Kamis, 26 Januari 2017

Menlu Sebut Ada Kejanggalan Kasus Penyelundupan Senjata Sudan


 
Menlu Sebut Ada Kejanggalan Kasus Penyelundupan Senjata Sudan  
Menlu Retno Marsudi menyebut ada kejanggalan dalam kasus dugaan penyelundupan senjata di Sudan. (CNN Indonesia/Safir Makki)
 
Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan dirinya gencar berkomunikasi dengan sejumlah pihak demi mendapatkan akses masuk bantuan hukum dari Indonesia untuk pasukan perdamaian Indonesia yang ditahan di Al-Fashir, Sudan.

Alasannya, ia menemukan sejumlah kejanggalan atas dugaan penyelundupan senjata yang dituduhkan. Namun, ia enggan menyebutkan kejanggalan itu. Menurutnya, informasi itu akan diverifikasi dulu.

"Kami menekankan secepat mungkin agar cepat bertemu dengan kontingen kita karena ada beberapa kejanggalan," kata Retno di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (25/1).
 

Ia mengatakan, proses normal perizinan masuk daerah Al- Fashir memerlukan waktu sekitar seminggu. Retno menyatakan, ia sudah meminta bantuan pemerintah dan otoritas Sudan untuk memberi izin masuk bantuan hukum Indonesia.

Namun, langkah itu dirasa belum cukup. Sehingga, Retno menuturkan, ia akan berkomunikasi dengan Dubes Sudan di Jakarta dan Menteri Luar Negeri Sudan demi mempercepat keluarnya izin masuk bantuan hukum ke Sudan.

Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto juga menyatakan, tuduhan penyelundupan senjata terhadap pasukan perdamaian Indonesia tidak lazim. Sejumlah kejanggalan dinilai terjadi dalam perkara ini, seperti munculnya peti berisikan senjata dengan tag berbeda dari kepunyaan Indonesia.

Hal serupa disampaikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Ia  mengatakan, tim investigasi akan dikirimkan ke Sudan malam ini. Tim nantinya berkoordinasi dengan PBB, pemerintah, dan otoritas setempat.




Credit  CNN Indonesia

Kompolnas: Polri Tak Terlibat Penyelundupan Senjata di Sudan


Kompolnas: Polri Tak Terlibat Penyelundupan Senjata di Sudan  
Satgas Garuda Bhayangkara II–Formed Police Unit 8 memperagakan yel saat mengikuti upacara pemberangkatan ke Sudan, di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/12) tahun lalu. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
 
Jakarta, CB -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meyakini anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tak terlibat dalam upaya penyelundupan sejumlah senjata dan amunisi saat bertugas menjaga perdamaian di Sudan.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan, pihaknya baru saja menyelesaikan supervisi terhadap pasukan Polri yang tergabung dalam Garuda Bhayangkara II – Formed Police Unit (FPU) 8 di El Fasher, Darfur, Sudan, bulan lalu.

Menurutnya, Kompolnas menemukan fakta bahwa tidak ada personel Polri yang ditangkap. Poengky mengatakan, yang terjadi hanya penundaan kepulangan dalam rangka membantu Misi Perdamaian PBB di Darfur (United Nations Missions in Darfur-UNAMID), PBB, dan Pemerintah Sudan.

Barang-barang yang berisi senjata ilegal tersebut bukan milik Polri ataupun pasukan FPU 8.

"Senjata itu tidak menggunakan label atau tanda identitas pasukan FPU 8, bahkan tidak ada dalam manifes barang pasukan FPU 8," kata Poengky dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (24/1).

Poengky menambahkan, Kompolnas mendukung seluruh pihak agar objektif, profesional, bertanggung jawab, akuntabel, dan transparan mengungkap kasus tersebut.

Poengky mengatakan, Kompolnas merekomendasikan pemerintah Indonesia dan Polri agar memberikan pendampingan dan asistensi kepada pasukan FPU 8, baik dalam bentuk pendampingan bahasa, konseling, serta hukum.

Ia juga mengusulkan kepada Polri untuk turut serta membantu kepolisian Sudan dan UNAMID dengan menyediakan bantuan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana untuk melakukan investigasi ilmiah (scientific investigation).

"Kompolnas menunggu hasil investigasi menyeluruh dari permasalahan tersebut, untuk itu Kompolnas mendukung semua investigasi yang dilakukan oleh Government of Sudan, UNAMID dan UN Headquarter," tutur Poengky.

Pasukan Indonesia sebelumnya dikabarkan telah ditahan saat hendak pulang usai menyelesaikan operasi di Sudan. Mereka diduga berupaya menyelundupkan sejumlah senjata dan amunisi yang terdiri dari 29 senapan Kalashnikov, empat buah senjata api, enam buah GM3, dan 61 jenis senjata lain.

Atas kejadian ini, pihak PBB segera melakukan investigasi setelah memperoleh informasi penahanan itu. Tim Polri juga dikabarkan segera bertolak ke Sudan untuk memberikan bantuan hukum dan mencari kejelasan dari permasalahan tersebut.

