Presiden ke-44 Barack Obama angkat bicara untuk pertama kalinya setelah tidak menjabat. (Reuters/Jonathan Ernst)
Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama akhirnya angkat bicara mengkritik sang penerus, Donald Trump. Dalam pernyataan publik pertamanya setelah tidak lagi menjabat, Obama mengkritik kebijakan imigrasi konglomerat yang kini jadi pemimpin negeri Paman Sam.
"Presiden (Obama) secara mendasar tidak setuju dengan wacana diskriminasi terharap orang-orang berdasarkan keyakinan atau agamanya," kata Kevin Lewis, juru bicara Obama, dalam pernyataan pers yang dipublikasikan via Twitter, Selasa (31/1).
Lewis mengatakan Obama menilai memang sudah seharusnya warga Amerika menggelar unjuk rasa ketika nilai-nilai negara dipertaruhkan seperti ini.
Di sana juga dijelaskan bahwa perintah imigrasi yang menahan sementara kedatangan warga Irak pada 2011 tidak bisa disamakan dengan apa yang dilakukan oleh Trump.
Frm Pres @BarackObama is heartened by the level of engagement taking place in communities around the country. pic.twitter.com/X5Fk3xRDEX— Kevin Lewis (@KLewis44) January 30, 2017
Meski Gedung Putih membandingkan kedua aksi tersebut, langkah yang diambil Obama jauh lebih sempit. Kebijakan Obama diambil sebagai respons akan keterlibatan dua pengungsi dari Irak dalam kasus pembuatan bom.
Pernyataan ini bertentangan dengan kebiasaan di Amerika Serikat di mana seorang presiden yang sudah tidak menjabat mengkritik penerusnya yang sedang menjalankan tugas. Sebagai contoh, Pesiden George W Bush tetap bungkam dalam bidang politik selama Obama menjabat.
Namun, hubungan Obama dengan Trump berbeda. Pernyataan ini jelas menunjukkan sikap Obama yang akan tetap terlibat dalam aksi politik.
Aksi ini menuai protes warga di beberapa kota di Amerika Serikat. Trump membela diri dengan mengatakan AS akan "terus menunjukkan rasa iba untuk mereka yang melarikan diri dari operasi" tapi akan "melakukan itu sembari melindungi warga negara dan perbatasan."
"Saya punya perasaan luar biasa untuk orang-orang yang terlibat dalam krisis kemanusiaan mengerikan di Suriah," kata Trump. "Prioritas utama saya adalah untuk melindungi dan melayani negara, tapi sebagai Presiden saya akan mencari cara untuk menolong semua pihak yang menderita.
Di saat yang sama, Trump juga menunjukkan sikap keras dengan memecat pelaksana tugas Jaksa Agung Sally Yates yang menentang kebijakannya melarang penerimaan imigran dari tujuh negara Muslim.
Protes terhadap kebijakan Donald Trump terjadi di sejumlah kota Amerika. (REUTERS/Kate Munsch)
|
Beberapa jam kemudian, dia dipecat. Gedung Putih menyatakan Yates "telah mengkhianati Departemen Hukum dengan menolak untuk mendukung perintah legal yang didesain untuk melindungi warga Amerika Serikat." Selain itu, aksi dia pun dinilai politis.
Trump meyakini kebijakan lebih keras terhadap imigran diperlukan untuk melindung Amerika dari serangan teror. Namun, sejumlah pengkritik menilai perintah ini secara tidak adil mengesampingkan Muslim dan merusak reputasi Amerika sebagai tempat ramah imigran.
Yates yang ditunjuk oleh Presiden sebelum Trump, Barack Obama, sebenarnya hanya mempunyai sisa waktu beberapa hari sebelum digantikan oleh pejabat yang baru, Senator Jeff Session. Kini ia masih menunggu konfirmasi Senat.
"Yates adalah pejabat pilihan pemerintah Obama yang lemah dalam bidang perbatasan dan sangat lemah dalam bidang imigrasi ilegal," kata Gedung Putih dalam pernyataan pers.
Gedung Putih juga menyatakan Dana Boente, jaksa untuk Distrik Timur Virginia akan mengisi tempat yang ditinggalkan Yates sementara hingga Session diterima oleh Senate. Boente mengatakan dalam wawancara dengan Washington Post bahwa dirinya akan mendukung perintah terkait imigrasi itu.
Credit CNN Indonesia