China selama ini bersengketa wilayah
di Laut China Selatan dengan beberapa negara ASEAN, yaitu Filipina,
Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. (Reuters/CSIS Asia Maritime
Transparency Initiative/Digital Globe/Handout)
Dalam panduan berupa pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Malaysia ini, ASEAN memang tak menyebut langsung China, tapi mengatakan bahwa perkembangan situasi belakangan ini di Laut China Selatan menyebabkan meningkatnya ketegangan.
"Kami menyampaikan perhatian serius kami terhadap perkembangan belakangan ini yang mengikis kepercayaan, meningkatkan ketegangan dan yang kemungkinan dapat berpotensi merusak perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Laut China Selatan," demikian bunyi pernyataan itu seperti dikutip Reuters.
Juru bicara Kemlu China, Lu Kang, pun mengatakan bahwa pernyataan itu bukan resmi dari ASEAN.
"Pertemuan ini tertutup dan sejak awal tidak ada persiapan untuk mengeluarkan pernyataan bersama," tutur Lu.
China selama ini bersengketa wilayah di Laut China Selatan dengan beberapa negara ASEAN, yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Daerah yang diyakini kaya minyak dan gas itu merupakan jalur perdagangan penting dengan nilai mencapau US$5 triliun setiap tahunnya.
Penarikan panduan ini pun menjadi perhatian media. Juru Bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nasir, pun menjelaskan bahwa pernyataan yang beredar itu sebenarnya merupakan panduan bagi para menlu ASEAN untuk disampaikan kepada media setelah pertemuan berlangsung.
Namun, karena pertemuan berlangsung lebih lama dari yang dijadwalkan, konferensi pers itu batal dilaksanakan. Menurut Arrmanatha, beberapa menlu ASEAN sudah harus meninggalkan lokasi.
"Kontennya sebenarnya sudah disepakati, tapi bentuknya apa, itu belum tahu. Karena bentuknya seperti apa, itu akan berpengaruh, apakah pernyataan bersama, komunike, itu kan dampaknya akan beda. Itu yang belum diketahui," kata Arrmanatha setelah menggelar jumpa pers di Jakarta, Kamis (16/6).
Credit CNN Indonesia