Kamis, 30 Maret 2017

Hakim Putuskan Larangan Imigrasi Trump Diblokir Seterusnya


Hakim Putuskan Larangan Imigrasi Trump Diblokir Seterusnya 
  Kebijakan imigrasi kontroversial Donald Trump kembali mendapatkan batu ganjalan dari seorang hakim federal. (REUTERS/Jonathan Ernst)


Jakarta, CB -- Hakim Federal Amerika Serikat yang memblokir kebijakan imigrasi terbaru Presiden Donald Trump memperpanjang perintah pemblokirannya itu.

Derrick Watson, Hakim Distrik di Hawaii, Rabu (29/3), menyatakan telah mengubah larangan sementara tersebut menjadi putusan awal.

Putusan awal tidak mengenal tanggal berlaku, kata Jaksa Agung Hawaii Doug Chin, dikutip AFP.


Artinya, Trump tidak akan bisa melaksanakan kebijakan kontroversialnya itu selama masih disidangkan.

Kementerian Kehakiman AS diperkirakan bakal mengajukan banding ke Pengadilan Banding Sirkuit Kesembilan untuk menentang putusan Watson.

Perintah pertama Watson yang menghentikan implementasi kebijakan Trump itu dikeluarkan pada 15 Maret--sehari sebelum berlaku.

Trump sudah dua kali mengeluarkan kebijakan pelarangan imigrasi dari negara-negara mayoritas Muslim. Keduanya dikritik dan diblokir oleh hakim.

Jaksa Agung Chin menyambut baik putusan tersebut.

"Dengan putusan awal yang ditetapkan, warga Hawaii yang mempunyai keluarga di keenam negara mayoritas Muslim--termasuk mahasiswa Hawaii, pelancong dan pengungsi di seluruh dunia--mendapatkan sedikit kepastian," ujarnya.

"Meski kami paham Presiden bakal mengajukan banding, kami yakin putusan pengadilan yang sangat berdasar ini akan dipertahankan."

Seandainya jadi diberlakukan, kebijakan imigrasi Trump akan melarang warga Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman untuk masuk ke Amerika Serikat, selama 90 hari dan semua pengungsi selama 120 hari.

Tidak seperti perintah eksekutif sebelumnya yang juga diblokir oleh seorang hakim federal, kebijakan kali ini tidak memasukkan Irak ke dalam daftar negara yang dilarang mengirim warga ke Amerika, mengecualikan warga dengan visa dan izin tinggal permanen, dan menghapus ketentuan yang disebut-sebut memprioritaskan minoritas agama tertentu.



Credit  CNN Indonesia