Jumat, 15 Desember 2017

RI, Uni Eropa Harap Myanmar Tepati Janji Repatriasi Rohingya


RI, Uni Eropa Harap Myanmar Tepati Janji Repatriasi Rohingya
Uni Eropa dan Indonesia berharap Myanmar menepati janji memulangkan pengungsi Rohingya yang lari ke Bangladesh akibat krisis kemanusiaan di Rakhine. (REUTERS/Eric Vidal).


Jakarta, CB -- Uni Eropa dan Indonesia berharap Myanmar menepati janjinya untuk memulangkan pengungsi Rohingya yang lari ke Bangladesh sejak krisis kemanusiaan di Rakhine memburuk pada akhir Agustus lalu.

Pernyataan itu diungkapkan Perwakilan Tinggi Hubungan Luar Negeri dan Keamanan Uni Eropa, Federica Mogherini, usai melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di Brussels, Belgia, pada Kamis (14/12).

"Kedua pihak baik Indonesia dan Uni Eropa sangat aktif membantu penyelesaian isu Rohingya, terutama mendorong dan memastikan perjanjian pemulangan para pengungsi antara Myanmar dan Bangladesh segera dilaksanakan," kata Mogherini sebagaimana terlihat dalam video Kemlu RI yang diterima CNNIndonesia.com.




 Muslim Rohingya sejak lama tidak pernah diakui sebagai warga negara Myanmar. Warga lokal di sana pun kerap menganggap Rohingya sebagai Bengali, imigran ilegal asal Bangladesh.
Myanmar terus menjadi sorotan internasional sejak krisis kemanusiaan yang dipicu bentrokan antara kelompok bersenjata dan militer pecah di Rakhine pada 25 Agustus lalu.

Sejak saat itu, sekitar 600 ribu pengungsi Rohingya kabur ke negara sekitar, terutama Bangladesh. Setelah mendapat kecaman dari komunitas internasional, Myanmar setuju menerima kembali pengungsi Rohingya yang ingin kembali, dengan sejumlah persyaratan.

Myanmar juga telah menyepakati dan menandatangani perjanjian kerja sama dengan Bangladesh soal proses repatriasi Rohingya sekitar akhir November lalu.

"Saya dan Mogherini menilai ini adalah awal yang baik. Kami menunggu implementasi penuh perjanjian ini. Di pertemuan luar biasa OKI kemarin, saya bertemu dengan Menlu Bangladesh dan beliau mengatakan saat ini joint working group yang akan memantau proses repatriasi dalam tahap finalisasi," ujar Retno.

Meski demikian, sebagian pengungsi di perbatasan Bangladesh merasa pesimistis bisa kembali ke kampung halamannya di Rakhine lewat repatriasi. Sebab, mereka merasa tak mampu lolos verifikasi jika harus menunjukan dokumen-dokumen kependudukan.



Dalam hukum kewarganegaraan Myanmar 1982 bahkan etnis Rohingya tidak masuk sebagai etnis resmi negara di Asia Tenggara itu.



Credit  cnnindonesia.com