Kamis, 28 Maret 2019

Hizbullah Serukan Perlawanan Atas Langkah AS Terhadap Golan



Hizbullah Serukan Perlawanan Atas Langkah AS Terhadap Golan
Pemimpin kelompok Hizbullah, Hassan Nasrallah, menyerukan perlawanan terhadap keputusan AS terkait Dataran Tinggi Golan. Foto/Istimewa


BEIRUT - Pemimpin Hizbullah menyerukan "perlawanan" atas keputusan Amerika Serikat (AS) mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan.

Dalam pidato yang disiarkan televisi, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah mengatakan satu-satunya pilihan yang tersisa bagi Suriah untuk mengambil kembali tanah mereka - dan bagi rakyat Palestina untuk mencapai hak-hak sah mereka - adalah perlawanan.

Dia menggambarkan langkah Trump sebagai titik balik yang penting dalam sejarah konflik Arab-Israel.

"Keputusan Trump memberikan pukulan telak pada apa yang disebut proses perdamaian di wilayah tersebut, yang dibangun di atas (konsep) tanah dengan imbalan perdamaian," ujarnya seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis (28/3/2019).

Ia juga menyerukan Liga Arab, yang telah menangguhkan keanggotaan Suriah atas penindasan berdarah terhadap protes yang mengarah ke perang, untuk mengambil tindakan pada pertemuan puncak pada akhir bulan nanti di Tunis.

"Blok dengan 21 anggota harus menyerukan penarikan inisiatif perdamaian Arab dari meja perundingan tentang masalah Israel-Palestina," katanya.

Inisiatif, yang lahir pada tahun 2002 di Beirut, menyerukan agar Israel menarik diri dari semua tanah yang didudukinya pada tahun 1967, dengan imbalan normalisasi antara semua negara Arab dan Israel.

Presiden AS Donald Trump pada hari Senin secara resmi mengakui kedaulatan Israel atas wilayah perbatasan strategis, yang direbut dari Suriah pada tahun 1967. Negara Zionis itu kemudian menganeksasi Golan pada tahun 1981 dalam suatu langkah yang tidak diakui oleh masyarakat internasional.

Keputusan Trump terhadap Golan memicu kecaman dari Liga Arab, serta beberapa negara regional, termasuk Libanon, Turki, Iran dan Arab Saudi. 

Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang beranggotakan 57 orang juga mengecam langkah itu, menyebutnya pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.



Credit  sindonews.com