Perdana Menteri Australia, Tony Abbott,
mengatakan Australia ada saat Indonesia membutuhkan bantuan dan berharap
Indonesia membalasnya. (Reuters/Andrew Taylor)
Abbott menjelaskan bahwa komentar yang dia lontarkan sebelumnya tidak dimaksudkan sebagai ancaman, melainkan sebagai pengingat persahabatan antar kedua negara.
"Saya hanya menunjukkan kedalaman persahabatan antara Australia dan Indonesia dan fakta bahwa Australia berada di sisi Indonesia ketika Indonesia dilanda kesulitan," kata Abbott mengklarifikasi pernyataannya di depan para wartawan di Tasmania, Australia, dikutip dari Reuters, Rabu (18/2).
Dalam kesempatan tersebut, Abbott juga mengungkapkan bahwa Australia akan merasa "sedih dan kecewa" jika eksekusi mati tetap dilangsungkan terhadap Myuran Sukumaran, 33 tahun, dan Andrew Chan, 31 tahun, dua warga Australia anggota Bali Nine yang tertangkap tangan membawa 8,2 kg heroin di Bandara Ngurah Rai Bali pada 2005.
Abbott mendesak Indonesia untuk mengingat kerusakan akibat bencana tsunami tahun 2004, yang menewaskan ratusan ribu orang di provinsi Aceh. Kala itu, Australia memberikan bantuan sebanyak A$1 miliar kepada Indonesia.
Pernyataan Abbott tersebut ditanggapi oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Arrmanatha Nasir, bahwa ancaman bukan jalan komunikasi yang baik.
"Ancaman bukan bahasa politik," ucap Arrmanatha yang akrab disapa Tata, setelah menggelar jumpa pers di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (18/2).
Tata juga berharap pernyataan Abbott tersebut tidak menggambarkan sikap Australia yang sesungguhnya.
"Saya belum baca, tapi dari perkataan kita bisa lihat warna asli seseorang. Saya berharap ini bukan warna asli Australia," ujar Tata.
Pada Selasa (17/2), pemerintah Indonesia menunda pemindahan lima narapidana, termasuk dua warga Australia, ke penjara lain untuk eksekusi, karena alasan kesehatan dan permintaan keluarga yang ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan para narapidana.
Abbott dan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon telah meminta kepada Indonesia untuk tidak mengeksekusi narapidana narkoba, yang merupakan warga negara Brasil, Perancis, Ghana, Nigeria, Filipina, serta warga Indonesia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menolak permohonan grasi para terpidana narkoba dan tetap akan melanjutkan eksekusi.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Senin (16/2) juga mengatakan bahwa eksekusi mati tak melanggar hukum internasional.
Credit CNN Indonesia