Akibat gas itu, 21 orang dengan gejala tercekik dirawat di rumah sakit.
CB, DAMASKUS—
Media pemerintah Suriah yang mengutip rumah sakit di Hama yang dikuasai
pemerintah, Sabtu (23/3), mengatakan sebanyak 21 orang mengalami gejala
sesak nafas akibat gas beracun setelah gerilyawan menembaki sebuah
desa.
Pemantau perang, Observatorium HAM untuk
Suriah yang berbasis di Inggris juga melaporkan, 21 orang dengan gejala
tercekik dirawat di rumah sakit, namun belum diketahui apakah ini
berasal dari bahan kimia atau asap dan debu yang ditimbulkan dari
penembakan tersebut.
Kantor Berita Nasional SANA mengutip kepala Rumah Sakit
Nasional Saqilbia yang mengatakan serangan terjadi di Desa al-Rasif.
Pihaknya juga merilis gambar-gambar dan rekaman para korban yang
berbaring di rumah sakit dengan menggunakan masker oksigen.
Daerah
tersebut berada di dekat garis depan antara pemerintah Suriah dan
wilayah kantong pemberontak besar terakhir di barat laut.
Ditempat
itulah pengeboman militer meningkat dalam beberapa pekan terakhir
meskipun adanya kesepakatan antara Rusia dan Turki untuk mengakhiri
perang.
Menurut Observatorium, pada Jumat dan Sabtu,
serangan udara di daerah yang dikuasai gerilyawan di barat daya
menewaskan 15 orang termasuk empat orang anak. Sebanyak 25 orang lainnya
terluka.
Organisasi Pelarangan Senjata Kimia
(OPCW), yang bertindak sebagai pengawas global, telah mendokumentasikan
penggunaan sistematis racun saraf sarin dan klorin selama konflik
delapan tahun Suriah.
Dari 2015 hingga 2017, tim gabungan PBB dan OPCW ditunjuk untuk memastikan serangan gas di Suriah.
Pihaknya
menemukan pasukan pemerintah Suriah menggunakan sarin dan klorin dalam
beberapa kesempatan. Sementara, ISIS diketahui menggunakan gas mustard
sulfur.
OPCW sedang menyelidiki dugaan serangan gas
pada November di Allepo yang dikuasai pemerintah. Akibat dugaan
tersebut, sebanyak 100 orang jatuh sakit. Damaskus dan sekutunya Rusia
menuding gerilyawan menjadi dalang di balik aksi tersebut.