Canavero berharap bisa membentuk sebuah tim dokter untuk mengeksplorasi pembedahan radikal ini dalam sebuah proyek ambisius yang akan diluncurkan dalam sebuah pertemuan para pakar bedah saraf di Maryland, AS, pertengahan tahun ini.
Jika tim ini terbentuk, maka langkah ambisius selanjutnya adalah melakukan transplantasi kepala manusia pada 2017.
Selama bertahun-tahun, Canavero mengklaim, ilmu kedokteran telah mengalami kemajuan pesat hingga mencapai titik yang memungkinkan sebuah transplantasi tubuh secara penuh.
Namun, klaim Canavero ini masih dianggap tak masuk akal, menakutkan, dan tak bisa dipercaya, bahkan oleh sesama dokter bedah.
Kepada majalah New Scientist, Canavero mengatakan, dia ingin melakukan transplantasi tubuh untuk memperpanjang hidup orang-orang yang mengidap penyakit yang tak bisa disembuhkan.
"Jika masyarakat tak menginginkannya, maka saya tak akan melakukannya. Namun jika masyarakat AS atau Eropa tak menginginkannya, bukan berarti rencana ini tak bisa dilakukan di tempat lain," kata Canavero.
Jika masalah teknis terkait cara "memasangkan" kepala manusia hidup ke tubuh yang sudah mati, menghidupkan kembali manusia yang sudah direkonstruksi, serta melatih kembali otak mereka bisa teratasi, maka problem berikutnya adalah masalah etika.
"Penghalang utama adalah masalah etika. Apakah operasi semacam ini bisa dilakukan? Tentu saja banyak orang yang tak akan setuju," kata Canavero.
Dicoba terhadap kera
Ide melakukan transplantasi kepala sudah pernah dicoba. Pada 1970, Robert White memimpin sebuah tim di Universitas Case Western, Cleveland, AS, yang mencoba mencangkokkan kepala seekor kera ke tubuh kera lainnya.
Para dokter anggota tim itu kemudian terbentur pada masalah pemindahan saraf tulang belakang. Alhasil, kera itu tak bisa menggerakkan badannya.
Sejak saat itu, upaya melakukan transplantasi kepala nyaris tak pernah terdengar lagi hingga tahun lalu. Saat itu, para peneliti di Universitas Harbin, China, membuat sebuah terobosan dengan menggunakan tikus.
Para dokter di Universitas Harbin berharap bisa menyempurnakan teknik transplantasi mereka sehingga bisa menjadi tonggak dalam sejarah ilmu kedokteran dan berpotensi menyelamatkan jutaan orang.
Meski Canavero sangat antusias dengan rencananya ini, banyak ahli bedah dan pakar saraf yakin bahwa masalah teknis masih akan menjadi penghalang terjadinya transplantasi kepala manusia dalam waktu dekat.
Salah satu kendalanya, saat ini belum ada yang mengetahui cara menyambungkan kembali saraf tulang belakang dan membuatnya kembali bekerja dengan normal. Jika hal itu bisa dilakukan, maka orang-orang yang lumpuh akibat cedera di saraf tulang belakang seharusnya bisa disembuhkan dan bisa kembali berjalan.
"Tak ada bukti yang menunjukkan bahwa hubungan antara saraf dan otak akan menghasilkan sebuah fungsi motorik setelah transplantasi kepala dilakukan," kata Richard Borgens, Direktur Pusat Riset Kelumpuhan di Universitas Purdue, Indiana, AS.
"Ini adalah sebuah proyek yang berlebihan, dan kemungkinan untuk dilaksanakan sangat kecil," ujar Harry Goldsmith, profesor bedah saraf di Universitas California Davis, kepada majalah New Scientist.
Credit KOMPAS.com