Rabu, 27 Maret 2019

Intelijen AS Waspadai Drone Bawah Air Rusia Poseidon




Intelijen AS Waspadai Drone Bawah Air Rusia Poseidon
Drone bawah air Rusia Poseidon. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Rusia diketahui tengah mengembangkan drone bawah air yang dipersenjatai dengan hulu ledak nuklir, Poseidon. Pihak intelijen Amerika Serikat (AS) pun memberikan perhatian lebih terhadap senjata Rusia ini.

Pada bulan November, Kremlin melakukan uji coba ke-11 dan yang terakhir diketahui dari senjata bertenaga nuklir, dijuluki "Poseidon," dapat melakukan navigasi secara mandiri dan melakukan perjalanan terus menerus setelah diluncurkan dari kapal selam.

Intelijen AS mengatakan Poseidon dijadwalkan untuk bergabung dengan 'gudang senjata' Rusia tidak lebih awal dari 2027.

"Apa yang pada dasarnya kita hadapi adalah kapal selam Rusia, yang sulit dideteksi, meluncurkan pesawat tak berawak, yang sulit ditargetkan, dilengkapi dengan hulu ledak nuklir," kata seorang sumber intelijen, yang berbicara dengan syarat anonim.

"Rusia memiliki ambisi untuk menggunakan senjata nuklir, kendaraan bawah laut otonom bertenaga nuklir sebagai alat pembalasan jika kemampuan peluncur senjata nuklir warisan mereka dinetralkan selama perang," imbuhnya seperti dikutip dari CNBC, Rabu (27/3/2019).

Sementara senjata nuklir strategis diperkirakan akan bergabung dengan gudang senjata Kremlin pada awal delapan tahun dari sekarang, Rusia belum berhasil menguji sistem jantung tenaga nuklir, yang menjamin daya abadi perangkat.

Media pemerintah Rusia sebelumnya mengumumkan bahwa angkatan laut Rusia akan menempatkan setidaknya 30 drone Poseidon untuk tugas tempur. Angkatan Laut AS tidak memiliki senjata serupa.

Drone bawah air adalah salah satu dari enam senjata yang Presiden Rusia Vladimir Putin umumkan pada pidato nasional medio Maret 2018. Dari senjata-senjata itu, CNBC mengetahui bahwa dua di antaranya, sebuah kendaraan luncur hipersonik dan sebuah rudal jelajah yang diluncurkan melalui udara, akan siap untuk perang pada tahun 2020.

Kendaraan luncur hipersonik, dijuluki Avangard, dirancang untuk duduk di atas rudal balistik antarbenua. Setelah diluncurkan, ia menggunakan kekuatan aerodinamis untuk berlayar di atas atmosfer. 

Laporan intelijen sebelumnya, yang dikuratori pada musim semi lalu, menghitung bahwa Avangard kemungkinan akan mencapai kemampuan operasional pada tahun 2020, sebuah langkah signifikan yang akan memungkinkan Kremlin untuk melampaui AS dan China dalam hal ini.

Rudal jelajah yang diluncurkan di udara dijuluki "Kinzhal," yang berarti "belati" dalam bahasa Rusia. Rudal ini telah diuji setidaknya tiga kali dan dipasang serta diluncurkan 12 kali dari jet tempur Rusia MiG-31. Selain itu, pekerjaan sedang dilakukan untuk memasang senjata ini pada pembom strategis.

Pekan lalu, CNBC melaporkan bahwa hampir 20 dari rudal Rusia ini baru-baru ini dipindahkan ke lokasi pengujian militer, menandakan tonggak bersejarah lain untuk program senjata hipersonik Kremlin.


Credit  sindonews.com