mengatakan bahwa Republik Islamlah yang akan memutuskan jenis rudal yang bisa dimilikinya.
Teheran juga menolak untuk menegosiasikan kembali kesepakatan 2015 dan mengatakan tidak akan menerima kesepakatan tambahan untuk itu.
"JCPOA adalah produk negosiasi panjang dan satu paket pertukaran yang telah dilakukan," ujar wakil menteri luar negeri Iran, Abbas Araghchi, saat dia mengesampingkan adanya perubahan atau amandemen terhadap perjanjian itu.
Kepatuhan Teheran terhadap kesepakatan 2015 kemudian berulang kali dikonfirmasi oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), sebuah badan pengawas nuklir PBB. Trump, bagaimanapun, berulang kali menyebut kesepakatan itu sebagai kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan, dan menunjukkan aspirasi yang jelas untuk membongkar hal itu dalam banyak kesempatan.
Rusia dan China tanpa henti memperingatkan AS untuk tidak secara sepihak merevisi kesepakatan tersebut, yang menurut mereka akan merugikan keamanan global. Pada akhir Januari, Moskow memperingatkan bahwa Washington "menghasut" negara-negara Eropa untuk mengubah atau memperbaiki kesepakatan nuklir dengan ancaman menarik diri dari kesepakatan tersebut dan menuntut agar "kekurangan" kesepakatan diperbaiki.
Credit sindonews.com