Amman, Jordania (CB) - Majelis Rendah Jordania pada Minggu
(10/12) menyetujui usul untuk mengkaji kembali kesepakatan perdamaian
antara Jordania dan Israel setelah keputusan AS untuk mengakui Yerusalem
sebagai Ibu Kota Israel, kata Kantor Berita Jordania, Petra.
Majelis Rendah mengeluarkan keputusan tersebut selama sidang untuk membahas keputusan presiden AS dan konsekuensinya.
Majelis Rendah menugaskan Komite Hukumnya untuk meneliti kembali semua kesepakatan dengan Israel termasuk Kesepakatan Perdamaian Wadi Araba 1994, yang ditandatangani Jordania dan Israel pada 1994.
Jordania, yang dengan keras mengutuk keputusan AS dan menyuarakan penolakannya terhadap tindakan itu, menyaksikan beberapa demonstrasi oleh partai politik dan pegiat guna menentang keputusan AS tersebut.
Dalam sidang pada Minggu, Ketua Majelis Rendah Atef Tarawneh mengatakan Jordania akan terus melancarkan upaya untuk menemukan penyelesaian bagi keputusan tersebut dan mempertahankan Yerusalem.
Tarawneh mengatakan pertemuan darurat akan diselenggarakan pekan ini oleh Organisasi Kerja Sama Islam di Turki dengan diikuti oleh Jordania, untuk menilai situasi.
Satu pertemuan direncanakan diadakan pada Senin di Ibu Kota Mesir, Kairo, oleh Parlemen Arab atas permintaan Jordania.
Anggota parlemen tersebut mengatakan persatuan di kalangan rakyat Jordania adalah kunci pada tahap ini untuk menangani tantangan saat ini.
Majelis Rendah mengeluarkan keputusan tersebut selama sidang untuk membahas keputusan presiden AS dan konsekuensinya.
Majelis Rendah menugaskan Komite Hukumnya untuk meneliti kembali semua kesepakatan dengan Israel termasuk Kesepakatan Perdamaian Wadi Araba 1994, yang ditandatangani Jordania dan Israel pada 1994.
Jordania, yang dengan keras mengutuk keputusan AS dan menyuarakan penolakannya terhadap tindakan itu, menyaksikan beberapa demonstrasi oleh partai politik dan pegiat guna menentang keputusan AS tersebut.
Dalam sidang pada Minggu, Ketua Majelis Rendah Atef Tarawneh mengatakan Jordania akan terus melancarkan upaya untuk menemukan penyelesaian bagi keputusan tersebut dan mempertahankan Yerusalem.
Tarawneh mengatakan pertemuan darurat akan diselenggarakan pekan ini oleh Organisasi Kerja Sama Islam di Turki dengan diikuti oleh Jordania, untuk menilai situasi.
Satu pertemuan direncanakan diadakan pada Senin di Ibu Kota Mesir, Kairo, oleh Parlemen Arab atas permintaan Jordania.
Anggota parlemen tersebut mengatakan persatuan di kalangan rakyat Jordania adalah kunci pada tahap ini untuk menangani tantangan saat ini.
Credit antaranews.com
Lebanon: Arab Harus Pertimbangkan Sanksi Ekonomi Terhadap AS
KAIRO
- Menteri Luar Negeri Lebanon, Gebran Bassil mengatakan, negara-negara
Arab harus mempertimbangkan untuk menerapkan sanksi ekonomi terhadap
Amerika Serikat (AS). Sanksi ini diberlakukan untuk mencegah AS
memindahkan kedutaan besarnya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
"Tindakan pre-emptive (harus) diambil terhadap keputusan tersebut dimulai dengan tindakan diplomatik, kemudian sanksi politik, kemudian ekonomi dan keuangan," kata Bassil pada pertemuan para menteri luar negeri Liga Arab di Kairo, Mesir, seperti dilansir dari Reuters, Minggu (10/12/2017).
Seperti diwartakan sebelumnya Menteri luar negeri negara-negara anggota Liga Arab melakukan pertemuan darurat di Kairo, Mesir, Sabtu (9/12/2017). Mereka akan memberikan tanggapan terkait keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Keputusan ini telah memicu kemarahan dan aksi protes di dunia Arab.
Belum diketahui dengan pasti apa yang akan diputuskan dalam hal tindakan konkrit untuk melawan keputusan Trump. Namun, para diplomat Arab telah menyatakan akan mengrimkan sebuah rancangan resolusi yang mengecam keputusan itu ke Dewan Keamanan PBB. Mereka juga akan menyiapkan langkah-langkah yang tidak ditentukan yang menyentuh hubungan bilateral antara anggota Liga Arab dan Washington.
Pengumuman pengakuan Yerusalem oleh Trump, dan niatnya untuk memindahkan Kedutaan Besar AS di sana, memicu kecaman dari seluruh dunia. Bahkan sekutu dekat AS memintanya tidak perlu lagi menimbulkan konflik di wilayah yang rawan konflik.
Status kota Yerusalem menjadi inti konflik Israel-Palestina, dan langkah Trump secara luas dianggap memihak Israel. Bahkan krisis kecil mengenai status Yerusalem dan lokasi suci di Kota Tua kuno telah memicu pertumpahan darah yang mematikan di masa lalu.
