Foto: Ardan Adhi Chandra
Jakarta - Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang diberhentikan dari posisi Direktur Utama (Dirut) dan Wakil Dirut (Wadirut) PT Pertamina (Persero). Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, keputusan ini sudah dipertimbangkan secara matang dan direstui Presiden Joko Widodo.
Lantas, kenapa kedua pucuk pimpinan perusahaan migas pelat merah itu diberhentikan? Berikut penjelasan lengkap Rini dalam tanya jawab saat jumpa pers di Kementerian BUMN, Jumat (3/2/2017).
Kenapa AD/ART disetujui Kementerian BUMN?
Oh waktu itu memang dasar prosesnya Dewan Komisaris itu dari waktu ke waktu sudah melakukan analisa mengenai Pertamina. Dan akhir Agustus itu Dewan Komisaris memberikan usulan kepada kami bahwa perlu adanya Wadirut, mengingat tanggung jawabnya Pertamina sangat besar di tahun mendatang. Terutama kita juga mendorong Pertamina implementasikan satu harga. Kedua, ada proyek-proyek besar yang belum pernah Pertamina mempunyai tugas untuk investasi di beberapa proyek-proyek besar. Pada saat yang sama, yaitu revitalisasi kilang Cilacap dan penambahan kapasitas, kemudian Balikpapan, Dumai kemudian juga dan GRR yang ada di Tuban.
Selain itu kita juga mendorong bagaimana optimasi TPPI yang sudah diambil alih. Selain itu kita juga terus mendorong meningkatkan kemampuan mendapatkan sumur-sumur di luar Indonesia, mengingat sumur di Indonesia itu kapasitasnya makin berkurang. Padahal kita punya komitmen agar Indonesia itu mempunyai kemampuan kemandirian energi. Sehingga kita harus cari potensi sumber minyak di tempat lain.
Berdasarkan itu, kemudian Komisaris menulis surat kepada kami dibutuhkan posisi Wadirut dan tambahan direksi dan kami memakai independent consultant untuk menganalisa. Dan memang mereka mengusulkan juga karena ada beberapa benchmark mereka di luar, dan kami sbg pemegang saham melakukan itu dan memutuskan menerima usulan komisaris dan memutuskan adanya Wadirut dan tambahan direksi.
Tapi dalam perjalanannya, kita lihat baru beberapa bulan ternyata ada permasalahan kepemimpinan. Dewan Komisaris komunikasi dan beberapa kali rapat dan terakhir melakukan interview kepada semua direksi, dirut, Wadirut dan kemarin mereka memberikan usulan bahwa masalah kepemimpinan ini sudah akut sehingga bisa men-divergise kestabilan dari Pertamina. Kan pertamina itu salah satu BUMN yang paling penting, dalam aset nomor 4, pinjaman luar negeri juga cukup besar, dan tanggung jawabnya untuk distribusi BBM itu kan sangat penting.
Oleh karena itu, atas usulan itu kemarin saya melapor kepada Presiden, kemudian Bapak Presiden menginstruksikan kepada saya ya sudah lakukan. Jadi, makanya tadi malam saya menandatangani yang hari ini dilakukan oleh Pak Gatot (Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo), dan tadi malam saya tandatangani pemberhentian dua direksi Pertamina, yaitu Dirut dan Wadirut.
Dengan pemberhentian dua itu maka Dewan Komisaris harus rapat untuk menentukan pejabat sementara. Nah pejabat sementara itu tadi mereka rapat dan bahwa diputuskan Ibu Yenni Andayani (Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan), karena mereka melihatnya ini Ibu Yenni sudah senior dari jabatan dan termasuk direktur yang 2014 dia masuk, dan juga karirnya di sana terus, jadi Dewan Komisaris memilih Ibu Yenni. Dan prosesnya adalah bahwa pejabat sementara ini 30 hari, kemudian Dewan Komisaris nanti akan memberikan usulan kepada pemegang saham, dan kami akan konsultasikan dengan bapak presiden.
Apa Pertimbangan Pak Presiden kemudian memberi keputusan oke?
