Rabu, 06 Juni 2018

Indonesia Diharapkan Menjadi Penggerak Indo-Pasifik


Indonesia Diharapkan Menjadi Penggerak Indo-Pasifik
ASEAN diharapkan menjadi inti untuk menggerakan strategi geo politik Indo-Pasifik, dan Indonesia menjadi salah satu penggeraknya. (ASEAN2018 Organising Committee/Handout Via REUTERS)


Jakarta, CB -- Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) diharapkan menjadi inti untuk menggerakan strategi geo politik Indo-Pasifik, dan Indonesia menjadi salah satu penggeraknya. Menurut Kepala Analisis Kebijakan dan Pengembangan Kementrian Luar Negeri, Siswo Purwono, Indonesia harus turuk aktif mengelola dalam konteks geo-politik yang baru tersebut.

"Indonesia harus tetap relevan karena memiliki posisi yang strategis dalam konteks geo-politik ini. Selain itu anggota-anggota ASEAN harus memimpin mekanisme dari Indo-Pacific," kata Siswo dalam acara bedah buku "Indonesia's Foreign Policy and Grand Strategy in the 21st Century: Rise of an Indo-Pacific Power pekan lalu.

Konsep Indo-Pasifik merupakan menyambungkan antara dua samudra dimana titik temunya berada di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia harus menjadi peran utama dalam kerja sama geo-politik ini.



Philips Vermonte Direktur Eksekutif Centre For Strategic and International Studies (CSIS) menilai meski punya peran dan kemampuan, namun keinginan para pemimpin tidaklah seperti di masa awal kemerdekaan.





"Indonesia memiliki peran dan kemampuan kepemimpinan, pengajuan ide, mengelola hubungan yang mungkin karena ada kepercayaan yang tinggi dari negara-negara lain karena kita sering melakukan hal ini," kata Vermonte yang dijumpai CNNIndonesia.com pada acara yang sama.

"Kedua Indonesia dan ASEAN memiliki kemampuan untuk meyakinkan dan mengumpulkan dalam satu tempat, misalnya sebelum Indo-Pasifik ada Asian Plus One, Plus Two, Plus Three, dan Asian Summit hal itu menunjukan kita dipercaya oleh negara lain, sehingga membuat kerja sama ini menjadi global," kata Vermonte

Selain itu, Indonesia harus memiliki kapabilitas, keinginan dari Presiden kita untuk mengejar ambisi global, serta pengakuan dari dunia internasional bahwa kita memiliki pengaruh di kancah internasional.

"Tiga hal tersebut harus diperhatikan jika Indonesia ingin memiliki pengaruh dalam dunia internasional" kata Vermonte.



"Kita harus memperhatikan hal ini, karena ini merupakan faktor yang sangat dinamis, kapabilitas bisa naik bisa turun, masih banyak persoalan domestik seperti tingkat kemakmuran, pembangunan militer dan lain-lain, itu kan harus kita kerjakan, namun berdasarkan banyak diskusi, kita sedang mengerjakan semua hal itu namun kita tidak tau bagaimana akhirnya," tambah dia.

Vermonte menilai pemimpin Indonesia kurang mengedepankan kepemimpinan dan hanya mencari platform multilateral.

"Pemimpin kita pada saat era Soekarno, dia sangat aktif mengejar status kepemimpinan dengan memimpin konfreensi Afrika dan lain-lainnya, tapi sebaliknya pemimpin setelah Orde Baru dan seterusnya tidak terlalu memperlihatkan ambisi-ambisi yang jelas dalam status kepemimpinan. Presiden setelah Soekarno lebih condong untuk mencari platform-platform yang sifatnya multilateral." kata Vermonte.

Indonesia terus mengusung gagasan kerja sama Indo Pasifik ke berbagai pertemuan ASEAN belakangan ini. Gagasan ini pernah diutarakan Mantan Menlu Marty Natalegawa pada saat menjadi Menlu RI pada Mei 2013. Dia membuat sebuah pendekatan Indo-Pasifik di ASEAN saat berbicara di Pusat Kajian Strategis dan Internasional di Washington. Secara khusus, ide itu adalah perluasan dari TAC yang berkomitmen untuk tidak menggunakan kekuatan dalam penyelesaian sengketa.



Namun Marty lewat sebuah artikel di Strait Times menyatakan menyayangkan gagasan ini diangkat di saat pemerintah Amerika Serikat Donald Trump mempromosikan konsep Indo-Pasifik juga. Terutama karena ASEAN dan KTT Asia Timur secara resmi telah mengakui pentingnya Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC) Indo-Pasifik pada 2013-2014.

"Saat ini Amerika Serikat telah memilih untuk mengadopsi perspektif Indo-Pasifik. Dengan ketiadaan visi geopolitik alternatif Asean, apapun itu, kita mungkin belum melihat injeksi politik kekuasaan ala Perang Dingin ke kawasan Pasifik, dengan kemungkinan dampak negatif yang mungkin timbul pada ASEAN," tulis Marty.

Meski begitu, Marty juga melihat peluang untuk mengubah dinamika antar bangsa secara positif, untuk secara proaktif memanfaatkan peluang yang ada, menetapkan norma-norma baru dalam hubungan antar negara untuk meningkatkan perdamaian dan memanfaatkan kepentingan semua negara dalam keamanan bersama.



Credit  cnnindonesia.com