Di Sudan, terdapat dua misi perdamaian di bawah bendera PBB, yaitu UNAMID dan FPU.

UNAMID mengerahkan pasukan ke Darfur sejak Desember 2007 silam untuk membantu menghentikan kekerasan yang menargetkan warga sipil di Sudan bagian Barat.

UNAMID merupakan salah satu pasukan penjaga perdamaian internasional terbesar. Anggaran tahunan mereka mencapai sekitar US$1,35 miliar. Pada 2012, Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk menurunkan kekuatan komponen militer dan polisi dengan total personel 23 ribu orang.

Credit  CNN Indonesia

Polri Sebut Salah Paham soal Senjata Selundupan di Sudan


Polri Sebut Salah Paham soal Senjata Selundupan di Sudan  
Sebanyak 140 personel Kepolisian Negara Republik Indonesja (Polri) yang tergabung dalam pasukan Garuda Bhayangkara II Kontingen Formed Police Unit (FPU) IX resmi diberangkatkan ke Darfur, Sudan. (CNN Indonesia/Martahan Sohuturon)
 
Jakarta, CB -- Sebanyak 139 anggota Kepolisian RI ditahan di Sudan. Mereka dituding berupaya menyelundupkan senjata ketika hendak pulang ke Indonesia. Mabes Polri menduga ada kesalahpahaman atas kejadian itu dan segera membantah tuduhan tersebut.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul membenarkan anggotanya ditahan otoritas hukum Sudan. Mereka adalah pasukan perdamaian PBB yang tergabung dalam Formed Police Unit (FPU) 8. Tugas mereka selesai sejak akhir Desember 2016.

"Ada tuduhan kepada FPU 8 ingin menyelundupkan senjata. Menurut Komandan Satgas FPU 8, AKBP Jhon Huntalhutajulu, itu bukan milik mereka," kata Martinus di Mabes Polri, Jakarta, Senin (23/1).


Dia mengatakan, Polri akan mengirim personel ke Sudan untuk mendalami kasus ini. Pihaknya akan berkomunikasi dengan otoritas hukum setempat. Kedubes RI di Sudan juga akan membantu memulangkan para personel Polri.

Martinus meluruskan informasi terkait penangkapan sejumlah pasukan Indonesia di Sudan, lantaran diduga menyelundupkan senjata. Dia menyebut ratusan anggota Polri itu bukan ditangkap, melainkan tertahan sementara.

"Saya tegaskan, mereka bukan ditangkap tapi tertahan kepulangannya," kata Martinus.

Saat ini mereka tinggal sementara di Transit Camp. Sedangkan Garuda Camp yang sebelumnya mereka tempati telah diisi oleh pasukan FPU 9 yang baru tiba dari Indonesia.

Kronologi Kejadian

Martinus menjelaskan kronologi kepulangan FPU 8 hingga muncul tudingan penyelundupan senjata. Setelah menyelesaikan misi perdamaian di Sudan, seluruh anggota tim FPU 8 mulai bersiap kembali ke Indonesia pada 15 Januari 2017.

Sabtu, 21 Januari 2017, semua barang milik pasukan telah dikemas dan dibawa dalam dua kontainer dari Garuda Camp ke Bandara Al Fashir, Sudan. Dua kontainer itu dikawal 40 personel Polri. Sesuai rencana, pada hari itu ada serah terima pasukan FPU 8 dan 9 di Sudan.

"Pada Sabtu pagi, mereka sudah dilakukan pengecekan oleh Unamid. Barang-barang sudah dicek, diteliti dan dimasukkan ke kontainer, lalu ke Bandara," katanya.

Setelah tiga jam perjalanan, kontainer tiba di bandara. Begitu pun dengan anggota Polri yang tergabung dalam tim FPU 8. Para pengawal kontainer ikut menurunkan barang. Seperti biasa, semua barang bawaan diperiksa dengan mesin x-ray sebelum masuk ke bandara.

"Lewat semua (dari mesin x-ray). Barang-barang disusun jadi satu semuanya. Tapi 10 meter dari tumpukan, ada tumpukan lain," kata Martinus.

Seorang petugas bandara kemudian bertanya kepada personel Polri perihal barang yang letaknya dekat dengan koper-koper milik anggota Polri.

"Ini Indonesia punya? Dijawab bukan. Ditanya lagi, dijawab bukan. Sampai tiga kali bertanya, memang bukan karena kopernya berbeda tidak ada label Indonesia, warnanya berbeda," katanya.
Prajurit wanita dari Trimatra TNI mengikuti misi perdamaian PBB. 
Ilustrasi prajurit wanita dari Trimatra TNI mengikuti misi perdamaian PBB. (Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso)
Seorang petugas lainnya kemudian memasukkan koper mencurigakan tersebut ke mesin x-ray. Barulah diketahui koper yang dipertanyakan itu ternyata berisi senjata.

