Kamis, 16 Maret 2017

Erdogan Tuding Belanda Bantai 8.000 Muslim di Bosnia


 
Erdogan Tuding Belanda Bantai 8.000 Muslim di Bosnia  
Di tengah krisis diplomatik Ankara-Den Haag, Presiden Recep Tayyip Erdogan menuding Belanda membantai 8 ribu kaum Muslim dalam perang di Bosnia dan Herzegovina. (Foto: REUTERS/Murad Sezer)
 
Jakarta, CB -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuding Belanda pernah membantai setidaknya 8.000 Muslim dalam perang di Bosnia dan Herzegovina 1992 silam.

"Mereka tidak ada hubungannya dengan peradaban, mereka tidak ada hubungannya dengan dunia modern. Mereka adalah orang-orang yang membantai 8.000 Muslim Bosnia ... dalam pembantaian Srebrenica," tutur Erdogan seperti dikutip AFP, Kamis (16/3).

Sebanyak 8.000 pria dan anak lelaki Muslim Bosnia tewas di tangan pasukan Serbia Bosnia di wilayah Srebrenica dalam lima hari, di akhir perang yang berlangsung dari 1992-1995.

Padahal, pada 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan wilayah Srebrenica sebagai wilayah aman bagi Muslim Bosnia yang mengungsi karena konflik. Daerah itu berada di bawah penjagaan otoritas Belanda.


Jenazah korban dimasukkan ke lubang yang beberapa bulan kemudian digali kembali untuk dimasukkan ke dalam kuburan-kuburan yang lebih kecil, dalam upaya menutupi kejahatan.

Ribuan korban konflik yang dianggap PBB sebagai kejahatan perang dan genosida itu dikabarkan masih belum ditemukan hingga kini. Sementara Jenderal Ratko Mladic, pemimpin pasukan tentara Serbia Bosnia, telah ditetapkan bersalah oleh Mahkamah Internasional atas pembantaian.



Komentar panas ini kembali dilontarkan Erdogan menyusul perselisihan diplomatik antara Ankara-Den Haag. Permasalahan bermula ketika Belanda memboikot akses dua pejabat Turki untuk menghadiri kampanye referendum perubahan konstitusi di Rotterdam.

Perubahan konstitusi itu bertujuan untuk menambah kekuasaan presiden Turki, dengan memberikan hak untuk mengeluarkan dekrit dan mempertahankan hubungan dengan partai politiknya. Penolakan dan perselisihan serupa juga sempat terjadi di Jerman, beberapa waktu sebelumnya.


Tak hanya Belanda dan Jerman, Turki juga menyerang Uni Eropa dengan menyebut bahwa organisasi regional itu menjalankan nilai demokrasi secara selektif dan menilai organisasi itu tidak seharusnya membela pelarangan demonstrasi yang dilakukan Belanda terhadap Turki.

Selain itu, Erdogan juga menyerang putusan Pengadilan Eropa (ECJ) yang mengizinkan perusahaan berhak melarang karyawannya mengenakan simbol-simbol agama atau politik selama bekerja, termasuk melarang penggunaan hijab yang kerap dikenakan perempuan Muslim.

Melalui juru bicaranya, Presiden Turki ke-12 itu menyebut, putusan pengadilan itu hanya akan menambah buruk sentimen anti-Muslim di Benua Biru.

"Keputusan ECJ hanya akan meningkatkan trend xenofobia dan sentimen anti-Muslim. Kemana sebenarnya Eropa akan melangkah?" kata juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin melalui Twitter.





Credit  CNN Indonesia