Jenewa (CB) - Kepala Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa Zeid Ra’ad Al Hussein pada Rabu (7/3) menyerukan
pembentukan badan baru yang bertugas menyiapkan dakwaan pidana atas
kekejaman yang terjadi di Myanmar, setelah panel serupa dibuat untuk
konflik Suriah.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berbasis di Jenewa menggelar beberapa penyelidikan dan misi pencarian fakta di tempat-tempat bergolak, termasuk penyelidikan aktif di Myanmar.
Namun, beberapa orang menyatakan keprihatinan mengenai pembatasan-pembatasan dalam penyelidikan tersebut, yang fokus pada pengumpulan bukti dalam kisaran luas berkenaan dengan dugaan kejahatan ketimbang menghimpun kasus-kasus legal spesifik terhadap individu yang bisa dibawa ke pengadilan.
Dalam kasus Suriah, Majelis Umum PBB pada 2016 memutuskan pembentukan "mekanisme independen dan tidak memihak" untuk menyiapkan berkas-berkas penuntutan.
Zeid mengungkapkan badan serupa dibutuhkan untuk Myanmar, yang menurut pejabat senior PBB itu merupakan tempat militer terus melakukan operasi penindakan keras terhadap kelompok etnis muslim Rohingya yang setara dengan "pembersihan etnis."
Dia mengimbau dewan hak asasi manusia "meminta Majelis Umum untuk membentuk mekanisme independen dan tidak memihak yang baru guna mempersiapkan dan mempercepat proses pidana di pengadilan.
Dalam laporan tahunannya kepada dewan tersebut, Zeid mengemukakan kembali kekhawatiran bahwa "tindakan genosida mungkin terjadi di tanah air Rohingya di negara bagian Rakhine.
Sekitar 700.000 warga Rohingya telah melarikan diri menyeberangi perbatasan menuju ke Bangladesh sejak operasi penindakan keras diluncurkan di Rakhine pada Agustus, demikian siaran kantor berita AFP.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berbasis di Jenewa menggelar beberapa penyelidikan dan misi pencarian fakta di tempat-tempat bergolak, termasuk penyelidikan aktif di Myanmar.
Namun, beberapa orang menyatakan keprihatinan mengenai pembatasan-pembatasan dalam penyelidikan tersebut, yang fokus pada pengumpulan bukti dalam kisaran luas berkenaan dengan dugaan kejahatan ketimbang menghimpun kasus-kasus legal spesifik terhadap individu yang bisa dibawa ke pengadilan.
Dalam kasus Suriah, Majelis Umum PBB pada 2016 memutuskan pembentukan "mekanisme independen dan tidak memihak" untuk menyiapkan berkas-berkas penuntutan.
Zeid mengungkapkan badan serupa dibutuhkan untuk Myanmar, yang menurut pejabat senior PBB itu merupakan tempat militer terus melakukan operasi penindakan keras terhadap kelompok etnis muslim Rohingya yang setara dengan "pembersihan etnis."
Dia mengimbau dewan hak asasi manusia "meminta Majelis Umum untuk membentuk mekanisme independen dan tidak memihak yang baru guna mempersiapkan dan mempercepat proses pidana di pengadilan.
Dalam laporan tahunannya kepada dewan tersebut, Zeid mengemukakan kembali kekhawatiran bahwa "tindakan genosida mungkin terjadi di tanah air Rohingya di negara bagian Rakhine.
Sekitar 700.000 warga Rohingya telah melarikan diri menyeberangi perbatasan menuju ke Bangladesh sejak operasi penindakan keras diluncurkan di Rakhine pada Agustus, demikian siaran kantor berita AFP.
Credit antaranews.com