WASHINGTON
- Sebuah laporan baru mengungkap bahwa sistem rudal Patriot buatan
Amerika Serikat (AS) sebenarnya gagal menghentikan serangan rudal
balistik Houthi Yaman ke area bandara di Ryadh, Arab Saudi, bulan lalu.
Laporan itu diungkap The New York Times.
Presiden Donald Trump sempat memuji sistem pertahanan rudal AS itu kepada wartawan sehari setelah serangan terhadap Ibu Kota Arab Saudi.
”Sistem kami mengetuk rudal dari udara,” kata Trump di pesawat Air Force One dalam perjalanan ke Jepang pada 4 November lalu. ”Betapa baiknya kita. Tak ada yang membuat apa yang kita buat, dan sekarang kita menjualnya. Itu di seluruh dunia,” bangga Trump.
Namun, New York Times melaporkan bahwa sebuah tim peneliti yang melihat bukti foto dan video sekarang percaya bahwa laporan awal tersebut salah.
“Hulu ledak rudal tersebut tidak berjalan dengan baik, menimpa pertahanan Saudi dan hampir mencapai targetnya, bandara Riyadh (Bandara King Khaled). Hulu ledak diledakkan begitu dekat dengan terminal domestik, bahwa pengunjung melompat keluar dari tempat duduk mereka,” tulis surat kabar AS itu mengutip tim peneliti.
CNBC mencoba meminta komentar Pentagon terkait laporan itu, namun juru bicaranya memintanya untuk bertanya kepada pihak Saudi. Kementerian Pertahanan Saudi yang dimintai komentar melalui email tidak merespons.
Sistem pertahanan udara buatan AS tersebut tidak hanya diandalkan Saudi untuk mempertahankan diri dari serangan rudal pemberontak Houthi Yaman yang didukung Iran. Namun, pasukan Korea Selatan, Jepang dan Amerika sendiri mengandalkannya untuk melawan rudal Korea Utara.
Para ahli mengatakan sistem pertahanan itu bisa saja kehilangan target.
”Pemerintah berbohong tentang keefektifan sistem ini,” kata Jeffrey Lewis, Direktur Program Nonproliferasi Asia Timur di Middlebury Institute of International Studies di Monterey, California, yang memimpin tim peneliti seperti dikutip oleh New York Times. ”Dan itu harus membuat kita khawatir,” ujarnya, yang dikutip Selasa (5/12/2017).
Klaim bahwa rudal balistik Houthi dicegat dan dihancurkan pasukan Saudi dengan sistem pertahanan Patriot pada 4 November lalu disampaikan kantor berita pemerintah Arab Saudi, Saudi Press Agency (SPA) dan media lain. Sumbernya dari pernyataan pasukan Koalisi Arab yang berperang di Yaman.
Namun, New York Times dalam laporannya mengatakan bahwa informasi yang “berkilau” dari media sosial, termasuk video, menunjukkan bahwa pola puing-puing rudal yang mengotori Riyadh menunjukkan bahwa pertahanan rudal Patriot hanya menyerang bagian belakang rudal yang tidak berbahaya.
Presiden Donald Trump sempat memuji sistem pertahanan rudal AS itu kepada wartawan sehari setelah serangan terhadap Ibu Kota Arab Saudi.
”Sistem kami mengetuk rudal dari udara,” kata Trump di pesawat Air Force One dalam perjalanan ke Jepang pada 4 November lalu. ”Betapa baiknya kita. Tak ada yang membuat apa yang kita buat, dan sekarang kita menjualnya. Itu di seluruh dunia,” bangga Trump.
Namun, New York Times melaporkan bahwa sebuah tim peneliti yang melihat bukti foto dan video sekarang percaya bahwa laporan awal tersebut salah.
“Hulu ledak rudal tersebut tidak berjalan dengan baik, menimpa pertahanan Saudi dan hampir mencapai targetnya, bandara Riyadh (Bandara King Khaled). Hulu ledak diledakkan begitu dekat dengan terminal domestik, bahwa pengunjung melompat keluar dari tempat duduk mereka,” tulis surat kabar AS itu mengutip tim peneliti.
CNBC mencoba meminta komentar Pentagon terkait laporan itu, namun juru bicaranya memintanya untuk bertanya kepada pihak Saudi. Kementerian Pertahanan Saudi yang dimintai komentar melalui email tidak merespons.
Sistem pertahanan udara buatan AS tersebut tidak hanya diandalkan Saudi untuk mempertahankan diri dari serangan rudal pemberontak Houthi Yaman yang didukung Iran. Namun, pasukan Korea Selatan, Jepang dan Amerika sendiri mengandalkannya untuk melawan rudal Korea Utara.
Para ahli mengatakan sistem pertahanan itu bisa saja kehilangan target.
”Pemerintah berbohong tentang keefektifan sistem ini,” kata Jeffrey Lewis, Direktur Program Nonproliferasi Asia Timur di Middlebury Institute of International Studies di Monterey, California, yang memimpin tim peneliti seperti dikutip oleh New York Times. ”Dan itu harus membuat kita khawatir,” ujarnya, yang dikutip Selasa (5/12/2017).
Klaim bahwa rudal balistik Houthi dicegat dan dihancurkan pasukan Saudi dengan sistem pertahanan Patriot pada 4 November lalu disampaikan kantor berita pemerintah Arab Saudi, Saudi Press Agency (SPA) dan media lain. Sumbernya dari pernyataan pasukan Koalisi Arab yang berperang di Yaman.
Namun, New York Times dalam laporannya mengatakan bahwa informasi yang “berkilau” dari media sosial, termasuk video, menunjukkan bahwa pola puing-puing rudal yang mengotori Riyadh menunjukkan bahwa pertahanan rudal Patriot hanya menyerang bagian belakang rudal yang tidak berbahaya.
Dengan kata lain, hulu ledak rudal balistik Houthi itu sendiri kemungkin tidak berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Patriot.
Lebih jauh lagi, surat kabar AS tersebut menyatakan bahwa ada ledakan sekitar 12 mil dari bandara Riyadh yang kemungkinan merupakan indikasi bahwa hulu ledak rudal balistik Houthi terus berjalan tanpa hambatan menuju sasarannya. “Ini menunjukkan bahwa hulu ledak rudal itu lebih kecil dan lebih sulit dihantam,” tulis media Amerika itu mengutip tim peneliti.
Raytheon, pembuat sistem rudal Patriot, mengatakan di situsnya bahwa teknologi pertahanan mereka telah digunakan oleh lima negara di lebih dari 200 pertempuran, baik terhadap rudal balistik taktis, rudal jelajah serta pesawat terbang. Kontraktor pertahanan Amerika itu mengklaim bahwa lebih dari 100 rudal balistik telah berhasil dicegat sistem pertahanan Patriot dalam operasi tempur di seluruh dunia.
Terkait laporan gagalnya sistem pertahanan udara yang digunakan Saudi, Raytheon belum berkomentar.
Credit sindonews.com