Jumat, 14 September 2018

AS Jual Rudal dan Jet Tempur Senilai Rp38,5 Triliun ke Korsel


AS Jual Rudal dan Jet Tempur Senilai Rp38,5 Triliun ke Korsel
Ilustrasi rudal Patriot. (Reuters/Issei Kato/File Photo)


Jakarta, CB -- Amerika Serikat menyetujui kesepakatan penjualan jet tempur dan rudal ke Korea Selatan dengan nilai mencapai US$2,6 miliar atau setara Rp38,5 triliun.

Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS (DSCA) menjabarkan bahwa penjualan itu termasuk enam pesawat tempur Poseidon bernilai US$2,1 miliar, setara Rp31,1 triliun.

Selain itu, Washington juga menyetujui kontrak untuk menjual 64 rudal Patriot senilai $501 juta, setara Rp7,4 triliun.



Kongres masih dapat membatalkan kesepakatan penjualan ini dalam 15 hari. Namun, kesepakatan ini kemungkinan besar disetujui mengingat hubungan baik AS dan Korsel, di mana ribuan tentara Washington diterjunkan di tengah ancaman Korea Utara.


"Penjualan ini mendukung kebijakan luar negeri AS dan mencapai tujuan pertahanan negara dengan memperkuat angkatan laut Korea untuk membantu pertahanan nasional dan berkontribusi signifikasn bagi operasi koalisi," demikian pernyataan resmi DSCA.

AFP melaporkan bahwa pesawat P-8A Poseidon yang ada dalam daftar penjualan ini bisa digunakan untuk misi pengawalan dan pengintaian, juga senjata anti-kapal permukaan dan anti-kapal selam.


Sementara itu, Rudal Patriot yang akan diproduksi oleh perusahaan Lockheed Martin, dirancang untuk mengintersepsi rudal balistik, rudal jelajah, dan ancaman udara lainnya.

Korea Selatan membeli Rudal Patriot untuk "memperkuat pertahanan udara, menjaga keamanan nasional, serta mencegah ancaman serangan."

"Penjualan persenjataan ini tidak akan mengubah keseimbangan militer di wilayah ini," bunyi pernyataan DSCA.



Kesepakatan ini tercapai di tengah ketidakpastian kesepakatan denuklirisasi antara AS dan Korut.

Presiden AS, Donald Trump, dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, berkomitmen untuk melakukan denuklirisasi di Semananjung Korea dalam pertemuan mereka di Singapura pada Juni.

Namun, belum ada perkembangan signifikan dari hasil pertemuan tersebut. Kedua negara masih berselisih pendapat mengenai detail kesepakatan yang harus dicapai.




Credit  cnnindonesia.com