Su-25 merupakan pesawat bermesin jet ganda dengan bobot 17 ton. Foto: TASS
Empat puluh tahun yang lalu, pesawat tempur Su-25 Grach (Rook)
terbang untuk pertama kalinya dari sebuah landasan di Kubinka, pinggiran
kota Moskow. Pesawat ini merupakan salah satu andalan berbagai angkatan
bersenjata di seluruh dunia. Su-25 telah ikut bertempur dalam berbagai
konflik dan peperangan. Dan hingga kini, pesawat yang telah mengabdi
puluhan tahun tersebut masih menjadi mesin tempur yang sangat ditakuti
oleh musuh.
Saat ini, Rusia memiliki 14 skuadron tempur yang terdiri dari 150 pesawat Su-25, 60 pesawat Su-25SM, 52 pesawat Su-25SM2/SM3, dan 15 pesawat Su-25UB. Rencananya, lebih dari 80 pesawat pada skuadron tersebut akan dimodernisasi menjadi versi SM pada 2020. Sementara, sekitar seratus buah pesawat akan ditaruh di markas militer untuk waktu yang lama.
Su-25 merupakan pesawat bermesin jet ganda dengan
bobot 17 ton. Pesawat ini dapat terbang dengan kecepatan hingga 975
kilometer per jam dan menjangkau area pertempuran dalam radius tiga
ratus kilometer. Dengan dilengkapi sepuluh hardpoint,
Grach dapat dengan sigap meluncurkan serangan dadakan dan melakukan
pertahanan. Keunggulan utama pesawat tempur ini terletak pada
kemampuannya dalam menggunakan senjata secara efisien. Selain itu,
pesawat Su-25 dapat menutup lubang pada pesawat dengan segera
menggunakan polyurethane foam.
Membasmi ISIS
Harga pesawat ini relatif murah dan ia tak terlalu
membutuhkan perbagai perawatan yang rumit. Itu sebabnya Su-25 sangat
laku di pasaran, baik dalam negeri maupun mancanegara. Saat ini, ada
1.300 pesawat Su-25 yang aktif beroperasi bersama berbagai angkatan
bersenjata di seluruh belahan dunia.
Pesawat ini pernah digunakan dalam beberapa konflik besar, termasuk saat Perang Georgia dan pertempuran di Ukraina serta Irak.
Belum lama ini Menteri Pertahanan Irak menyatakan mereka tengah
menunggu 15 buah pasokan pesawat Su-25 untuk membasmi kelompok teroris ISIS.
Angkatan Udara Rusia
menggunakan pesawat ini saat berperang dengan Georgia di Osetia
Selatan. Kala itu, Georgia memiliki sistem pertahanan udara warisan
Soviet yang didapatkan dari Ukraina. Sayangnya, Rusia dilaporkan
kehilangan tiga buah pesawat tempur Rook dalam konflik bersenjata
tersebut. “Setelah Georgia meluncurkan serangan misil, tiga buah S-25SM terpaksa kembali ke markas dan harus diperbaiki,” kenang Kepala Perancang Sukhoi Vladimir Babak.
Sementara dalam konflik terbaru, beredar kabar bahwa
11 buah Su-25 hancur dan 12 lainnya tidak berfungsi saat menghadapi
tentara Ukraina yang memiliki berbagai sistem pertahanan udara mutakhir,
termasuk MANPADS produksi abad ke-20.
Hal itu jelas menunjukan bahwa masa kejayaan Su-25
telah diambang akhir. Pesawat ini perlu dimodernisasi dengan menambahkan
sistem persenjataan terbaru yang memiliki tingkat akurasi tinggi.
Tapi, di sisi lain Rook masih efektif untuk digunakan melawan kelompok teroris yang tidak memiliki sistem pertahanan udara.
Serangan Udara di Masa Depan
Upaya Rusia memodifikasi Su-25 menjadi versi SM-3 akan
memperpanjang masa bakti pesawat ini setidaknya sepuluh tahun lagi.
Versi modifikasi pesawat tersebut dilengkapi dengan fitur avionik
canggih, termasuk penggunaan sistem navigasi GLONASS dan peningkatan kemampuan penerbangan otomatis dalam segala cuaca tanpa membutuhkan bantuan dari darat.
Pesawat Su-25SM3 pertama bergabung dengan tentara
Rusia, tepatnya markas Distrik Militer Selatan, pada Februari 2013.
Berdasarkan keterangan Komandan Angkatan Udara Victor Bondarev,
modernisasi Su-25 masih akan dilanjutkan, karena kemampuan tempur
pesawat ini tak ada tandingannya. “Su-25 masih tetap dibutuhkan oleh pasukan bersenjata Rusia di masa depan,” kata sang komandan pada RIA Novosti.
Salah seorang narasumber dari Komando Pusat Angkatan
Udara menyebutkan, pada 2014 pasukan Rusia telah menerima pesawat tempur
hasil modifikasi yang secara khusus dirancang untuk ‘menghancurkan dan
meluluh-lantakan sistem pertahanan udara’.
Untuk saat ini, masa pensiun Su-25 ditunda ‘hingga
waktu yang lebih tepat’. Setelah dimodifikasi agar lebih sesuai dengan
kondisi peperangan modern, pesawat ini akan tetap kompetitif, baik di
pasar dalam negeri maupun di luar negeri.
Credit RBTH Indonesia