Selasa, 17 Januari 2017

50 Jenderal Mundur, Reformasi Militer China Tak Pandang Bulu


Salah satu perwira tinggi yang mundur adalah Wakil Panglima AB China.
50 Jenderal Mundur, Reformasi Militer China Tak Pandang Bulu
Ads by Kiosked
Parade Militer China. (www.scmp.com)
 
CB – Tentara Pembebasan Rakyat China, sedang melakukan perombakan organisasi besar-besaran di tingkat perwira tinggi. Hampir 50 perwira tinggi, termasuk 18 jenderal bintang empat, segera mundur dari jabatannya.
Salah satunya, Wakil Panglima Angkatan Bersenjata China, Laksamana Sun Jiangou. "Perubahan ini ditujukan untuk mempromosikan dan memberi kesempatan bagi generasi baru untuk mengambilalih kepemimpinan," kata sumber di Markas Besar Tentara Pembebasan Rakyat China, seperti dikutip situs Sputniknews, Senin 16 Januari 2017.
Hingga akhir 2016, militer China memangkas 300 ribu, dari total jumlah yang mencapai 2,3 juta personel. Presiden Xi Jinping ingin mengoptimalkan keefektifan militer China dan meningkatkan kekuatan senjata melalui teknologi baru.
Dengan begitu, ia berharap, adanya terobosan dalam kemampuan pertahanan negeri Tirai Bambu untuk periode 2016-2020. Tahun ini, menurut data Global Firepower, China memiliki dua juta personel militer aktif, setelah dipangkas 300 ribu personel.
Di saat yang sama, jumlah penduduk China lebih dari 1,3 miliar, dengan personil militer yang mengalami kenaikan 0,4 persen dari populasi. Sebagai pembanding, Amerika Serikat, 'hanya' memiliki 1,4 juta, India dengan jumlah 1,3 juta, serta Rusia memiliki 770 ribu personil aktif.
Guru besar dari Akademi Ilmu Pengetahuan Militer Rusia, Vadim Kozyulin menilai, kebijakan reformasi militer China ini sebagai jawaban adanya skala prioritas geopolitik dengan Amerika Serikat.
"Kita tahu, China memiliki senjata nuklir. Itu adalah kekuatan militer yang terus berkembang dengan sangat canggih. Saat ini, suka tidak suka, China pesaing nyata AS," kata Kozyulin. Kekuatan utama Angkatan Bersenjata China telah berubah. Dari pengerahan pasukan besar-besaran, kemudian berubah menjadi beberapa divisi.
Pasukan Khusus AL China berlatih di atas kapal perang.
Personel AL China, saat latihan operasi pembebasan sandera.
Divisi yang relatif baru dibentuk ini, mengutamakan persenjataan yang sangat canggih. Baru-baru ini, China sudah memodernisasi artileri dan pasukan penerbangan, serta unit pertahanan udara.
Reformasi ini didukung oleh industri pertahanan nasional yang mampu mengembangkan dan memanufaktur hampir semua jenis senjata, termasuk yang paling modern. Dalam beberapa tahun terakhir, Angkatan Laut China, berubah drastis dari armada kecil (green water's navy) menjadi armada yang mampu mengarungi samudera (blue water's navy).
Doktrin mereka adalah menguasai Samudera Pasifik, termasuk di dalamnya Laut China Selatan. Dalam rangka memantapkan kehadirannya di kawasan yang disengketakan tersebut, Beijing sedang membangun apa yang disebut 'tembok besar di bawah air', sebuah proyek yang memungkinkan untuk melacak semua jenis kegiatan bawah air.
Contoh nyatanya sudah terjadi. Pada 15 Desember 2016, kapal penyelamat China, ASR-510, menangkap kapal tanpa awak (drone) yang diluncurkan oleh kapal oseanografi milik AS, USNS Bowditch. Insiden ini terjadi di perairan internasional, namun dapat segera diselesaikan melalui jalur diplomatik.




Credit  VIVA.co.id