Pada dasarnya usulan dari Dewan Komisaris. Bahwa ada masalah kepemimpinan, dan beliau juga melihat ada banyak tulisan di koran mengenai permasalahan kepemimpinan ini, dan beliau sepakat bahwa keadaan ini membahayakan Pertamina. Dengan ada kepemimpinan ini, tidak ada atau dua kepemimpinan membuat situasi tidak stabil untuk Pertamina. Padahal Pertamina itu membutuhkan kestabilan. Jadi memang kita harapkan Dewan Komisaris dalam memilih Bu Yenni meyakini bahwa kestabilan 30 hari ini sangat penting, dan Dewan Komisaris memastikan.
Usulan datang dari Dewan Komisaris, apa ada usulan selain tadi?
Pada dasarnya Dewan Komisaris merasa bahwa mungkin dengan sistem Dirut dan Wadirut ini juga tidak tepat. Oleh karena itu, pada saat yang sama posisi Wadirut dihilangkan itu saja. Sedangkan memang kemudian memang belum ada usulan untuk pengganti karena memang harus ada prosesnya.
Wadirut kosong?
Iya, wadirutnya hilang. Nantinya tetap satu dirut dengan direktur-direktur. Pada dasarnya jadi yang mula-mula diusulkan oleh Dewan Komisaris dengan melihat kejadian ini merasa posisi ini ada dua kepemimpinan dianggap tidak tepat karena itu posisi wadirut dihilangkan.
Masalahnya apa?
Masalahnya kepemimpinan, ini juga yang saya sedih karena saya mengetahui keduanya dan saya salah satu yang mendukung waktu itu pemilihannya Pak Dwi Soetjipto. Dan tentunya ini kan Pak Dw Soetjipto bukan orang Pertamina, dan itupun juga posisinya membuat, apa namanya, berat. Tapi kami harapkan bisa berjalan dengan baik karena melihat waktu itu berjalan dengan baik ada juga beberapa yang baru seperti Pak Arief Budiman, Pak Daryono yang bisa apa berjalan dengan baik
Tapi kelihatannya memang dari waktu Dewan Komisaris mengusulkan bulan Agustus itu, mereka memang hanya melihatnya bahwa ini perlu ada konsentrasi dalam hilirisasi dan dalam mega project. Karena mega project-nya Pertamina ini kalau dihitung-hitung jumlahnya bisa sampai Rp 700 triliun, belum pernah dalam sejarah.
Itu sebetulnya dasar-dasarnya, tapi kemudian kok jadi malah membuat yang situasi jadi enggak stabil di kepemimpinan di dalam. Padahal semua apa yang dihasilkan Pertamina tidak terlepas dari teamwork. Dan saya meyakini semua itu bisa berhasil karena teamwork. Kalau sudah ini kelihatan teamwork-nya tidak berjalan, khawatir lah kita semua. Akhirnya yang sudah berhasil bagus di 2016 ini, bisa bermasalah di 2017. Padahal di tahun 2017 ini justru mega-mega project ini mulai jalan. Kemarin itu kan baru apa namanya persiapan tapi benar-benar dalam pengeluaran capital expenditure, betul-betul apa namanya aktif di lapangan itu bergerak itu tahun ini. Sehingga tahun ini tahun-tahun yang sangat penting.
Mereka itu berkonflik?
Ya kayaknya gitu, tolong tanya mereka ya. Saya enggak bisa jawab, tapi terus terang tiap kali yang satu ditanya enggak ada apa-apa, yang satu ditanya enggak ada apa-apa. Tetapi ternyata kok di luar ada apa-apa, terus kok orang di dalam ngomong ada apa-apa. Jadi ya itulah.
Ketidakstabilannya kelihatan?
Oh iya, mungkin yang lebih detail nantinya juga bicara Dewan Komisaris, Dewan Komisaris sebagai pengawas apa namanya dalam mungkin mengambil keputusan, rapat direksi. Jadi kalau yang satu tidak setuju dengan yang lain jalan sendiri. Akhirnya kan bukan teamwork. Padahal penekanannya good corporate governance, adalah bahwa untuk keputusan itu keputusan direksi. Jadi keputusan direksi itu tanggung renteng bersama, enggak bisa dipotong sendiri. Jadi kalau sudah tidak ikut good corporate governance itu masalah.
Jadi Dewan Komisaris mengusulkan, karena melihat ada dua hal, ada mega project, ada program hilirisasi, ada holdingisasi ada tiga. Oleh karena itu mereka menganggap hilirisasi apa namanya BBM penyaluran BBM terus satu harga harus dikonsultasikan dengan satu tim.