"Tindakan pre-emptive (harus) diambil terhadap keputusan tersebut dimulai dengan tindakan diplomatik, kemudian sanksi politik, kemudian ekonomi dan keuangan," kata Bassil pada pertemuan para menteri luar negeri Liga Arab di Kairo, Mesir, seperti dilansir dari Reuters, Minggu (10/12/2017).
Seperti diwartakan sebelumnya Menteri luar negeri negara-negara anggota Liga Arab melakukan pertemuan darurat di Kairo, Mesir, Sabtu (9/12/2017). Mereka akan memberikan tanggapan terkait keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Keputusan ini telah memicu kemarahan dan aksi protes di dunia Arab.
Belum diketahui dengan pasti apa yang akan diputuskan dalam hal tindakan konkrit untuk melawan keputusan Trump. Namun, para diplomat Arab telah menyatakan akan mengrimkan sebuah rancangan resolusi yang mengecam keputusan itu ke Dewan Keamanan PBB. Mereka juga akan menyiapkan langkah-langkah yang tidak ditentukan yang menyentuh hubungan bilateral antara anggota Liga Arab dan Washington.
Pengumuman pengakuan Yerusalem oleh Trump, dan niatnya untuk memindahkan Kedutaan Besar AS di sana, memicu kecaman dari seluruh dunia. Bahkan sekutu dekat AS memintanya tidak perlu lagi menimbulkan konflik di wilayah yang rawan konflik.
Status kota Yerusalem menjadi inti konflik Israel-Palestina, dan langkah Trump secara luas dianggap memihak Israel. Bahkan krisis kecil mengenai status Yerusalem dan lokasi suci di Kota Tua kuno telah memicu pertumpahan darah yang mematikan di masa lalu.
Credit sindonews.com
Arab Saudi Desak AS Pertimbangkan Kembali Pengakuan Yerusalem
KAIRO
- Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir, memuji masyarakat
internasional dengan suara bulat menolak keputusan Presiden Amerika
Serikat (AS) Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota
Israel. Trump, dalam sebuah pidato pada Rabu lalu, mengumumkan mengakui
Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
"Kami mendesak Washington untuk mempertimbangkan kembali keputusannya mengenai Yerusalem," kata al-Jubeir seperti dikutip dari Asharq al-Awsat, Minggu (10/12/2017).
Pernyataan itu diungkapkannya dalam sebuah pertemuan darurat Liga Arab yang diadakan di Kairo untuk menyikapi keputusan Trump, yang juga menyetujui relokasi kedutaan negaranya di Israel ke Yerusalem.
Jubeir menambahkan bahwa prakarsa perdamaian Arab tahun 2002 yang ditandatangani di Beirut berfungsi sebagai peta jalan (roadmap) untuk penyelesaian konflik Israel-Palestina.
"Oleh karena itu, kami meminta masyarakat internasional untuk mengintensifkan upayanya untuk memungkinkan rakyat Palestina mendapatkan kembali hak-hak mereka dan agar stabilitas dipulihkan di wilayah ini," tegas menteri Saudi tersebut.
Israel menganggap Yerusalem sebagai ibukotanya, sebuah posisi yang hampir seluruh dunia menolak dan mengatakan bahwa statusnya harus ditentukan dalam perundingan damai dengan Palestina. Sementara Yerusalem Timur, yang termasuk Kota Tua, dianggap wilayah Palestina yang diduduki berdasarkan hukum internasional.
Orang-orang Palestina berharap wilayah ini akan menjadi ibukota negara masa depan mereka setelah menyetujui negosiasi status akhir dengan Israel, sesuai dengan Perjanjian Oslo 1993. Langkah Trump menempatkan harapan ini dalam bahaya yang serius.
"Kami mendesak Washington untuk mempertimbangkan kembali keputusannya mengenai Yerusalem," kata al-Jubeir seperti dikutip dari Asharq al-Awsat, Minggu (10/12/2017).
Pernyataan itu diungkapkannya dalam sebuah pertemuan darurat Liga Arab yang diadakan di Kairo untuk menyikapi keputusan Trump, yang juga menyetujui relokasi kedutaan negaranya di Israel ke Yerusalem.
Jubeir menambahkan bahwa prakarsa perdamaian Arab tahun 2002 yang ditandatangani di Beirut berfungsi sebagai peta jalan (roadmap) untuk penyelesaian konflik Israel-Palestina.
"Oleh karena itu, kami meminta masyarakat internasional untuk mengintensifkan upayanya untuk memungkinkan rakyat Palestina mendapatkan kembali hak-hak mereka dan agar stabilitas dipulihkan di wilayah ini," tegas menteri Saudi tersebut.
Israel menganggap Yerusalem sebagai ibukotanya, sebuah posisi yang hampir seluruh dunia menolak dan mengatakan bahwa statusnya harus ditentukan dalam perundingan damai dengan Palestina. Sementara Yerusalem Timur, yang termasuk Kota Tua, dianggap wilayah Palestina yang diduduki berdasarkan hukum internasional.
Orang-orang Palestina berharap wilayah ini akan menjadi ibukota negara masa depan mereka setelah menyetujui negosiasi status akhir dengan Israel, sesuai dengan Perjanjian Oslo 1993. Langkah Trump menempatkan harapan ini dalam bahaya yang serius.
Credit sindonews.com