Senin, 11 Maret 2019

ICC Bakal Lanjutkan Investigasi Duterte Meski Filipina Keluar?



Foto 19 April 2018 ini, menunjukkan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, bercanda kepada fotografer ketika dia memegang senapan Galil buatan Israel yang dipamerkan oleh mantan Kepala Kepolisian Nasional Filipina Jenderal Ronald
Foto 19 April 2018 ini, menunjukkan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, bercanda kepada fotografer ketika dia memegang senapan Galil buatan Israel yang dipamerkan oleh mantan Kepala Kepolisian Nasional Filipina Jenderal Ronald "Bato" Dela Rosa di upacara pergantian-komando di Kamp Crame di kota Quezon timur laut Manila. (AP Photo / Bullit Marquez, File)

CBManila – Pengadilan Kriminal Internasional atau ICC kemungkinan bakal melanjutkan investigasi terhadap Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, terkait dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan meskipun negara itu menarik diri dari keanggotaan.

Duterte memerintahkan Filipina mundur dari keanggotaan ICC karena dilaporkan ke pengadilan internasional itu terkait perang narkoba, yang dinilai banyak kalangan menewaskan ribuan orang. Keanggotaan Filipina di ICC bakal efektif berlaku mulai Ahad pekan depan.
“Ada kemungkinan besar Presiden Filipina dan sejumlah pejabat lainnya yang berada di balik pembunuhan pada perang narkoba bakal terus diinvestigasi oleh jaksa penuntut ICC bahkan setelah 17 Maret,” kata Ruben Carranza, direktur Reparasi Keadilan di International Center for Transitional Justice, seperti dilansir oleh ABC – CBN pada Ahad, 10 Maret 2019.

ICC yang berbasis di The Hague meluncurkan pemeriksaan penduluan atas laporan mengenai peran Duterte dalam aksi pembunuhan tim pembunuh di Davao City. Duterte sempat menjadi wali kota selama 2 dekade di kota itu. Dia juga menghadapi laporan di ICC terkait perang narkoba, yang telah merenggut korban ribuan jiwa.
Pelaporan kasus ini ke ICC menyebabkan Duterte memutuskan menarik Filipina keluar dari keanggotaan pengadilan pada Mei 2018.
“Ada preseden bahwa meskipun sebuah negara menarik diri dari ICC, jaksa penuntut tetap menginvestigasi kasusnya,” kata Carranza.
Ini terjadi pada Burundi, yang keluar dari ICC namun jaksa penuntut tetap memeriksa dugaan aktor negara terlibat dalam serangan luas terhadap warga sipil.
Sebelumnya, Duterte beralasan Statuta Roma, yang menjadi dasar pendirian ICC, tidak efektif ataupun tidak bisa dijalankan di Filipina karena tidak diumumkan secara lokal.
“Itu adalah posisi legal yang memalukan bagi pemerintah,” kata Carranza mengkritik alasan Duterte. Ini karena Manila telah menyumbang dana untuk operasional ICC dan juga telah menominasikan seorang hakim aktif.

Elvira Miranda, ibu dari Leover Miranda dari korban tewas akibat narkoba menangis dekat peti mati anaknya saat upacara pemakaman di Manila, Filipina, 20 Agustus 2017. AP
Selain menggunakan jalur ICC, para pelapor Duterte juga bisa menggunakan dua mekanisme legal lainnya untuk mengusut pemimpin yang terkenal dengan gaya bicara blak-blakan itu.

Jalur pertama adalah meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa memeriksa kasus perang narkoba yang digencarkan pemerintahan Duterte. Dan jalur kedua adalah menggunakan yurisdiksi universal oleh negara maju yang memiliki kekuasaan untuk menginvestigasi pemimpin asing.
Saat ini, Carranza mengatakan, PBB telah membentuk mekanisme penyelidikan untuk perang di Suriah dan dugaan pelanggaran HAM warga minoritas etnis Rohingya di Myanmar.
Secara terpisah, pengacara Jude Sabio mengatakan ICC telah memintanya untuk menghadirkan saksi menjelang keluarnya Filipina pada 17 Maret 2019 dari keanggotaan di pengadilan internasional itu.
Seperti dilansir CNN Filipina, Sabio merupakan pengacara dari Edgar Matobato dan Arturo Lascanas, yang keduanya mengaku sebagai orang suruhan Wali Kota Duterte untuk melakukan pembunuhan ekstra-judisial di Davao City.
Pada April 2017, Sabio menyerahkan dokuman 77 halaman mengenai pembunuhan di Davao City. Senator Antonio Trilanes dan anggota DPR Gary Alejano ikut memberikan informasi soal sepak terjang Duterte ini.



Credit  tempo.co