JAKARTA
- Sosok Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot
Nurmantyo yang ditolak masuk ke Amerika Serikat (AS) menjadi sorotan
media-media internasional, khususnya media Australia. Jenderal Gatot
pernah marah pada militer Australia soal penghinaan Pancasila dan pernah
menyentil rotasi pasukan AS di Darwin yang dekat dengan Papua Barat.
Pada desember lalu Panglima TNI marah dan menangguhkan sementara program pertukaran militer. Pemicunya adalah soal materi ajar di Campbell Barracks, Perth, yang dianggap menghina Pancasila, dasar negara Indonesia. Dalam materi itu, Pancasila dipelesetkan menjadi “pantat sila”.
Selain itu, Panglima TNI juga curiga militer negara tetangga itu merekrut para perwira terbaik Indonesia. Kecurigaan itu disangkal militer Canberra.
Kerja sama militer dipulihkan lagi pada akhir Februari ketika kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Australia. Pemulihan itu juga menyusul permintaan maaf Panglima Militer Australia Angus Campbell kepada Jenderal Gatot.
Panglima TNI juga pernah menyentil rotasi pasukan AS di Darwin, khususnya yang berdekatan dengan Papua Barat. Reaksi itu wajar, terlebih isu Papua Barat masih sensitif.
Jenderal Gatot pernah berkomentar bahwa dia sempat menghabiskan 90 menit di pelabuhan untuk melihat fasilitas marinir AS di Darwin. Dia mengkritik Australia yang menjadi tuan rumah bagi marinir AS. Dia juga mempertanyakan perlunya pengerahan marinir negeri Paman Sam secara massal ke dekat wilayah Indonesia.
Seperti diketahui AS belum lama ini mengerahkan sekitar 200 marinir di Darwin. Namun, militer Washington mengklaim pengerahan ratusan marinir itu bukan untuk mengancam Indonesia.
Seorang komandan militer AS, Letnan Kolonel Brian S Middleton mengatakan Indonesia tidak perlu takut dengan penyebaran marinir AS tersebut. Kehadiran 200 marinir itu merupakan gelombang pertama dari total 1.250 marinir AS yang akan dikerahkan di Darwin.
”Saya menyadari komentarnya (Jenderal Gatot). Indonesia tidak perlu takut atas penyebaran (pasukan) angkatan laut AS ke Darwin,” katanya.
”Aliansi AS dengan Australia tetap kuat dan kami tahu mengapa kami di sini. Itu untuk Marinir AS dan Diggers Aussie berlatih dan beroperasi bersama satu sama lain,” lanjut Middleton.
Pada desember lalu Panglima TNI marah dan menangguhkan sementara program pertukaran militer. Pemicunya adalah soal materi ajar di Campbell Barracks, Perth, yang dianggap menghina Pancasila, dasar negara Indonesia. Dalam materi itu, Pancasila dipelesetkan menjadi “pantat sila”.
Selain itu, Panglima TNI juga curiga militer negara tetangga itu merekrut para perwira terbaik Indonesia. Kecurigaan itu disangkal militer Canberra.
Kerja sama militer dipulihkan lagi pada akhir Februari ketika kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Australia. Pemulihan itu juga menyusul permintaan maaf Panglima Militer Australia Angus Campbell kepada Jenderal Gatot.
Panglima TNI juga pernah menyentil rotasi pasukan AS di Darwin, khususnya yang berdekatan dengan Papua Barat. Reaksi itu wajar, terlebih isu Papua Barat masih sensitif.
Jenderal Gatot pernah berkomentar bahwa dia sempat menghabiskan 90 menit di pelabuhan untuk melihat fasilitas marinir AS di Darwin. Dia mengkritik Australia yang menjadi tuan rumah bagi marinir AS. Dia juga mempertanyakan perlunya pengerahan marinir negeri Paman Sam secara massal ke dekat wilayah Indonesia.
Seperti diketahui AS belum lama ini mengerahkan sekitar 200 marinir di Darwin. Namun, militer Washington mengklaim pengerahan ratusan marinir itu bukan untuk mengancam Indonesia.
Seorang komandan militer AS, Letnan Kolonel Brian S Middleton mengatakan Indonesia tidak perlu takut dengan penyebaran marinir AS tersebut. Kehadiran 200 marinir itu merupakan gelombang pertama dari total 1.250 marinir AS yang akan dikerahkan di Darwin.
”Saya menyadari komentarnya (Jenderal Gatot). Indonesia tidak perlu takut atas penyebaran (pasukan) angkatan laut AS ke Darwin,” katanya.
”Aliansi AS dengan Australia tetap kuat dan kami tahu mengapa kami di sini. Itu untuk Marinir AS dan Diggers Aussie berlatih dan beroperasi bersama satu sama lain,” lanjut Middleton.
Terkait penolakan masuk Jenderal Gatot ke Washington, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, dalam sebuah pernyataan di situsnya, mengaku sudah menghubungi staf Panglima TNI. Namun, kedutaan masih merahasiakan alasan penolakan masuk Panglima TNI ke negeri Paman Sam itu oleh US Customs and Border Protection.
“Kedutaan tetap siap untuk memfasilitasi perjalanan Jenderal (Gatot) ke Amerika Serikat,” bunyi pernyataan Kedutaan.”Hanya saja, dia tidak dapat melakukan perjalanan seperti yang direncanakan.”
Gatot Nurmantyo diundang oleh Panglima Angkatan Bersenjata AS Jenderal Joseph Dunford Jr untuk menghadiri Konferensi Pemimpin Pertahanan tentang Perlawanan terhadap Kekerasan Ekstremisme pada 23-24 Oktober di Washington. Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia tidak dimasukkan dalam daftar larangan perjalanan yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump.
Duta Besar AS Joseph Donovan meminta maaf atas insiden tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Christiawan Nasir mengatakan wakil duta besar AS akan dipanggil hari ini (23/10/2017) untuk dimintai penjelasan soal masalah ini. Wakil duta besar AS yang dipanggil karena Duta Besar Donovan sedang tidak berada di Indonesia.
Credit sindonews.com