CB, Jakarta - Jaksa
Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC)
mengatakan pemeriksaan terhadap kejahatan kemanusiaan pemerintahan
Presiden Filipina Rodrigo Duterte akan tetap berlanjut, meskipun Filipina menarik diri dari ICC.
Filipina secara resmi mengumumkan pengunduran diri dari pengadilan yang bermarkas di Den Haag pada Minggu, 17 Maret 2019.
Dikutip dari Reuters, 21 Maret 2019, Jaksa Fatou Bensouda mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa International Criminal Court terus memiliki yurisdiksi atas kemungkinan kejahatan yang dilakukan selama periode negara tersebut menjadi anggota.
Bensouda telah memeriksa apakah ribuan pembunuhan di luar proses
pengadilan yang diduga dilakukan selama tindakan keras Presiden Rodrigo
Duterte terhadap narkoba sudah cukup untuk menjamin penyelidikan formal.
Jaksa Mahkamah Kejahatan Internasional, ICC, Fatou Bensouda [File photo]
Juru bicara Duterte mengatakan ICC tidak memiliki dasar untuk melanjutkan pemeriksaan pendahuluan dan pemerintah tidak akan bekerja sama dengan ICC.
"Mereka tidak bisa masuk ke sini jika itu tujuan mereka, untuk menyelidiki. Anda sudah masuk ke dalam kedaulatan kami," kata juru bicara kepresidenan Salvador Panelo pada konferensi pers reguler, seperti dikutip dari Reuters.
Lebih dari 5.000 tersangka pengedar narkoba tewas dalam operasi anti-narkotika polisi sejak Duterte menjabat pada Juni 2016.
Kelompok-kelompok HAM dan para kritikus mengatakan beberapa pembunuhan adalah eksekusi singkat. Polisi membantah tuduhan tersebut, mengatakan mereka harus menggunakan kekuatan mematikan karena tersangka bersenjata dan melawan saat penangkapan.
Filipina secara sepihak mengundurkan diri dari ICC pada Maret 2018 atas apa yang disebut Duterte sebagai serangan keterlaluan dan pelanggaran proses hukum olehnya.
"Kami telah menunjukkan bahwa di negara ini kami memiliki sistem peradilan yang kuat dan fungsional dan sangat efektif," kata Panelo.
Jubir kepresidenan Filipina itu mengatakan bahwa prosedur Mahkamah Kejahatan Internasional adalah salah satu bentuk penganiayaan politik terhadap Rodrigo Duterte.
Filipina secara resmi mengumumkan pengunduran diri dari pengadilan yang bermarkas di Den Haag pada Minggu, 17 Maret 2019.
Dikutip dari Reuters, 21 Maret 2019, Jaksa Fatou Bensouda mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa International Criminal Court terus memiliki yurisdiksi atas kemungkinan kejahatan yang dilakukan selama periode negara tersebut menjadi anggota.
Jaksa Mahkamah Kejahatan Internasional, ICC, Fatou Bensouda [File photo]
Juru bicara Duterte mengatakan ICC tidak memiliki dasar untuk melanjutkan pemeriksaan pendahuluan dan pemerintah tidak akan bekerja sama dengan ICC.
"Mereka tidak bisa masuk ke sini jika itu tujuan mereka, untuk menyelidiki. Anda sudah masuk ke dalam kedaulatan kami," kata juru bicara kepresidenan Salvador Panelo pada konferensi pers reguler, seperti dikutip dari Reuters.
Lebih dari 5.000 tersangka pengedar narkoba tewas dalam operasi anti-narkotika polisi sejak Duterte menjabat pada Juni 2016.
Kelompok-kelompok HAM dan para kritikus mengatakan beberapa pembunuhan adalah eksekusi singkat. Polisi membantah tuduhan tersebut, mengatakan mereka harus menggunakan kekuatan mematikan karena tersangka bersenjata dan melawan saat penangkapan.
Filipina secara sepihak mengundurkan diri dari ICC pada Maret 2018 atas apa yang disebut Duterte sebagai serangan keterlaluan dan pelanggaran proses hukum olehnya.
"Kami telah menunjukkan bahwa di negara ini kami memiliki sistem peradilan yang kuat dan fungsional dan sangat efektif," kata Panelo.
Jubir kepresidenan Filipina itu mengatakan bahwa prosedur Mahkamah Kejahatan Internasional adalah salah satu bentuk penganiayaan politik terhadap Rodrigo Duterte.
Credit tempo.co