Jumat, 11 November 2016

Bung Karno Meninggal dalam Kesepian

 Mantan presiden Soekarno
Mantan presiden Soekarno
 
  Oleh: Alwi Shahab

Pada 21 Juni 1970, Presiden pertama RI wafat dalam usia 69 tahun. Sungguh tragis, orang yang sejak muda tidak pernah absen berjuang untuk negaranya, meninggal dalam kesepian. Hanya tiga tahun, setelah SI MPRS bulan Maret 1967 mencabut kekuasaannya sebagai Presiden. Padahal, majelis tertinggi negara ini juga yang telah mengangkatnya sebagai presiden seumur hidup pada 1963 dan berbagai gelar lainnya.

Bung Karno, yang pada SI MPRS 1967 juga dilarang melakukan kegiatan politik, boleh dikata mulai saat itu hidup seperti layaknya seorang tahanan. Hampir tidak ada lagi kawan-kawannya yang dapat menemuinya, karena ia memang sulit untuk ditemui tanpa izin terlebih dulu. Tidak terkecuali mantan wakil presiden, Bung Hatta.

Saat hendak menjenguknya di RSPAD, Hatta harus meminta izin dulu kepada Pak Harto melalui Jenderal Tjokropranoto, sekretaris militer Presiden. Demikian terisolirnya Bung Karno, hingga ia dilarang menerima surat-surat pribadi secara langsung. Tanpa disensor lebih dulu.

Berita-berita tentang dirawatnya Bung Karno di RSPAD Gatot Subroto, dalam keadaan gawat, lima hari sebelum wafatnya, mengejutkan masyarakat karena boleh dibilang hampir tidak ada kegiatan Bung Karno yang diberitakan media massa. Kecuali, secara luas diketahui Bung Karno cukup lama 'dirawat' di Wisma Yaso (kini Musem Mandala) Jl Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

Menjelang wafatnya Bung Karno, Aspri Presiden Jenderal Ali Moertopo melapor pada Pak Harto di Bina Graha. Menjawab pers, entah dengan alasan apa Ali Moertopo menyatakan: "Saya tidak regret (menyesal) bila Bung Karno meninggal dunia."

Setelah Bung Karno meninggal dunia, Pak Ali di hadapan para pimpinan Partai Nasional Indonesia (PNI) membantah ia membuat pernyataan seperti yang disiarkan pers. Ia menyalahkan pers Istana dalam kasus berita tentang Bung Karno ini. Padahal, saya dan belasan wartawan lainnya, dengan jelas mendengar pernyataannya itu. Beberapa tahun lalu, ketika para wartawan senior yang pernah bertugas di Istana mengadakan 'reuni', seorang reporter RRI mengaku sampai kini masih memiliki tape yang memuat pernyataan Pak Ali Moertopo itu.
 
Mantan presiden Soekarno
Pekerja beraktivitas merenovasi atap (cungkup) makam Presiden Sukarno di Kota Blitar, Jawa Timur, Kamis (12/11).

Wasiat Sukarno Ingin Dikuburkan Sederhana

Melihat adanya perlakuan yang tidak baik terhadap suaminya waktu itu, Ny Fatmawati minta agar sebagai orang tua Bung Karno diperlakukan dengan sopan santun sesuai ajaran agama dan adat ketimuran. Ia juga menyatakan, tunjangan untuk Bung Karno dan keluarganya hanya Rp 100 ribu per bulan.

Menurut Ibu Fat, ia terakhir kali berjumpa dengan Bung Karno Februari 1970, ketika menikahkan Guntur. "Di situ Bapak sudah sukar berjalan sendiri, sehingga harus dibantu." Sedangkan Rachmawati, putri keduanya yang sering menjenguk ayahnya di Wisma Yaso menyatakan, "Tidak benar Bapak sudah pikun. Hanya saja Bapak sangat malas bicara."

Sejak gawatnya keadaan Bung Karno, banyak pihak mempersoalkan di manakah ia akan dimakamkan. Apalagi, jauh sebelum ia meninggal, Bung Karno telah melahirkan keinginannya atau semacam wasiat mengenai kematian dan pemakamannya. Di bawah ini kami cantumkan pernyataan Bung Karno, seperti yang tertulis dalam buku: Sukarno, an Autobiography as told to Cindy Adam.

"Aku ingin meninggal cepat dan tenang di tempat tidur. Apabila tiba ajalku, aku ingin sekadar menutup mata dan menyerahkan diri kepada Tuhan."

Selanjutnya Bung Karno menyatakan, "Kuperingatkan kawan-kawanku agar aku tidak dikuburkan seperti Mahatma Gandhi. Kawan baikku Nehru memperhias makam Gandhi dengan berbagai perhiasan. Itu terlampau mewah."

"Aku ingin beristirahat di bawah naungan pohon yang rindang, dikelilingi pemandangan indah, di samping sebuah sungai yang segar airnya dan indah tampaknya. Dan aku menginginkan tempat peristirahatan terakhirku di Priangan."

 
Mantan presiden Soekarno
Sukarno

Penghormatan dari Tokoh-Tokoh Dunia

Kepada penulis AS itu, Bung Karno menyatakan, "Selalu menjadi keinginanku agar peti matiku dibungkus dengan bendera Muhammadiyah. Aku tidak menghendaki gelar-gelarku semua dijejerkan di atas batu nisanku. Apabila hal itu terjadi, maka rohku akan kembali ke muka bumi ini, karena aku pasti tidak akan tenang dalam keadaan itu. Maka janganlah buat monumen yang besar bagiku. Apabila aku meninggal dunia, kuburkan Bapak sesuai dengan agama Islam, dan di atas sebuah batu yang kecil dan sederhana ini, tulislah 'Di sini berbaring Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia'."

Memang akhirnya Bung Karno dimakamkan di Blitar, berdampingan dengan makam ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Sebelumnya, ketika pelepasan jenazah dari Wisma Yaso menuju Bandara Halim PK, jalan sepanjang kurang lebih 10 km itu dipadati masyarakat. Di antaranya banyak yang melelehkan air mata dan terisak-isak saat melepas jenazah Bung Karno.

Wafatnya Bung Karno mendapat reaksi dari para pemimpin dunia, sementara surat-surat kabar di luar negeri memberitakannya di halaman muka. Presiden AS Richard Nixon dalam komentarnya menyatakan, "Kepergiannya telah menandai babak baru dalam sejarah Indonesia. Karena Sukarno merupakan bagian erat dari sejarah."

"Dr Sukarno adalah kecintaan Rakyat Mesir dan guru saya," kata Presiden Gamal Abdel Nasser.

"Ia adalah seorang pejuang yang berani dalam melawan kolonialisme," komentar PM Malaysia Tengku Abdurahman, sekalipun ia dan Bung Karno pernah saling bermusuhan saat berkonfrontasi.




Credit  republika.co.id