Kamis, 28 Maret 2019

Sumbangkan 80% Gaji, Guru Dihadiahi Rp14 Miliar


Sumbangkan 80% Gaji, Guru Dihadiahi Rp14 Miliar
Sumbangkan 80% Gaji, Guru Dihadiahi Rp14 Miliar. (CNN).

NAIROBI - Niat tulus Peter Tabichi, seorang guru di Kenya, yang rutin menyumbangkan 80% gajinya untuk membantu siswa dari keluarga miskin berbuah manis. Kedermawanannya menyebar luas mendapat apresiasi berbagai pihak di penjuru dunia.

Apresiasi antara lain dari Pemerintah Dubai. Minggu (24/3), Dubai memberikan penghargaan Global Teacher Prize kepada Tabichi. Dari penghargaan ini, Tabichi mendapat hadiah USD1 juta (sekitar Rp14,2 miliar).

Kisah Peter Tabichi pun mengguncang dunia. Selama ini Tabichi hanyalah guru Matematika dan Fisika di sebuah sekolah swasta. Dia mendedikasikan kehidupannya di dunia pendidikan di wilayah terpencil Pwani. Dia memiliki satu komputer dengan koneksi internet sangat lambat. Jumlah rasio guru-murid pun tak imbang karena satu berbanding 58 orang. Siswanya juga berasal dari berbagai latar belakang, 1/3 dari mereka merupakan anak yatim.

Tabichi banyak menggali ilmu dari internet dan mengajarkannya kepada anak-anak di kelas. Atas kerja keras dan kesabarannya, kondisi pendidikan di Pwani telah mengalami perubahan. Anak-anak menjadi percaya diri. Tahun lalu sebanyak 26 anak dari sekolahnya berhasil tembus ke perguruan tinggi terkemuka.

“Mereka menjuarai Royal Society of Chemistry setelah berhasil menggunakan tumbuhan lokal untuk menghasilkan listrik. Tim ilmu matematikanya juga lolos kualifikasi dalam kompetisi INTEL International Science and Engineering Fair pada tahun ini di Arizona, Amerika Serikat (AS),” ungkap Varkey, dikutip cnn.com.
Tabichi menghadapi banyak tantangan dalam memajukan pendidikan di Pwani. Selain mengalami krisis makanan, mereka juga rentan terjebak penyalahgunaan narkoba. Namun, bersama Keriko Mixed Day Secondary School, dia berhasil meningkatkan jumlah anak-anak yang bersekolah, bahkan angkanya naik dua kali lipat.

Tahun sebelumnya penghargaan itu disabet Andria Zafirakou dari Inggris. Andria merupakan seorang guru di Alperton Community School, Brent. Tugasnya tidak mudah sebab Brent merupakan salah satu tempat dengan keberagaman etnis dan 130 bahasa. Muridnya juga berasal dari keluarga miskin dan terlibat geng jalanan.

Anak-anak yang bersekolah di Alperton juga memiliki kemampuan terbatas. Namun, Andria berhasil membebaskan mereka dari masa kelam. Bekerja sebagai guru kesenian, dia menata ulang kurikulum di seluruh mata pelajaran agar sesuai dengan kebutuhan. Dia juga menciptakan tim olahraga khusus perempuan.

Hal itu dia lakukan agar peraturan di sekolah tidak berbenturan dengan norma dan etika keluarga yang berasal dari berbagai latar belakang. Tim cricket perempuan bentukannya bahkan menjuarai McKenzie Cup. Dia juga membantu guru seni musik untuk menjadwalkan sekolah musik Somalia bagi anak-anak dari Somalia.

Dengan berbekal kemampuan 35 bahasa, Andria mampu memperoleh kepercayaan siswanya, juga orang tua. Atas dedikasinya itu, Alperton menjadi kota dengan kualifikasi dan akreditasi bagus. Itu merupakan capaian besar mengingat semuanya berkembang begitu pesat, yakni sekitar lima hingga tujuh tahun. 

Pengajaran matematika yang menggunakan pendekatan dari kehidupan nyata juga membantu Alperton menjuarai TES 2017. Di ruangan kelasnya sendiri, Andria juga menata ulang kurikulum secara kreatif. Dia bahkan mengundang artis lokal untuk memberikan motivasi, inspirasi, dan pandangan terkait isu yang lebih umum.

Andria mengaku mencucurkan air mata ketika mendengar kabar anak didiknya sekolah hingga perguruan tinggi, memperoleh pekerjaan, atau membuka lapangan usaha sendiri. Alperton memperoleh Institute of Education Professional Development Platinum Mark, penghargaan yang diraih kurang dari 10 sekolah.

Maggie MacDonnell dari Kanada juga pernah menerima penghargaan Global Teacher Prize pada 2017. Pengumuman itu dilontarkan astronot Thomas Pesquet. Setelah mendapatkan gelar master, dia mulai merasakan negaranya telah buka mata terkait pengisolasian terhadap suku asli Kanada selama beberapa dekade.

Maggie kemudian mengajar suku asli Kanada di Inuit, sebuah wilayah di bagian Artik Kanada, sejak delapan tahun terakhir. Inuit merupakan tempat kedua paling utara di Kanada dengan jumlah populasi Inuit mencapai 1.300 orang. Wilayah itu tidak dapat diakses melalui jalur darat, tapi harus melalui jalur udara.




Credit  sindonews.com