Hingga saat ini, sepanjang 2.000 mil
(sekitar 3.200 km) di wilayah perbatasan antara AS dan Meksiko sudah
dibatasi dengan pagar. Namun, pembangunan pagar pembatas ini terbukti
sulit, memakan waktu panjang dan biaya yang mahal. (Reuters/Jose Luis
Gonzalez)
Dalam konferensi pers pada Senin (14/11), juru bicara kepresidenan Meksiko, Eduardo Sanchez, mengungkapkan bahwa deportasi akan menjadi bagian dari agenda yang dibahas oleh Presiden Enrique Peña Nieto dan Trump.
"Kami akan harus melihat berapa banyak yang akan dideportasi, biasanya dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat ke negara asal imigran gelap rasal, termasuk Meksiko," ujarnya, dikutip dari CNN.
Sementara itu, Sanchez memaparkan bahwa Menteri Luar Negeri Meksiko, Claudia Ruiz telah mengkoordinasikan berbagai upaya dan rencana untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan ketika deportasi dimulai.
Kantor Kepresidenan Meksiko menyatakan bahwa Nieto sudah menghubungi presiden petahana, Barack Obama, soal berbagai kesepakatan antara kedua negara yang masih berlangsung, termasuk soal pertumbuhan ekonomi, memerangi geng kriminal dan imigrasi.
"Presiden Meksiko menyampaikan apresiasinya kepada Presiden Obama karena telah menjadi sahabat dan sekutu yang baik bagi Meksiko, dan juga rekan yang sangat berkomitment," bunyi pernyataan dari kantor kepresidenan Nieto.
"Presiden Obama juga menegaskan bahwa Amerika Serikat sangat menghargai, dan bergantung pada, hubungan dan kerja sama dengan Meksiko," bunyi pernyataan itu.
Nieto sendiri sudah menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan Trump sebelum ia mulai menjabat pada 20 Januari 2017. Jika jadi digelar, maka pertemuan ini merupakan kali kedua antara Nieto dan Trump.
Dalam wawancara dengan CBS pada Minggu (13/11), Trump memaparkan rencana untuk mendeportasi sebanyak tiga juta orang dari Amerika Serikat yang diduga sebagai pelaku kriminal dan pengedar narkoba.
Rencana ini akan menjadi salah satu program prioritas Trump ketika ia berkantor di Gedung Putih sejalan dengan rencana pembangunan tembok di sepanjang perbatasan dengan Meksiko.
"Apa yang akan kita lakukan adalah mengeluarkan para pelaku kriminal, orang-orang dengan catatan kriminal, anggota geng, pengedar narkoba, yang jumlahnya mungkin sekitar dua juta, atau bisa lebih dari tiga juta, dari negara kita atau kita penjarakan," ujar taipan real-estate ini, dikutip dari The Guardian.
Ancaman deportasi memang kerap digaungkan Trump sejak masa kampanyenya, yang dimulai lebih dari setahun lalu. Kala itu, Trump berjanji akan memulangkan 11 juta imigran ilegal yang tinggal di AS tanpa dokumen keimigrasian yang lengkap.
Dalam kampanyenya, Trump berkoar bahwa tembok di perbatasan Meksiko akan benar-benar kokoh, dibangun dari beton keras dan baja. Namun, dalam wawancara terbaru, Trump menyebut bahwa program yang diusungnya tak menutup kemungkinan untuk pembangunan pagar.
Hingga saat ini, sepanjang 2.000 mil (sekitar 3.200 km) di wilayah perbatasan antara AS dan Meksiko sudah dibatasi dengan pagar. Namun, pembangunan pagar pembatas ini terbukti sulit, memakan waktu panjang dan biaya yang mahal.
The Guardian menyebutkan bahwa sejumlah data penelitian menunjukkan, tidak ada keterkaitan khusus antara imigrasi dengan tindakan kriminal. Selain itu, tren imigrasi di AS berjalan stagnan selama beberapa tahun terakhir, bahkan tercatat lebih banyak imigran Meksiko yang meninggalkan AS ketimbang memasuki Negeri Paman Sam itu.
AS juga telah memiliki infrasturktur besar untuk menangkap, menahan dan mendeportasi imigran. Selama delapan tahun terakhir, presiden petahana, Barack Obama sudah mendeportasi lebih dari 2,5 juta orang, jauh melebihi presiden AS lainnya.
Obama juga telah melipatgandakan jumlah petugas dan pengawasan di perbatasan, serta mengontrak perusahaan penjara terbesar di AS untuk menyediakan infrastruktur penahanan imigran.
Pada masa pemerintahannya, Obama sudah mengajukan reformasi imigrasi, namun gagal lolos dari Kongres, yang didominasi pejabat Republik, pada 2013 dan 2014. Obama kemudian meluncukan aksi eksekutif untuk melindungi sejumlah imigran, terutama imigran muda tanpa catatan kriminal, dari deportasi.
Namun, Trump dalam janji kampanyenya, bersumpah akan mencabut kebijakan tersebut.
Credit CNN Indonesia