Rabu, 09 November 2016

Park Geun-hye tidak akan hadiri KTT OPEC 2016 di Peru

 
Park Geun-hye tidak akan hadiri KTT OPEC 2016 di Peru
Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye (tengah), saat memberi hormat saat mengikuti upacara Hari Angkatan Bersenjata ke 67 di Gyeryongdae, alun-alun kota Gyenyong, Korea Selatan, Kamis (1/10). (REUTERS/Kim Hee-Chul/Pool)
 
Seoul, Korea Selatan (CB) - Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, akan melewatkan KTT APEC 2016 bulan ini di Peru dan mencoba untuk membatasi dampak dari krisis politik yang mendalam di negara itu, seturut Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, Selasa.

Kepresidenan Park terguncang tuduhan seorang teman pribadinya menggunakan hubungannya dengan sang presiden untuk ikut campur dalam urusan negara dan memegang pengaruh yang tidak sepantasnya.

Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, Cho June Hyuck, mengatakan, keputusan melewatkan KTT APEC 2016 itu dibuat karena ada krisis nuklir Korea Utara.

"Itu telah diputuskan pada September bahwa presiden tidak akan menghadiri konferensi APEC tahun ini," Cho mengatakan dalam pengarahan.

Korea Utara melaksanakan uji coba nuklirnya yang kelima pada 9 September lalu yang melanggar sejumlah resolusi Dewan Keamanan PBB, dan meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea yang telah mendapatkan masalah dari program misil Pyongyang.

Ketidakhadiran Park dalam konferensi APEC di Lima, Peru, itu akan menjadi pertama kalinya pemimpin Korea Selatan, yang merupakan salah satu negara pendiri, tidak menghadiri pertemuan sejak 1993, kementerian luar negeri mengatakan.

Park terkena pukulan berat atas adanya skandal yang melibatkan temannya, Choi Soon Sil, yang diduga melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

Park mengatakan pada Selasa bahwa dia akan membatalkan pencalonan orang yang dia tunjuk sebagai perdana menteri jika parlemen memberikan calon rekomendasi mereka dan berkeinginan untuk membiarkan perdana menteri yang baru untuk mengendalikan kabinet. Keputusannya itu bertujuan untuk menyelesaikan krisis yang ada.

Komentar Park dalam sebuah pertemuan dengan pembicara parlemen memberikan tanda bahwa dia berkeinginan untuk melepaskan sejumlah kendali atas urusan negara, yang menjadi sebuah tuntutan kunci pihak-pihak oposisi.

Masih belum jelas apakah proposal untuk memindahkan wewenang yang lebih besar kepada perdana menteri, yang biasanya bertindak sebagai simbol, akan termasuk pekerjaan untuk mewakili negara secara diplomatik atau tidak.

Kepala penasihat kebijakan luar negeri Park mengatakan pada minggu lalu bahwa dia akan menghadiri sebuah pertemuan antara China, Jepang dan Korea Selatan, yang diperkirakan akan diadakan pada tahun ini.





Credit  ANTARA News