Selasa, 05 Maret 2019

Qatar Masih Pelajari Sistem Rudal S-400 Buatan Rusia


Sistem rudal darat-ke-udara jarak menengah dan jarak jauh Rusia S-400 saat parade Hari Kemenangan perayaan 71 tahun kemenangan atas Nazi Jerman di Perang Dunia II di Red Square, Moskow, Rusia, 9 Mei 2016.
Sistem rudal darat-ke-udara jarak menengah dan jarak jauh Rusia S-400 saat parade Hari Kemenangan perayaan 71 tahun kemenangan atas Nazi Jerman di Perang Dunia II di Red Square, Moskow, Rusia, 9 Mei 2016.
Foto: REUTERS/Grigory Dukor

Rusia mengatakam ada pembahasan tentang pengadaan berbagai macam alat militer.



REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Qatar mengatakan masih mempelajari pembelian sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia, Senin (4/3). Qatar juga menambahkan potensi adanya kesepakatan bukan urusan Arab Saudi.

Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman ath-Thani, juga mengungkapkan tidak ada tanda-tanda meredanya pertikaian Teluk mengenai tuduhan Arab Saudi. Sejumlah negara Arab mengatakan Qatar mendukung terorisme. Tuduhan yang dibantah oleh Qatar.

"Ada pembahasan tentang pengadaan berbagai macam peralatan buatan Rusia, namun belum ada pemahaman tentang peralatan khusus ini (S-400)," kata Sheikh Mohammed saat konferensi pers gabungan bersama Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.

"Sehubungan dengan Arab Saudi atau negara-negara lain, ini bukan urusan kalian. Ini mutlak keputusan Qatar," kata dia.


Ia menambahkan komite urusan teknik sedang mempelajari pilihan yang terbaik bagi militer negara kecil namun kaya tersebut. Menlu Qatar menanggapi pertanyaan soal laporan Juni lalu oleh harian Prancis La Monde bahwa Raja Arab Saudi Salman telah mengirim surat kepada presiden Prancis. Melalui surat tersebut Raja Salman menyampaikan keprihatinan atas pembicaraan antara Doha dan Moskow tentang sistem S-400.

Sheikh Mohammed mengatakan pembahasan dengan Larvov, yang berada di Doha pada kunjungan pertama tur negara Teluk, juga mencakup isu tentang Suriah dan Libya. Dia kembali menegaskan Doha belum siap memulihkan hubungan dengan Suriah, dengan mengatakan negara yang hancur akibat perang itu harus memiliki penyelesaian politik dan pemimpin yang dipilih oleh rakyatnya. Dia juga menyerukan terciptanya persatuan di Libya.





Credit  republika.co.id