Rabu, 10 Desember 2014

UNHCR Kritik Negara yang Halau Manusia Perahu


UNHCR Kritik Negara yang Halau Manusia Perahu  
Pengungsi Rohingya dari Myanmar seringkali menjadi korban pemerasan oleh orang yang bersedia mengangkut mereka dengan perahu tua dan tak laik berlayar. (Reuters/Junaidi Hanafiah)
 
 
Jenewa, CB -- Badan PBB urusan pengungsi meminta negara di dunia berkonsentrasi menyelamatkan nyawa bukan mengusir manusia perahu ketika jumlah orang yang mengarungi samudra ganas untuk mencari kehidupan lebih baik bertambah.

UNHCR mengatakan sejak awal 2014 setidaknya 384 ribu orang, termasuk pencari suaka, memilih jalan laut untuk mencapai negara yang lebih aman dan makmur.

Sebagian besar dari manusia perahu ini tiba di Eropa dimana lebihd ari 207 ribu orang menyeberangi laut Mediterania sejak awal Januari, tiga kali lebih besar dari tahun 2011 ketika terjadi perang saudara Libya.

Meskipun ada peningkatan ini, reaksi masyarakat internasional diwarnai dengan kebingungan mengenai cara mengatasi masalah ini.

UNHCR mengatakan sejumlah pemerintah negara lebih memikirkan upaya menahan orang-orang ini di luar wilayah negara mereka bukan memperlakukan mereka sebagai individu yang kemungkinan melarikan diri dari pembunuhan di medan perang.


"Ini salah, dan reaksi yang salah di jaman ketika jumlah warga yang menghindari peperangan mencapai titik tertinggi," ujar Antonio Guterrres, komisaris UNHCR, dalam pernyataan tertulis.

"Keamanan dan pengelolaan imigrasi merupakan kekhawatiran bagi setiap negara, tetapi kebijakan harus dirancang agar manusia tidak menjadi korban," tambahnya.

Guterres mengeluarkan pernyataan ini disaat UNHCR membuka perdebatan dua hari dengan pejabat pemerintah, pekerja bantuan, penjaga pantai, pengacara, akademisi dan pakar lain bidang ini.

Pertemuan ini dilakukan dua bulan setelah Italia mengumumkan penghentian misi penyelamatan laut -Mare Nostrum- yang telah menyelamatkan lebih dari 100 ribu imigran dari Afrika dan Timur Tengah sejak dimulai lebih setahun lalu.

Italia mengatakan misi ini dihentikan untuk memungkinkan skema Uni Eropa yang lebih kecil bisa berjalan.

Bahaya

Untuk pertama kali UNHCR mengatakan bahwa warga dari "negara-negara asal pengungsi" menjadi sumber utama yang membuat mereka meninggalkan negara mereka dengan kapal.

Sebagian besar dari mereka adalah Suriah yang hampir empat tahun dilanda konflik, dan Eritrea, yang program wajib militer tak terbatas menurut pakar hak asasi manusia hampir mendekati kerja paksa.

UNHCR menyebutkan selain Laut Mediterania, ada setidaknya tiga rute laut utama yang digunakan oleh para migran dan pencari suaka.

Di Tanduk Afrika, lebihd ari 80 ribu orang sebagian besar dari Etiopia dan Somalia menyebrangi Teluk Aden dan Laut Merah menuju Yaman dan Arab Saudi antara 1 Januari dan akhir November.
Pengungsi asal Suriah berusaha menyelamatkan diri dari peperangan yang sudah hampir empat tahun terjadi. (Reuters/Kai Pfaffenbach)
Di Asia Tenggara, diperkirakan 54 ribu orang mengarungi lautan tahun ini yang sebagian besar dari Bangladesh atau Myanmar menuju Thailand atau Malaysia.

Di Karibia, hampir 5 ribu orang menaiki kapal untuk mencari kehidupan yang lebih baik atau mencari suaka pada periode dari 1 Januari sampai 1 Desember.

Kebanyakan dari pengungsi ini mempergunakan kapal tua yang tidak laik berlayar. Sejumlah lainnya meninggal atau menjadi korban perdagangan manusia.

UNHCR mengatakan telah menerima kasus kematian sebanyak 4.272 tahun ini dari seluruh dunia.

Juru Bicara UNHCR William Spindler mengatakan kepada wartawan bahwa ketegangan antar suku di Myanmar dan kecilnya prospek berintegrasi di Bangladesh menjadi penyebab semakin banyak masyarakat Rohingya yang sebagian besar muslim tanpa kewarganegaraan, memilih jalan laut.

Sebagian besar penyelundup meminta bayaran kecil untuk membawa mereka ke tempat baru, tetapi menyandera para penumpang di tempat-tempat terpencil untuk mendapatkan bayaran lebih besar.

"Dalam sejumlah kasus orang-orang ini hidup dalam kondisi menyedihkan selama berbulan-bulan," kata Spindler.

"Kami mendapat informasi mereka dipukuli, disiksa, diperkosa."

Dia juga menggarisbawahi pentingnya memiliki sistem untuk mengatasi pendatang baru dan membedakan pengungsi dengan migran.


Credit CNN Indonesia