CB, Jakarta - Presiden Afganistan
Ashraf Ghani mengutuk serangan bom bunuh diri pada Senin, 4 Juni 2018,
yang terjadi di luar sebuah tenda pertemuan damai para ulama Islam di
ibu kota Kabul, Afganistan. Pertemuan para ulama itu ditujukan untuk
mengesahkan fatwa larangan serangan teror bunuh diri.
Serangan bom bunuh diri pada Senin itu diklaim kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan menewaskan 14 orang. Tujuh dari jumlah tersebut adalah ulama. Serangan bom bunuh diri itu adalah serangan terbaru yang mengancam keamanan parlemen dan Afganistan menjelang penyelenggaraan pemilu dewan distrik pada 20 Oktober 2018.
Melalui video yang diunggahnya, Ghani mengatakan aksi bom yang menargetkan korban dalam jumlah besar—yang terdiri atas petinggi agama dan ulama—itu merupakan aksi penyerangan atas nabi dan nilai-nilai Islam.
Pertemuan para ulama itu berlangsung selama dua hari, 3-4 Juni 2018.
Dalam pertemuan itu, para ulama sepakat mengesahkan fatwa atau hukum
Islam yang menentang aksi pengeboman dan meminta kelompok militan
Taliban mengembalikan perdamaian dengan meninggalkan Afganistan.
Presiden Afganistan, Ashraf Ghani. AFP via presstv.ir
Mengenai serangan ini, Taliban menyatakan aksi bom tersebut tidak ada kaitannya dengan mereka. Mereka menyebut pertemuan para ulama tersebut sebagai “proses Amerika”, yang diselenggarakan atas pilihan dari pemikiran orang Amerika Serikat.
Aksi bom yang sering meneror warga Afganistan tidak berkurang frekuensinya pada bulan suci Ramadan ini. Bahkan, pada Selasa, 5 Juni 2018, terjadi aksi pemboman di dekat area sekolah perempuan di Provinsi Nangarhar, Afganistan. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.
Menyusul tingginya aksi penyerangan yang dilakukan kelompok militan garis keras, banyak sekolah di Afganistan tutup. Walhasil, kondisi ini mengurangi kesempatan anak-anak Afganistan menikmati pendidikan di bangku sekolah, bahkan sebagian di antaranya tidak pernah merasakan pendidikan.
Serangan bom bunuh diri pada Senin itu diklaim kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan menewaskan 14 orang. Tujuh dari jumlah tersebut adalah ulama. Serangan bom bunuh diri itu adalah serangan terbaru yang mengancam keamanan parlemen dan Afganistan menjelang penyelenggaraan pemilu dewan distrik pada 20 Oktober 2018.
Melalui video yang diunggahnya, Ghani mengatakan aksi bom yang menargetkan korban dalam jumlah besar—yang terdiri atas petinggi agama dan ulama—itu merupakan aksi penyerangan atas nabi dan nilai-nilai Islam.
Presiden Afganistan, Ashraf Ghani. AFP via presstv.ir
Mengenai serangan ini, Taliban menyatakan aksi bom tersebut tidak ada kaitannya dengan mereka. Mereka menyebut pertemuan para ulama tersebut sebagai “proses Amerika”, yang diselenggarakan atas pilihan dari pemikiran orang Amerika Serikat.
Aksi bom yang sering meneror warga Afganistan tidak berkurang frekuensinya pada bulan suci Ramadan ini. Bahkan, pada Selasa, 5 Juni 2018, terjadi aksi pemboman di dekat area sekolah perempuan di Provinsi Nangarhar, Afganistan. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.
Menyusul tingginya aksi penyerangan yang dilakukan kelompok militan garis keras, banyak sekolah di Afganistan tutup. Walhasil, kondisi ini mengurangi kesempatan anak-anak Afganistan menikmati pendidikan di bangku sekolah, bahkan sebagian di antaranya tidak pernah merasakan pendidikan.
Credit tempo.co