Clark, Filipina (CB) - Filipina mengumunkan akhir
pertempuran selama lima bulan di bagian selatan Kota Marawi antara
pasukan keamanan Filipina dan militan yang loyal kepada ISIS.
"Tidak ada lagi militan di Marawi," kata Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana kepada wartawan di Clark di sela pertemuan para menteri pertahanan Asia Tenggara.
Panglima angkatan bersenjata Jenderal Eduardo Ano mengungkapkan paling sedikit 42 jenazah pemberontak ditemukan di dua gedung dan di sebuah masjid di zona pertempuran.
Pendudukan kota Marawi oleh pemberontak pro-ISIS telah menjadi tantangan keamanan internal paling besar bagi Filipina dalam beberapa tahun terakhir ini, demikian Reuters.
"Tidak ada lagi militan di Marawi," kata Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana kepada wartawan di Clark di sela pertemuan para menteri pertahanan Asia Tenggara.
Panglima angkatan bersenjata Jenderal Eduardo Ano mengungkapkan paling sedikit 42 jenazah pemberontak ditemukan di dua gedung dan di sebuah masjid di zona pertempuran.
Pendudukan kota Marawi oleh pemberontak pro-ISIS telah menjadi tantangan keamanan internal paling besar bagi Filipina dalam beberapa tahun terakhir ini, demikian Reuters.
Credit antaranews.com
Presiden Filipina nyatakan Marawi terbebas dari militan ISIS
Manila (CB) - Presiden Filipina Rodrigo Duterte
mendeklarasikan kota Marawi di bagian selatan terbebas dari militan ISIS
pada Selasa, meskipun seorang juru bicara militer mengatakan 20-30
pemberontak masih melawan dan menahan sekitar 20 sandera.
Berbicara kepada para tentara sehari setelah pembunuhan dua pemimpin aliansi pemberontak tersebut, Duterte mengatakan bahwa pertarungan telah berakhir dan sekarang saatnya untuk memulihkan orang-orang yang terluka dan membangun kembali kota berpenduduk 200 ribu orang di pulau Mindanao.
"Dengan ini saya menyatakan bahwa Kota Marawi terbebas dari pengaruh teroris yang menandai dimulainya rehabilitasi," ujar Duterte kepada para tentara di Marawi.
Isnilon Hapilon, "emir" ISIS di Asia Tenggara, dan Omarkhayam Maute, satu dari dua "Khalifah" yang memimpin aliansi militan Dawla Islamiya, tewas dalam operasi yang ditargetkan pada Senin. Mayat mereka telah ditemukan dan diidentifikasi, demikian keterangan pihak berwenang setempat.
Pendudukan 148 hari oleh loyalis ISIS menandai krisis keamanan dalam negeri terbesar Filipina pada tahun-tahun ini.
Para ahli mengatakan bahwa pemerintah telah bertahun-tahun meremehkan sejauh mana ekstremisme telah mengakar di daerah Muslim yang miskin dan terbelakang di Filipina yang mayoritas Katolik.
Juru bicara militer Restituto Padilla mengatakan bahwa meski pertarungan belum sepenuhnya selesai, pemberontak yang tersisa adalah orang-orang yang tidak lagi menjadi ancaman.
"Tidak mungkin mereka bisa keluar lagi, tidak ada jalan bagi siapapun untuk masuk," ujar Padilla kepada saluran berita ANC.
"Jadi mencekik mereka sampai mati pada saat ini akan sangat penting untuk dilakukan bagi pasukan kita, karena kawasan ini sangat terkuasai dan sangat terkendali," ujarnya.
Padilla mengatakan bahwa mata-mata warga negara Malaysia Mahmud Ahmad telah berada di kota Marawi sejak dimulainya pertarungan, dan militer yakin dia masih berada di sana.
Pihak berwenang setempat tidak dapat sepenuhnya yakin, namun mereka tidak melihat Mahmud sebagai ancaman.
"Dr. Mahmud adalah seorang akademisi, dia bukan pejuang," kata Padilla. "Kami tidak merasa dia orang yang bermasalah," jelasnya.
Beberapa ahli keamanan mengatakan Mahmud, 39, perekrut terampil dan penggalang dana yang dilatih di sebuah kamp Alqaeda di Afghanistan, merupakan kandidat pengganti Hapilon sebagai pemimpin IS di Asia Tenggara.
Berbicara kepada para tentara sehari setelah pembunuhan dua pemimpin aliansi pemberontak tersebut, Duterte mengatakan bahwa pertarungan telah berakhir dan sekarang saatnya untuk memulihkan orang-orang yang terluka dan membangun kembali kota berpenduduk 200 ribu orang di pulau Mindanao.
"Dengan ini saya menyatakan bahwa Kota Marawi terbebas dari pengaruh teroris yang menandai dimulainya rehabilitasi," ujar Duterte kepada para tentara di Marawi.
Isnilon Hapilon, "emir" ISIS di Asia Tenggara, dan Omarkhayam Maute, satu dari dua "Khalifah" yang memimpin aliansi militan Dawla Islamiya, tewas dalam operasi yang ditargetkan pada Senin. Mayat mereka telah ditemukan dan diidentifikasi, demikian keterangan pihak berwenang setempat.
Pendudukan 148 hari oleh loyalis ISIS menandai krisis keamanan dalam negeri terbesar Filipina pada tahun-tahun ini.
Para ahli mengatakan bahwa pemerintah telah bertahun-tahun meremehkan sejauh mana ekstremisme telah mengakar di daerah Muslim yang miskin dan terbelakang di Filipina yang mayoritas Katolik.
Juru bicara militer Restituto Padilla mengatakan bahwa meski pertarungan belum sepenuhnya selesai, pemberontak yang tersisa adalah orang-orang yang tidak lagi menjadi ancaman.
"Tidak mungkin mereka bisa keluar lagi, tidak ada jalan bagi siapapun untuk masuk," ujar Padilla kepada saluran berita ANC.
"Jadi mencekik mereka sampai mati pada saat ini akan sangat penting untuk dilakukan bagi pasukan kita, karena kawasan ini sangat terkuasai dan sangat terkendali," ujarnya.
Padilla mengatakan bahwa mata-mata warga negara Malaysia Mahmud Ahmad telah berada di kota Marawi sejak dimulainya pertarungan, dan militer yakin dia masih berada di sana.
Pihak berwenang setempat tidak dapat sepenuhnya yakin, namun mereka tidak melihat Mahmud sebagai ancaman.
"Dr. Mahmud adalah seorang akademisi, dia bukan pejuang," kata Padilla. "Kami tidak merasa dia orang yang bermasalah," jelasnya.
Beberapa ahli keamanan mengatakan Mahmud, 39, perekrut terampil dan penggalang dana yang dilatih di sebuah kamp Alqaeda di Afghanistan, merupakan kandidat pengganti Hapilon sebagai pemimpin IS di Asia Tenggara.
Credit antaranews.com