Kamis, 01 Desember 2016

Komandan Militer Libya Minta Bantuan Rusia Hadapi Militan


 
Komandan Militer Libya Minta Bantuan Rusia Hadapi Militan Komandan militer Libya, Khalifa Haftar, mengungkapkan dia meminta Moskow membantunya dalam perjuangannya melawan kelompok militan di negaranya. (Reuters/Maxim Shemetov)
 
 
Jakarta, CB -- Komandan militer Libya, Jenderal Khalifa Haftar, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan mengungkapkan dirinya meminta Moskow untuk membantu melawan militan di negaranya.

Kunjungan Haftar pada Selasa (29/11) menandakan kali kedua tokoh dominan di wilayah timur Libya bertandang ke Moskow sejak musim panas lalu. Pada September, ia juga sempat meminta dukungan militer kepada Kremlin, menurut berbagai laporan media Rusia.

"Hubungan kami sangat penting, tujuan kami hari ini adalah untuk menghidupkan kembali hubungan ini," kata Haftar kepada kantor berita TASS.

"Kami berharap kami akan memberangus terorisme dengan bantuan Anda dalam waktu terdekat," tutur Haftar kepada Lavrov, dikutip dari Reuters.

Libya sempat terpecah ke dalam dua faksi besar sebelum pemerintahan bersatu yang didukung PBB mengambil alih pemerintahan pada pertengahan tahun ini. Setelah Muammar Gaddafi berhasil digulingkan pada 2011, faksi di timur dan barat Libya masing-masing mengaku sebagai pemerintahan yang sah disertai dengan parlemen tandingan.

Akibatnya, layanan keamanan di Libya lumpuh dan dimanfaatkan oleh sejumlah kelompok bersenjata, termasuk ISIS.

Haftar, sebagai salah satu tokoh penting dalam pemerintahan dan parlemen di wilayah timur Libya, meluncurkan kampanye militer selama dua tahun dengan Tentara Nasional Libya untuk memberangus kelompok militan dan sejumlah rival lainnya di Benghazi.

Tindakan ini membuat banyak pakar menduga Haftar tengah berupaya menjadi pemimpin nasional Libya.

Mengenakan topi bulu Rusia saat memasuki kantor kementerian luar negeri, Haftar menyatakan kepada Lavrov bahwa dia telah bertemu Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu pada Senin (28/11) dan mengutarakan bahwa pihaknya sangat membutuhkan bantuan militer.

Haftar menerima dukungan publik dari berbagai negara, seperti Mesir dan Uni Emirat Arab. Bahkan, Perancis sudah mengirim pasukan khusus untuknya pada awal tahun ini.

Meski demikian, dukungan militer yang diminta Haftar kepada Rusia bukan tanpa halangan. Pasalnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa menerapkan embargo pengiriman senjata ke Libya, sejak 2011 lalu.

Hanya pemerintahan bersatu Libya yang didukung oleh Tripoli yang dapat mengirimkan senjata dan materi lain dengan persetujuan komite DK PBB.

Ketika ditanya terkait dukungannya, Kremlin tidak dapat memastikan apakah negara pimpinan Vladimir Putin itu akan menawarkan dukungan militer kepada Haftar.

"Moskow memiliki hubungan dengan berbagai perwakilan Libya dan Haftar merupakan salah satu bagian dari proses ini," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Selasa.

Haftar juga dilaporkan memiliki sekutu yang berhubungan erat dengan Rusia.

"Kami berbicara secara umum. Kami menjelaskan posisi kami berkaitan dengan pasokan senjata. Sebagai negara besar, Rusia menghormati embargo senjata [terhadap Libya] hingga ada keputusan bahwa itu adalah vonis yang tidak adil," tutur Haftar.

Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh Barat menyebabkan perang saudara di Libya dan Suriah. Rusia sendiri melancarkan operasi militer untuk mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad sejak tahun lalu.



Credit  CNN Indonesia