Israel dan Hizbullah Libanon saling serang pada Rabu kemarin. Insiden ini memicu kekhawatiran kedua pihak akan terlibat perang besar baru setelah perang tahun 2006. Foto Reuters.
Dua serdadu Israel tewas dan tujuh lainnya terluka setelah diterjang rudal Hizbullah di wilayah Har Dov, perbatasan Israel, kemarin.
Kekhawatiran akan percahnya peran besar baru itu mulai bermunculan, setelah ketegangan antara Israel dan Hizbullah terus memanas dalam beberapa hari ini. Israel dan Hizbullah Libanon sendiri pernah terlibat perang besar tahun 2006 dengan korban tewas mencapai ribuan.
Ketegangan pada tahun ini dimulai ketika beberapa anggota Hizbullah Libanon, termasuk jenderal top Iran, terbunuh oleh serangan rudal Israel di wilayah Quneitra, Suriah, beberapa pekan lalu. Iran dan Hizbullah sendiri merupakan sekutu utama yang menjadi musuh bebuyutan Israel.
Selain Hizbullah dan Iran, Suriah juga berpotensi ikut memusuhi Israel. Namun, Suriah sampai saat ini masih dilanda perang sipil yang diperparah dengan munculnya kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Phillip Smyth, seorang peneliti di University of Maryland dan ahli milisi Syiah, mencatat bahwa pada awal bulan Juni 2013 Presiden Suriah, Bashar al-Assad, pernah mengancam akan membuka "front baru" di Golan.
”Dia menyatakan bahwa di antara dunia Arab ada kesiapan yang jelas untuk bergabung dalam perang melawan Israel,” kata Smyth, mengutip pernyataan Assad, seperti dilansir Al Arabiya, Kamis (29/1/2015).
”Ada sesuatu yang dibangun secara bertahap dan mereka tidak mencoba untuk menyembunyikannya,” lanjut Smyth, mengacu pada persiapan Suriah, Hizbullah dan Iran untuk melawan Israel.
Kendati demikian, Perdana Menteri Libanon Tammam Salam, telah berusaha untuk meredakan ketegangan. Dia menegaskan komitmen Libanon terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 tentang perdamaian antara Israel dan Libanon.
Credit SINDOnews