AS dinilai secara sengaja mengincar Zomlot dan keluarganya.
CB,
RAMALLAH -- Anggota Komite Eksekutif Palestina Hanan Ashrawi mengecam
keputusan Amerika Serikat (AS) mencabut izin tinggal atau visa Kepala
Delegasi PLO untuk AS Husam Zomlot. Menurutnya hal itu merupakan upaya
terbaru AS untuk menekan Palestina.
Ashrawi mengatakan, langkah AS untuk menutup kantor PLO di Washington
tampaknya belum cukup untuk menekan negaranya. "AS telah mengambil
upaya-upayanya untuk menekan dan memeras warga Palestina ke tingkat yang
baru,” ujarnya, dikutip laman kantor berita Palestina WAFA, Ahad
(16/9).
Menurut Ashrawi, AS secara sengaja mengincar Zomlot
dan keluarganya. Ia menilai keputusan AS mencabut izin tinggal bagi
Zomlot merupakan tindakan balas dendam terhadap Palestina dan
kepemimpinannya.
“Bahkan
sampai menimbulkan kesulitan bagi anak-anak dan keluarga mereka yang
tidak bersalah,” ucapnya. “Langkah yang tidak beralasan ini (pencabutan
izin tinggal Zomlot) bertentangan dengan semua protokol diplomatik dan
merupakan eskalasi tidak manusiawi dari pemerintahan (Donald) Trump
untuk bertahan dalam kebijakan tekanan dan pemerasan,” ujar Ashrawi.
Ia
mengatakan, langkah terbaru AS itu kian memperburuk prospek perdamaian.
“Alih-alih bekerja untuk perdamaian sejati, pemerintahan AS
menghancurkan peluang perdamaian dan merusak kredibilitas dan posisinya
sendiri di semua tingkatan,” katanya.
Pada Senin pekan lalu
AS memutuskan menutup kantor perwakilan PLO di Washington. Langkah itu
dilakukan karena AS khawatir Palestina mendorong Mahkamah Pidana
Internasional (ICC) melakukan penyelidikan terhadap Israel. Di sisi
lain, penutupan kantor PLO juga diduga sebagai upaya AS untuk menarik
kembali Palestina ke perundingan damai dengan Israel.
Para
staf PLO di Washington telah diperintahkan untuk menghentikan semua
kegiatan dan menutup rekening bank mereka. Otoritas AS memberi tenggat
waktu hingga 13 Oktober untuk para staf PLO mengosongkan kantornya.
Upaya
AS untuk menarik kembali Palestina ke perundingan damai tidak hanya
dilakukan dengan menutup kantor perwakilan PLO di Washington. AS juga
memutuskan menghentikan pendanaan terhadap Kantor PBB untuk Pengungsi
Palestina (UNRWA).
Keputusan AS menghentikan pendanaan
terhadap UNRWA akan secara langsung mengancam eksistensi lembaga
tersebut. Sebab AS merupakan negara penyandang dana terbesar untuk
UNRWA, dengan kontribusi rata-rata mencapai 300 juta dolar AS per tahun.
Pada
Desember tahun lalu, AS telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota
Israel. Langkah itu membuat Palestina menarik diri dari perundingan
perdamaian dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tak
lagi menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan
politik Israel.