Menunggu pasang surut laut merah yang bisa terjadi berjam-jam.
(johnpratt.com)
CB - Kisah Nabi Musa
yang menyelamatkan Bani Israel dari kejaran Firaun merupakan bukti
adanya keajaiban Tuhan. Namun dari sisi sains disebutkan, kisah
pembelahan Laut Merah terjadi karena fenomena alam dan pengetahuan yang
dimiliki Nabi Musa.
Dilansir melalui tulisan mantan kepala
Ilmuwan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) National
Ocean Service di Amerika, Dr. Bruce Parker, di laman Wall Street Journal,
Kamis 11 Desember 2014. Menurutnya, Nabi Musa memiliki perhitungan
tepat dalam memprediksi pasang surut yang terjadi di Laut Merah.
Kisah
dalam alkitab menjelaskan jika Nabi Musa membelah laut dengan
tongkatnya dan membiarkan bagian tengah laut kering. Dengan demikian,
kaum Israel bisa menyeberang laut untuk menghindari tentara Firaun.
Setelah semua orang menyeberang, tentara Firaun masih berada di dalam
laut yang mengering itu. Tidak lama air mulai kembali menyatu dan
menenggelamkan para tentara tersebut.
Banyak yang mengatakan jika
secara realistis, Nabi Musa mendapatkan bantuan dari alam berupa
fenomena tsunami yang muncul setelah gempa bumi terjadi di laut
tersebut. Biasanya, sebelum tsunami muncul, air akan menjauh terlebih
dahulu sebelum akhirnya menghantam daratan dengan arus yang tinggi dan
menenggelamkan semuanya.
Dari sisi ilmiah, menurut Parker, Nabi
Musa tidak benar-benar membelah laut. Bahkan bukan juga karena tsunami
karena air akan kembali muncul dalam kurun 20 menit dan itu tidak
memberikan kaum Israel cukup waktu untuk menyeberang.
"Nabi Musa
sepertinya tidak akan bisa memprediksi kapan gempa dan tsunami datang.
Namun saya percaya jika dia menggunakan pengetahuan lokalnya terhadap
pasang surut air laut. Di Teluk Suez, pasang surut berarti bagian-bagian
di bawah laut bisa mengering selama berjam-jam sebelum air akhirnya
kembali.
Pengalamannya tinggal di padang gurun, membuat Musa
dapat memprediksi kapan pasang surut itu terjadi dengan melihat bulan.
Awan debu yang muncul dari kereta kuda tentara juga dijadikan
perhitungan untuk mengukur waktu kedatangan tentara.
Pengetahuan
ini tentu saja tidak dimiliki oleh para tentara yang tinggal di
sepanjang sungai Nil. Sungai itu terhubung dengan laut Mediterania dan
tidak memiliki pasang surut yang seperti laut merah.
"Dengan
mengetahui kapan pasang surut laut terjadi, berapa lama dasar laut akan
mengering, dan kapan air akan kembali menyatu, dijadikan sebagai
perhitungan Musa dalam misi penyelamatan kaum Israel," ujar Parker.
Dikatakannya,
dalam alkitab disebutkan jika pelarian dramatis itu terjadi saat bulan
pernah penuh. Ini artinya, air surut sampai ke titik terendah sehingga
air laut bisa kering dalam waktu lebih lama. Ini memberikan waktu yang
cukup untuk mereka menyeberang. Jika air surut di titik terendah, ini
juga berarti jika pasang berada di titik yang tertinggi sehingga sangat
mungkin untuk menenggelamkan tentara Firaun.
Kisah Alkitab itu
juga menyebutkan jika ada bantuan angin kencang dari arah timur yang
membantu mendorong air kembali dengan kuat. Meski Parker percaya dengan
kedatangan angin itu, tetap saja, ia merasa jika prediksi pasang surut
air laut yang diperhitungkan Musa merupakan pertimbangan waktu yang
tepat dan menjadi faktor utama misi penyelamatan itu sukses.
Penjelasan
Parker ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, sejarawan kuno pda tahun
80 dan 40 sebelum masehi, bernama Artapanus, mengatakan 'Musa telah
berkenalan dengan negara ini. Dia menunggu datangnya pasang surut dan
membawa orang-orang saat laut mengering'.
Credit VIVAnews