Pesawat Su-30 di pabrik Irkutsk. Foto: Alexandr Kryazhev/RIA Novosti
CB - Negara berkembang di berbagai belahan dunia kini tak mau lagi
menjadi sekadar pembeli senjata Rusia. Mereka tidak mau hanya mendapat
‘perangkat senjata’, tapi juga ingin memiliki teknologi pengembangan
senjata tersebut. Rusia pun harus meningkatkan jumlah dan efektivitas
transaksi ofset mereka, yang menjadi syarat untuk dapat berinvestasi di
negara importir.
Joint Ventures dan Transfer Teknologi
Saat ini semakin banyak negara yang hanya mau
menandatangani kontrak pembelian senjata dengan sistem transaksi ofset.
Dengan sistem transaksi offset, negara-negara berkembang di Asia
Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika yang mengimpor senjata dari Rusia
tak hanya menerima ‘perangkat’ senjata, tapi juga mendapat hak untuk
merakit, merancang, memodifikasi, serta memiliki lisensi untuk
mengekspor kembali senjata hasil pengembangan mereka.
Ofset adalah sistem pembelian barang (pesawat terbang, dsb.) yang
mewajibkan pabrik penghasil sebagai penjual untuk memberikan lisensi
pembuatan sebagian komponennya pada industri di negara pembeli.
Biasanya, sistem transaksi ofset
diterapkan dalam kontrak pembelian produk bernilai dan berteknologi
tinggi. Sistem ini mengharuskan pengekspor mendirikan perusahaan
patungan (joint venture)
agar dapat mentransfer teknologi pada negara pembeli produk tersebut.
Eksportir juga akan bepartisipasi dalam proyek-proyek penting terkait
pengembangan teknologi produk, pembangunan infrastruktur, bahkan
menyuntik dana investasi secara langsung.
Kremlin telah menyadari tren jual-beli senjata yang
tengah berkembang ini. Dalam pertemuan Komisi Kerja Sama Militer Teknis
yang diselenggarakan pada April 2014 lalu, Presiden Putin pun membahas
pentingnya mempelajari penggunaan metode keuangan dan pemasaran modern,
termasuk penggunaan sistem transaksi ofset.
Pakar militer independen Vladimir Kluchnikov
menyebutkan transaksi ofset secara umum dipraktikkan di seluruh dunia.
Penggunaan sistem transaksi tersebut membuat perusahaan senjata dapat
memperluas pasar dan negara pembeli pun memiliki teknologi pengembangan
senjata tersebut.
“Pabrik senjata Rusia saat ini sedang bekerja
mati-matian, dan pembuatan JV atau perusahaan patungan dapat mengurangi
beban kerja produsen senjata Rusia. Pekerja dari Rusia dapat pergi ke
negara-negara tersebut untuk bekerja. Sejauh ini, sistem ini sangat
menguntungkan dan menjanjikan bagi kita,” kata Kluchnikov.
Pernyataan tersebut senada dengan laporan publik
tahunan perusahaan negara Rostec pada 2013. Laporan tersebut menyebutkan
jumlah joint ventures menjanjikan yang telah
didirikan, di antaranya pembuatan pusat perawatan teknis dan renovasi
helikopter Rusia di Brasil dan Afrika Selatan.
Perluas Pasar
Rusia dan India telah menyepakati transfer lisensi
dan rancangan teknis pesawat Su-30MKI (salah satu proyek terbaik MTC),
RD-33, dan mesin pesawat AL-31. Rusia juga menyediakan pendampingan
teknis dalam produksi senjata di India. Saat ini, mereka tengah
mengerjakan pembuatan misil Brahmos dan pesawat tempur generasi kelima.
Suap yang Dilegalisasi
Namun, sistem transaksi ofset dikritik keras oleh
pemerintah AS dan Uni Eropa, serta oleh WTO dan beberapa LSM. Transaksi
ofset dinilai sebagai ‘praktik buruk’, karena kesepakatan tersebut
mendistorsi struktur pasar senjata dan merupakan bentuk suap ‘legal’
dalam hal ekspor senjata ke negara-negara lain.
Meski demikian, jumlah transaski ofset diperkirakan
akan terus bertambah seiring pertumbuhan pasar senjata dunia. Pembeli
senjata juga mecoba memperkuat perekonomian mereka melalui pertolongan
ofset, dan bentuk transaksi ofset yang mereka inginkan semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Lembaga analisis Barat memprediksi, jumlah
transaksi offset akan mencapai sekitar 500 miliar dolar AS pada 2016.
Credit RBTH Indonesia