Selasa, 05 Mei 2015

AFDI, Kelompok Anti-Islam Penyelenggara Pameran Kartun Nabi






Pamela Geller, presiden AFDI, mengaku tidak kapok mengadakan acara bertema anti-Islam pasca penembakan di Texas, Amerika Serikat. (Reuters/Mike Stone)
 
 
Texas, CB -- Pameran karikatur Nabi Muhammad di Texas, Amerika Serikat berujung penyerangan yang menewaskan dua pelakunya. Pameran ini tidak terlepas dari peran organisasi American Freedom Defense Intiative, AFDI, sebagai penyelenggaranya.

AFDI yang dipimpin oleh Pamela Geller memang dikenal sebagai organisasi yang kerap menyuarakan anti-Islam dan penentangan terhadap perkembangan Islam di Amerika Serikat.

Sikap anti-Islam ini jelas terlihat dalam beberapa praktik dan tindakan kelompok ini. Pameran karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad di Texas pekan ini hanya satu dari sekian aksi mereka yang menyudutkan Islam.

Mengutip CNN, Geller sebagai presiden AFDI membuat program bernama "Hentikan Islamisasi Negeri", yang disingkat SION, berupa inisiatif menentang penyebaran Islam di AS. Situs Pamella Geller bahkan diganjar penghargaan dari klub simpatisan Partai Republik AS dan Koalisi Kreatif Zionis.

Prinsip dalam SION adalah "menghentikan imigrasi warga Muslim ke negara-negara yang populasinya bukan mayoritas Muslim", yang dimaksud tentu saja Amerika Serikat.

Selain itu SION juga mendesak "pengawasan terhadap masjid-masjid dan pemeriksaan rutin masjid di seluruh AS dan negara-negara non-Muslim lainnya untuk mencari materi-materi pro-kekerasan."

Anti pusat budaya Islam

Pada tahun 2010, AFDI menentang pembangunan Pusat Budaya Islam di dekat Ground Zero, lokasi ambruknya dua menara WTC dalam serangan terorisme 11 September 2001.

Menurut AFDI, pembangunan tersebut telah mencederai para korban 9/11 serta merupakan bentuk supremasi Islam di New York.

Daisy Khan anggota lembaga American Society for Muslim Advancement membantah hal tersebut dan mengatakan bahwa pusat budaya Islam itu sebenarnya adalah pusat komunitas untuk memberikan pengetahuan soal Islam pada masyarakat.

"Banyak yang tidak paham soal Islam. Fasilitas ini berdedikasi memberikan pendidikan, dan juga untuk melawan ekstremisme karena Muslim moderat juga butuh suara," kata Khan.

Iklan anti-Islam

Tidak sampai di situ saja, AFDI pada 2012 semakin gencar melancarkan kampanye mereka. AFDI menyewa ruang iklan di stasiun bawah tanah untuk menyuarakan propaganda, salah satunya berbunyi: "Dalam setiap perang antara manusia beradab dan biadab, dukung manusia beradab. Dukung Israel. Kalahkan Jihad."

Iklan anti-Islam juga sempat beberapa kali dipasang di bus kota New York dan San Fransisco, sebelum akhirnya dilarang.

Ibrahim Hooper dari Dewan Hubungan Islam-Amerika mengatakan bahwa iklan-iklan tersebut sangat berbahaya. "Iklan-iklan ini bertujuan agar masyarakat yang bukan Islam membenci Islam dan berbuat buruk pada Muslim Amerika," kata Hooper.

Aksi terbaru AFDI yang menggelar pameran kartun Nabi Muhammad di Garland, Texas, awal pekan ini adalah respon mereka terhadap penembakan di kantor majalan Charlie Hebdo, Paris, pada Januari lalu.

Pamela mengatakan, karikatur yang memenangkan pameran itu mendapatkan US$10 ribu. Menanggapi kekerasan yang mewarnai acaranya, Pamela mengaku tidak gentar dan tetap akan mengadakan acara serupa di masa depan.

"Saya tidak akan mengekang kebebasan saya hanya agar tidak menyinggung orang-orang biadab. Kebebasan berbicara dilanggar di sini," kata Geller.

Organisasi ekstrem

Kebebasan berbicara memang menjadi jargon utama kelompok ini, begitu juga soal kesetaraan semua orang. Namun yang menjadi incaran satu-satunya AFDI adalah agama Islam.

Karena paham mereka ini, lembaga anti kebencian dan fanatisme, Southern Poverty Law Center, SPLC, memasukkan AFDI sebagai organisasi ekstrem dan anti-Islam.

"Organisasi kebencian yang anti-Islam memfitnah Islam, yang mereka anggap sebagai agama yang jahat dan monolitis. Organisasi-organisasi ini memegang paham bahwa Islam tidak memiliki kesamaan nilai dengan kebudayaan lain, merendahkan Barat dan merupakan ideologi politik dengan kekerasan," tulis SPLC.



Credit   CNN Indonesia