Ahed Tamimi, 16 tahun, remaja Palestina
penampar tentara Israel akan diadili di pengadilan militer. Masa
penahanan dia dan ibunya, Nariman Tamimi diperpanjang hingga Senin
(1/1). (AFP PHOTO / ABBAS MOMANI)
Jakarta, CB -- Ahed Tamimi hanyalah seorang remaja Palestina.
Berusia 16 tahun, berambut keriting pirang. Remaja perempuan itu
belakangan menjadi perbincangan lantaran video dia menampar tentara Israel beredar viral pada 15 Desember lalu.
Dia
akhirnya ditangkap dari rumahnya di Desa Nabi Saleh, Tepi Barat, Rabu
(19/12) subuh. Dia bakal didakwa dengan tuduhan penyerangan di
pengadilan militer Israel, kata Jaksa, Kamis (28/12).
Warga
Palestina menganggap Ahed sebagai pahlawan. Di media sosial, mereka
menggambarkan dia sebagai remaja bernilai seribu pria. Keberanian Ahed
melawan kejahatan terhadap anak-anak dipuji-puji.
Adapun bagi sejumlah kalangan Israel, tindakan Ahed dianggap
provokatif. Aksi Ahed dipandang sengaja untuk menuai kecaman bagi
Israel, sedangkan si tentara dipuji telah bertindak menahan diri dengan
kesabaran luar biasa. Meski begitu, penahanan Ahed tetap dianggap
berlebihan.
Terlahir di keluarga aktivis Palestina, keberanian Ahed bukan
hal baru. Foto Ahed mengacungkan kepalan ke tentara Israel juga beredar
viral, dan membawa remaja Palestina itu diterima oleh Recep Tayyip
Erdogan pada 2012, yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Turki.
Foto
Ahed mengenakan kaus Tweety Pie, menggigit tangan tentara Israel yang
berusaha menangkap saudara laki-lakinya pada 2015 juga beredar viral.
Insiden
15 Desember juga menyebabkan ibu dan sepupunya dibui. Pada Kamis
(28/12), pengadilan militer memperpanjang masa penahanan Ahed dan
ibunya, Nariman hingga Senin pekan depan. Adapun sepupunya, Nour Naji
yang juga ditangkap, akan dilepaskan pada Minggu, (31/12), jika tak ada
bukti baru yang diajukan.
Ketiganya tampak di video yang beredar viral pada 15 Desember.
Rekaman video menunjukkan aksi itu terjadi dekat rumah keluarga Tamimi
di Desa Nabi Saleh, Tepi Barat.
Dalam tayangan terlihat Ahed dan
sepupunya mendekati dua tentara Israel dan menyuruh mereka pergi sebelum
mendorong, menendang dan menamparnya.
Kedua tentara yang
bersenjata lengkap, tampak tidak merespons aksi tersebut. Mereka lalu
mundur setelah ibu Ahed, Nariman ikut terlibat.
Ayah Ahed, Bassem menilai perhatian pada putrinya terjadi lantaran
dia berambut pirang dan berpakaian ala Barat. "Jika dia berkerudung dan
berkulit hitam, apakah dia akan mendapat perhatian yang sama?" kata
Bassem seperti dilansir
AFP, Kamis (28/12).
"Mesin
propaganda Zionis selalu menggambarkan warga Palestina berkulit hitam
dan jelek, yang menyerang korban berambut pirang," kata Bassem.
Menanggapi
kecaman terhadap keluarganya, disebut menggunakan Ahed sebagai bintang
untuk aksi provokasi, Bassem menolak untuk menanggapi. "Kami tidak perlu
merespons atau mempertahankan diri," kata dia sambil menyatakan
tudingan itu hanyalah upaya mengalihkan perhatian.
Penangkapan Ahed karena menampar tentara Israel menuai banyak perhatian dari kedua pihak.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menelepon Bassem dan memuji perlawanan keluarga Tamimi terhadap pendudukan Israel.
Aksi
Ahed menuai dukungan terhadap Palestina, dan tuduhan kepada pemerintah
Israel yang menahan seorang remaja yang membela hak-hak sesama warga
Palestina. "Para wanita dan gadis Tamimi tidak takut pada tentara.
Mereka tidak takut dipenjara," kata aktivis Palestina Issa Amron lewat
akun Twitter-nya. "Mereka mengabdi pada perjuangan hingga kita semua
merdeka."
Michael Oren, mantan Duta Besar Israel untuk Amerika Serikat, dan
saat ini menjabat sebagai deputi menteri diplomasi menuduh keluarga
Tamimi menggunakan anak-anak sebagai pion. Lewat akun Twitter-nya, Oren
menuduh keluarga itu "mendandani anak-anak dengan pakaian Amerika, dan
membayar mereka untuk memprovokasi tentara (Israel) di depan kamera."
"Menggunakan
anak-anak secara sinis dan kejam ini adalah pelecehan. Organisasi hak
asasi manusia harus menyelidikinya!" cuit Oren seperti dilaporkan
AFP.
Insiden
penamparan tentara Israel oleh remaja Palestina itu terjadi beberapa
hari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem
sebagai Ibu Kota Israel.
Keputusan
Trump itu memicu aksi demonstrasi dan kekerasan. Sedikitnya 12 warga
Palestina tewas. Sebagian besar saat bentrok dengan tentara Israel.
Keluarga
Tamimi mengatakan seorang kerabat ditembak kepalanya dengan peluru
karet saat protes, bersamaan dengan video penamparan tentara Israel oleh
remaja Palestina itu dibuat.
Adapun kalangan Israel memiliki
pandangan berbeda-beda soal video penamparan itu. Ada yang memuji
kesabaran tentara untuk menahan diri. Ada pula yang menyatakan hal itu
menunjukkan kelemahan dan mendesak agar tentara Israel bertindak lebih
tegas.
Bassem Tamimi menyebut putrinya adalah seorang yang
pemalu, tapi memiliki kedewasaan untuk menolak penjajahan secara
bertanggung jawab.
Menurut sang ayah, Ahed pernah bercita-cita menjadi pemain sepak
bola profesional. Namun memutuskan untuk belajar ilmu hukum guna
membela keluarga serta desa melawan penjajahan Israel yang telah
berlangsung lebih dari 50 tahun.
Bassem mengkhawatirkan putrinya
akan ditahan terkait penamparan tentara Israel. Khususnya karena kasus
tersebut telah menjadi opini publik di Israel.
Credit
cnnindonesia.com