Senin, 02 Oktober 2017

PM Spanyol Tidak Mengakui Referendum Kemerdekaan Catalonia



PM Spanyol Tidak Mengakui Referendum Kemerdekaan Catalonia
PM Spanyol Mariano Rajoy memberikan pidato menanggapi referendum Catalonia. Foto/Istimewa



MADRID - Perdana Menteri Spanyol, Mariano Rajoy, bersikeras mengatakan tidak ada referendum kemerdekaan yang telah dilakukan di Catalonia. Ia mengatakan bahwa penyelenggara referendum telah menentang peraturan hukum.

Ia mengatakan hal tersebut setelah lebih dari 760 orang terluka dalam bentrokan antara polisi dan pemilih dalam sebuah referendum yang dikatakan Madrid sebagai tindakan ilegal.

"Orang-orang Catalonia telah ditipu untuk mengambil bagian dalam pemilihan yang dilarang," kata Rajoy seperti dikutip dari Reuters, Senin (2/10/2017).

"Referendum adalah sebuah strategi oleh pemerintah daerah terhadap legalitas dan keharmonisan demokratis dan merupakan jalan yang mengarah ke ketidakjelasan," imbuhnya.

Rajoy juga mengucapkan terima kasih kepada aparat keamanan untuk menegakkan hukum dan melakukan tugas mereka.

Dia juga menyerukan pertemuan dengan semua partai politik Spanyol untuk membahas masa depan negara itu setelah referendum tersebut.

Wilayah timur laut Spanyol Catalonia menyelenggarakan referendum pada Minggu (1/10/2017) kemarin ditengah tentangan pemerintah pusat. Referendum tersebut, yang dinyatakan ilegal oleh pemerintah pusat Spanyol karena dianggap inkonstitusional.

Penyelenggaraan referendum yang berujung pada bentrok ini telah membuat Spanyol memasuki krisis konstitusional terburuk dalam beberapa dasawarsa dan memperdalam keretakan antara Madrid dan Barcelona selama berabad-abad. 



Credit  sindonews.com



Menlu Spanyol Sebut Referendum Catalan Olok-olok Demokrasi



Menlu Spanyol Sebut Referendum Catalan Olok-olok Demokrasi
Menteri Luar Negeri Spanyol, Alfonso Dastis, menyebut referendum Catalan sebagai sebuah olok-olok demokrasi. Foto/Istimewa



MADRID - Rencana pemerintah daerah Catalan untuk mengadakan referendum kemerdekaan adalah olok-olok demokrasi. Hal itu dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Spanyol, Alfonso Dastis.

Dalam sebuah wawancara dengan Associated Press, Dastis menuduh pemerintah Catalan mencoba mempromosikan sistem eksklusif yang bertentangan dengan tujuan dan cita-cita Uni Eropa.

Dia mengatakan bahwa referendum tidak dapat disamakan dengan demokrasi, dengan mengatakan bahwa seringkali mereka adalah "instrumen pilihan para diktator."

Pemerintah Spanyol mengatakan referendum kemerdekaan untuk wilayah timur laut tidak konstitusional. Mahkamah Konstitusi negara tersebut telah menangguhkan pemungutan suara sehingga dapat mempertimbangkan masalah tersebut. Pejabat Catalan mengatakan bahwa mereka berencana mengadakan referendum pada hari ini, Minggu (1/10/2017).

"Apa yang mereka dorong bukanlah demokrasi, ini adalah sebuah olok-olok demokrasi, sebuah parodi demokrasi," kata Dastis.

"Orang-orang Catalan, yang merupakan bagian dari Spanyol, tidak dapat memutuskan sendiri untuk seluruh negara," imbuhnya seperti disitat dari Fox News.

Dastis pun membela keputusan pemerintah Spanyol untuk menyebarkan ribuan polisi bala bantuan ke Catalonia untuk mencegah pemungutan suara.

"Itu benar-benar dibenarkan," katanya, mengingat betapa telatnya Presiden Amerika Serikat (AS) John F. Kennedy "menggunakan tangan panjang undang-undang tersebut untuk menghentikan segregasi.

Dia mengatakan jika ada gangguan pada hari Minggu itu pasti akan berada di pihak mereka yang menganjurkan referendum.

Dastis mengatakan partai radikal CUP yang menopang pemerintahan Catalonia mempunyai pikiran separatis. Partai itu disebutnya mengadopsi sikap seperti Nazi dengan menunjuk pada orang-orang yag menentang referendum tersebut dan mendorong orang lain untuk melecehkan mereka.

Dia mengatakan bahwa CUP telah mengeluarkan poster dengan wajah walikota yang tidak mendukung referendum. Dastis lantas membandingkannya dengan penggunaan poster dan tanda Nazi untuk memilih rumah orang-orang Yahudi.  


Dastis juga mengkritik penggunaan anak-anak akhir pekan ini untuk menduduki sekolah di Catalonia sehingga bisa dijadikan tempat pemungutan suara dalam pemilihan kemerdekaan hari Minggu. Orangtua dan murid menduduki sekolah sehingga polisi tidak dapat membongkar tempat pemungutan suara di sana.






Credit  sindonews.com