Ketika Dewan Komsiaris usulkan ke Ibu sebelum tandatangani SK tersebut, apakah ada komunikasi dengan mereka?
Jadi pada dasarnya saya sengaja tidak mau komunikasi dengan keduanya. Karena saya memang mengharapkan bahwa, karena gini secara good corporate governance, Dewan Komisaris itu sudah melakukan fungsinya.
Jadi saya memang langsung memutuskan untuk bicara dengan Presiden. Sedih saya terus terang saya harus akui, tapi itulah satu hal yang mungkin kita tidak baca adalah sehubungan dengan karakter orang, karakter masing-masing. Kita tidak sadar ada hal-hal yang kita tidak bisa baca. Itu saja. Prosesnya kemarin saya lapor ke Bapak Presiden, tanda tangannya dari kemarin siang lah, sore tapi kan siapin apa, saya juga kemarin.
Mendadak?
Betul, karena dianggapnya sudah akut oleh Dewan Komisaris, sangat akut. Jadi tentunya kami juga harus merespons. Alhamdulillah bisa langsung diberi waktu Presiden, Jadi kami langsung laporkan dulu.
Calon pengganti?
Karena prosesnya, good corporate governance, Dewan Komisaris harus menulis surat dan beri usulan. Dewan Komisaris biasanya mengusulkan potensi dari dalam, kalau bisa ada yang dari luar itu bisa saja. Pada akhirnya dirut kami usulkan ke Presiden, nanti presiden yang akan menentukan. Kami sedang kaji
Wadirut kewenangannya terlalu besar?
Sebetulnya nggak. kami yakini kalau pemimpin bisa memimpin dengan baik, apapun strukturnya itu sudah bisa dilakukan. Dan yang jadi nomor dua pemimpin juga bisa menjadi pemimpin nomor dua. Itu semua bisa berjalan. Itu akhirnya ke sana. Persoalannya kalau saya melihatnya maaf ya, maaf Pak Dwi, maaf Pak Ahmad Bambang, masalahnya personality.
Iya mungkin daripada susah personality diusulkannya, karena daripada sulit nanti kalau kita bikin Dirut Wadirut ternyata personality saya pikir oke ternyata enggak oke. Bisa masalah lagi, makanya kami memutuskan Wadirut tidak ada.
Karena kalau di tempat lain, di perbankan ada Wadirut enggak ada masalah, Alhamdulillah. Semoga saya bacanya benar gitu. Jadi yakini saja. Makanya saya minta maaf, Pak Dwi mohon maaf, Pak Ahmad Bambang mohon maaf.
Saya melihatnya terus terang siapapun posisinya, kemampuan menjadi pemimpin sangat penting. Kita coba lihat menteri-menteri yang ada. Sebagai menteri mereka mempunyai tanggung jawab untuk memimpin dan mereka memimpin dirjen-dirjen yang dari dulu udah ada. Yang utama bagaimana menunjukkan leadership.
Jadi, suka atau tidak suka harus dikesampingkan, sebagai pemimpin adalah tanggung jawab utamanya membawa perusahaan ini menjadi lebih baik, lebih besar, karena memang Pertamina besar sekali. Ada hal-hal yang menurut saya, beberapa hal seperti dalam pengelolaan yang ternyata tidak dilakukan dengan baik. Ini tidak boleh terjadi di 2017.
Jadi memang apa namanya situasinya membutuhkan Pertamina ini ke depan memiliki tanggung jawab lebih besar dibutuhkan pemimpin yang mungkin dengan sepenuh hati dengan mengesampingkan preference pribadi ini yang paling penting. Kita harus utamakan yang akan kita tuju hasil untuk perusahaan korporasi, jadi fokusnya kepada tujuan.
Kok dua-duanya dicopot? Supaya adil?
Menurut saya akhirnya begini, karena dua-duanya sudah kita anggap sebagai pemimpin, iya kan. Kalau jadi pemimpin itu harus mengesampingkan itu tadi. Dua-duanya tidak bisa kesampingkan itu.
Oh iya bener, karena sekarang begini, kalau kita punya tanggung jawab untuk perusahaan, teamwork harus nomor satu dan di Pertamina itu ada 9 orang. Jangan akhirnya perusahaan itu dipakai aja untuk kepentingan orang, apapun dasarnya, apapun dasarnya. Udah ya titik ya.Terima kasih.
Credit finance.detik.com