Seorang warga berada di tengah puing-puing bangunan yang hancur dilanda tsunami di Banda Aceh, Aceh, pada 2004 - AFP / KAZUHIRO NOGI
Pada Januari 2005, Australia mengumumkan akan menyumbang 1 miliar Dolar atau Rp12,8 triliun untuk Aceh di bawah kemitraan Australia-Indonesia.
Namun dalam sebuah briefing di Sydney, manajer Bank Dunia Joe Leitman menyebut bantuan Australia ke Aceh hanya sampai sekitar satu per delapan dari total yang dijanjikan. Sisa dana mengalir ke tempat lain.
"Kesan awal yang muncul di publik adalah, oh, Australia menyumbang satu miliar Dolar untuk Aceh. Namun jika dilihat lagi, separuh dari dana bantuan itu adalah pinjaman lunak," tutur Leitman, seperti dikutip abc.net.au, Agustus 2005.
Leitman adalah pejabat Bank Dunia yang mengkoordinasikan dana bantuan tsunami Aceh dari berbagai negara, seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan Norwergia.
Dana bantuan ini disalurkan untuk membangun rumah dan kompleks permukiman yang hancur diterjang tsunami.
Tim O'Connor dari organisasi pengawas Aidwatch menyayangkan mengkritik pemerintah Australia dalam menyalurkan dana bantuan ke Aceh.
"Saya rasa hal utama yang menjadi kekhawatiran adalah, pemerintah Australia tidak transparan dalam memantau sudah berapa banyak uang yang dialokasikan, atau berapa banyak dari uang itu yang benar-benar untuk korban tsunami Aceh," sebut O'Connor.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengungkit dana bantuan negaranya untuk Aceh dalam upaya menyelamatkan dua terpidana mati kasus narkotika. Abbott meminta Indonesia mengingat kembali jasa Australia, dan berharap dapat membalas budi dengan mengampuni Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Reaksi keras datang dari masyarakat Indonesia, termasuk beberapa petinggi negara. Abbott diminta segera menarik ucapannya dan meminta maaf.
Credit Metrotvnews.com