Jumat, 04 November 2016

Frustrasi pada Obama, Eks Bos NATO Bilang AS Harus Jadi "Polisi Dunia"

 
Frustrasi pada Obama, Eks Bos NATO Bilang AS Harus Jadi Polisi Dunia
Eks Kepala NATO Anders Fogh Rasmussen minta AS tetap jadi polisi dunia untuk cegah konflik global. Foto/REUTERS/Mykhailo Markiv
 
BRUSSELS - Mantan Kepala NATO Anders Fogh Rasmussen mengatakan Amerika Serikat (AS) harus jadi “polisi dunia” untuk mewujudkan perdamaian dan mencegah konflik. Eks bos NATO ini frustrasi dengan Presiden Barack Obama yang enggan menggunakan kekuatan militer untuk mencegah konflik di dunia.

Rasmussen percaya bahwa intervensi global AS memang dibutuhkan untuk mencegah konflik. Komentar itu disampaikan dalam sebuah wawancara kepada Sky News, lima hari menjelang pemilihan presiden AS.

Rasmussen menjabat sebagai kepala NATO pada 2009-2014. ”Saya pikir Presiden Obama terlalu enggan untuk menggunakan kekuatan militer atau mengancam untuk menggunakan kekuatan militer untuk mencegah konflik di dunia,” kritik Rasmussen.

Dia tidak peduli siapa yang memenangkan kursi Gedung Putih dalam Pemilu AS 8 November nanti. Menurutnya, AS tak punya pilihan baik, tapi harus menyusuri jalan untuk intervensi masalah global.

Menurutnya, berbagai permasalahan global membutuhkan "polisi dunia” untuk memulihkan hukum dan ketertiban internasional.

”Negara adidaya jangan pensiun. Lihatlah di sekitar, Anda akan melihat dunia terbakar. Suriah dilanda perang dan konflik. Irak di ambang kehancuran. Libya negara gagal di Afrika Utara. Rusia menyerang Ukraina dan mendestabilisasi Eropa Timur. China melenturkan otot, negara nakal Korea Utara mengancam serangan nuklir,” katanya, yang diansir Jumat (4/11/2016).

Rasmussen mengaku khawatir dengan kemungkinan Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS. ”Kami tidak tahu apa yang akan menjadi kebijakan konkret dari pemerintahannya,” ujarnya. ”Tetapi jika pernyataannya itu harus diambil pada nilai nominal, saya menganggap itu bisa sangat berbahaya bagi dunia,” ucapnya.

Donald Trump sebelumnya menyerukan agar AS menarik diri dari perjanjian militernya di NATO karena tidak menguntungkan Washington. Komentar Rasmussen itu terkesan mengabaikan fakta bahwa kekacauan di Timur Tengah dan Libya sejatinya juga atas andil besar Amerika.



Credit  Sindonews