Kami takut. Ratusan petempur bertopeng ada di mana-mana ..."
Mogadishu (CB) - Bom jalanan menewaskan setidak-tidaknya
tujuh orang pada Minggu (22/10)di luar Mogadishu, Ibu Kota Somalia, yang
dikuasai kelompok garis keras, demikian laporan penduduk dan tentara
setempat.
"Kami mendengar kecelakaan besar hari ini, dan kami pergi ke tempat kejadian itu. Kami melihat sebuah minibus hancur dan setidak-tidaknya tujuh mayat, kebanyakan wanita. Kami tidak dapat mengenali beberapa orang. Mereka terlihat hanya potongan daging manusia," kata petani Nur Abdullahi, melalui telepon kepada kantor berita Reuters.
Pengeboman pada Minggu itu menghantam satu minibus di Desa Daniga, sekitar 40 kilometer barat laut Mogadishu.
Sebelumnya, dilaporkan pula ada truk pembom di Mogadishu pada akhir pekan lalu menewaskan setidak-tidaknya 358 orang, dan 56 orang masih dinyatakan hilang. Hampir semua korban tewas adalah warga dan serangan tersebut memicu unjuk rasa kemarahan di Ibu Kota Somalia itu.
Daerah pengeboman tersebut dekat dengan wilayah Al Shabaab, kelompok keras yang mengkalim terkait Al-Qaeda, berulang kali menyatakan ingin menggulingkan pemerintahan lemah yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan memberlakukan hukum Islam yang ketat.
Pada Minggu (15/10) juga terjadi ledakan di jalan Kilometer (KM)-4 Distrik Hodan, Mogadishu, yang menewaskan sejumlah orang dan merusak fasilitas umum maupun rumah penduduk sipil.
"Kami takut. Ratusan petempur bertopeng ada di mana-mana, dan kami juga mengantisipasi pemerintah akan menyerang di sini. Mereka juga menempatkan tali tambang di mana-mana dan hari ini kami mengemas baju kami untuk melarikan diri," kata Nur Abdullahi.
Sementara itu, salah seorang perwira militer Somalia mengatakan jumlah korban tewas mungkin lebih tinggi.
"Kami tahu minibus meninggalkan Kota Afgooye pagi ini, dan minibus itu membawa petani, kebanyakan wanita," kata Kapten Isa Osman dari Tentara Nasional Somalia.
Ia menimpali, "Minibus itu membawa lebih dari 10 orang. Kami tidak bisa mendapatkan banyak rincian karena daerah tersebut tidak dikuasai oleh pemerintah."
Setelah serangan Sabtu (21/10), Pemerintah Somalia menjanjikan serangan baru terhadap pemberontakan kelompok garis keras yang mengancam melakukan kudeta.
Somalia terbelah oleh perang saudara sejak 1991, ketika kaum panglima perang menggulingkan penguasa dan kemudian saling serang satu sama lainnya.
"Kami mendengar kecelakaan besar hari ini, dan kami pergi ke tempat kejadian itu. Kami melihat sebuah minibus hancur dan setidak-tidaknya tujuh mayat, kebanyakan wanita. Kami tidak dapat mengenali beberapa orang. Mereka terlihat hanya potongan daging manusia," kata petani Nur Abdullahi, melalui telepon kepada kantor berita Reuters.
Pengeboman pada Minggu itu menghantam satu minibus di Desa Daniga, sekitar 40 kilometer barat laut Mogadishu.
Sebelumnya, dilaporkan pula ada truk pembom di Mogadishu pada akhir pekan lalu menewaskan setidak-tidaknya 358 orang, dan 56 orang masih dinyatakan hilang. Hampir semua korban tewas adalah warga dan serangan tersebut memicu unjuk rasa kemarahan di Ibu Kota Somalia itu.
Daerah pengeboman tersebut dekat dengan wilayah Al Shabaab, kelompok keras yang mengkalim terkait Al-Qaeda, berulang kali menyatakan ingin menggulingkan pemerintahan lemah yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan memberlakukan hukum Islam yang ketat.
Pada Minggu (15/10) juga terjadi ledakan di jalan Kilometer (KM)-4 Distrik Hodan, Mogadishu, yang menewaskan sejumlah orang dan merusak fasilitas umum maupun rumah penduduk sipil.
"Kami takut. Ratusan petempur bertopeng ada di mana-mana, dan kami juga mengantisipasi pemerintah akan menyerang di sini. Mereka juga menempatkan tali tambang di mana-mana dan hari ini kami mengemas baju kami untuk melarikan diri," kata Nur Abdullahi.
Sementara itu, salah seorang perwira militer Somalia mengatakan jumlah korban tewas mungkin lebih tinggi.
"Kami tahu minibus meninggalkan Kota Afgooye pagi ini, dan minibus itu membawa petani, kebanyakan wanita," kata Kapten Isa Osman dari Tentara Nasional Somalia.
Ia menimpali, "Minibus itu membawa lebih dari 10 orang. Kami tidak bisa mendapatkan banyak rincian karena daerah tersebut tidak dikuasai oleh pemerintah."
Setelah serangan Sabtu (21/10), Pemerintah Somalia menjanjikan serangan baru terhadap pemberontakan kelompok garis keras yang mengancam melakukan kudeta.
Somalia terbelah oleh perang saudara sejak 1991, ketika kaum panglima perang menggulingkan penguasa dan kemudian saling serang satu sama lainnya.
Credit antaranews.com