Muhammadiyah mengecam keras aksi
kekerasan yang diluncurkan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya di
negara bagian Rakhine. (Reuters/Soe Zeya Tun)
Rangkaian bentrokan bermula ketika pada 9 Oktober lalu terjadi serangan serempak di tiga daerah di Rakhine, menewaskan sembilan polisi. Serangkaian bentrokan kemudian terus terjadi. Militer Myanmar menuding, etnis Rohingya menyerang mereka terlebih dulu.
Pada Sabtu (12/11) saja, operasi militer di Rakhine menewaskan 19 warga Rohingya. Menurut data yang dilaporkan Reuters, jumlah korban hingga pekan ini mencapai lebih dari 130 orang.
"Muhammadiyah mengimbau badan dunia PBB untuk turun dan menghentikan tindakan biadab tersebut dan memberi sanksi kepada pemerintah Myanmar agar tindakan yang tidak berperikemanusiaan tersebut dihentikan dan tidak terulang lagi," kata Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, dalam pernyataan resmi yang diterima CNN Indonesia.com pada Jumat (18/11).
Muhammadiyah juga mengimbau negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam untuk bersikap tegas terhadap pemerintah Myanmar, "Karena kalau hal ini terus berlanjut maka tidak mustahil akan mengundang ketegangan-ketegangan baru yang mengancam ketenteraman dunia."
Muhammadiyah juga menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap pemimpin sekaligus penasihat negara Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang dinilai tidak melakukan langkah nyata untuk melindungi hak hidup warga Muslim di negaranya.
Selain itu, Muhammadiyah juga mengimbau komite global untuk mencabut penghargaan Nobel Perdamaian yang telah diberikan kepada Suu Kyi, karena pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) itu dianggap tidak benar-benar mendukung terciptanya perdamaian dan persaudaraan di antara sesama manusia.
Bentrokan militer Myanmar dengan etnis Rohingya disebut sebagai yang terparah sejak aksi kekerasan sektarian oleh kelompok Buddha radikal terhadap warga Rohingya pada 2012 lalu, yang menewaskan 200 orang dan menyebabkan 140 ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Ratusan Muslim Rohingya juga dilaporkan mencoba melarikan diri dari Myanmar menuju Bangladesh pada pekan ini. Reuters melaporkan, sejumlah warga Rohingya langsung ditembak mati saat mereka mencoba menyebrangi Sungai Naaf, sungai yang memisahkan wilayah Myanmar dengan Bangladesh.
Sementara itu, sebagian warga Rohingya lainnya yang berupaya mencapai perbatasan menggunakan perahu ditolak oleh penjaga perbatasan Bangladesh, sehingga mereka diperkirakan akan terombang-ambing di laut.
Credit CNN Indonesia