"Kopernya kan sama, kalau berangkat kayak jemaah haji. Dipastikan itu bukan berasal dari pasukan Indonesia menurut komandan satgas FPU 8," kata Martinus.

Sebelumnya, pasukan Indonesia dikabarkan telah ditahan saat hendak pulang usai menyelesaikan operasi di Sudan. Mereka diduga berupaya menyelundupkan sejumlah senjata dan amunisi yang terdiri dari 29 senapan Kalashnikov, empat buah GM3, dan 61 jenis senjata lain.

Atas kejadian ini, pihak PBB segera melakukan investigasi setelah memperoleh informasi penahanan ini. Tim Polri juga dikabarkan segera bertolak ke Sudan untuk memberikan bantuan hukum dan mencari kejelasan dari permasalahan ini.

Di Sudan, terdapat dua misi perdamaian di bawah bendera PBB, yaitu United Nations Missions in Darfur (Unamid) dan Formed Police Unit (FPU).

Unamid mengerahkan pasukan ke Darfur sejak Desember 2007 silam untuk membantu menghentikan kekerasan yang menargetkan warga sipil di Sudan bagian Barat.

Unamid merupakan salah satu pasukan penjaga perdamaian internasional terbesar. Anggaran tahunan mereka mencapai sekitar US$1,35 miliar. Pada 2012, Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk menurunkan kekuatan komponen militer dan polisi dengan total personel 23 ribu orang.
Credit  CNN Indonesia


TNI Bantah Terlibat Penyelundupan Senjata di Sudan


TNI Bantah Terlibat Penyelundupan Senjata di Sudan  
Ilustrasi prajurit TNI ikut misi perdamaian PBB. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
 
Jakarta, CB -- Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Wuryanto membenarkan kabar penangkapan sejumlah pasukan Indonesia yang tergabung dalam Misi Perdamaian PBB di Darfur, Sudan. Namun Wuryanto membantah ada anggota TNI yang ikut ditangkap dalam upaya penyelundupan senjata di Sudan.

"Kejadian tersebut benar, pada saat pemeriksaan ditemukan beberapa senjata dan amunisi, tapi sekali lagi tidak ada keterlibatan anggota satgas United Nations Mission in Darfur (Unamid). Silakan konfirmasi ke pihak terkait dalam penugasan ini," kata Wuryanto saat memberikan keterangan pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (23/1).

Dia memastikan kabar tersebut setelah mengecek langsung ke beberapa pejabat yang berwenang dalam penugasan itu. Tiga pejabat yang dikonfirmasi di antaranya adalah Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) TNI Brigadir Jenderal Marzuki yang berada di New York, Komandan Sektor Unamid Brigadir Jenderal Nur Alamsyah di Sudan, serta Komandan Satgas Batalyon Komposit TNI Kontingan Garuda XXXV-B Unamid di Dafur Letnan Kolonel (Inf) Singgih Pambudi Arianto.


Sebelumnya beredar kabar terkait anggota misi perdamaian UNAMID yang ditangkap di Bandara Al Fashir, Sudan, pada 20 Januari lalu. Mereka mencoba menyelundupkan senjata dan amunisi pada saat akan kembali ke Indonesia usai menyelesaikan tugas.

Wuryanto menyampaikan, saat ini satgas UNAMID masih berada di Sudan. Mereka akan kembali ke Indonesia pada Maret mendatang.

"Yang jelas satgas kontingen garuda XXXV-B di Sudan. Saat ini masih melaksanakan penugasan sampai Maret. Peristiwa terjadi saat pemulangan satgas yang lain karena selesai melaksanakan tugas," katanya.

Kementerian Luar Negeri RI juga membenarkan informasi penangkapan sejumlah pasukan Indonesia yang tergabung dalam Unamid di Sudan, lantaran diduga menyelundupkan senjata pada Jumat pekan lalu.


"Kami sudah mendapatkan laporan mengenai ini. Duta Besar RI di Khartoum juga sudah di lokasi memberikan pendampingan kepada pasukan polisi Indonesia tersebut," ujar juru bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nasir ketika dikonfirmasi CNNIndonesia.com hari ini.

Diberitakan Sudanese Media Center, pasukan Indonesia itu ditahan saat hendak pulang setelah menyelesaikan operasi di Sudan. Mereka diduga berupaya menyelundupkan sejumlah senjata dan amunisi yang terdiri dari 29 senapan Kalashnikov, empat buah GM3, dan 61 jenis senjata lain.

Arrmanatha mengatakan, pihak PBB segera melakukan investigasi setelah mendapatkan informasi mengenai penangkapan ini. Tim Polri juga dikabarkan segera bertolak ke Sudan untuk memberikan bantuan hukum dan mencari kejelasan dari permasalahan ini.

Unamid mengerahkan pasukan ke Darfur sejak Desember 2007 silam untuk membantu menghentikan kekerasan yang menargetkan warga sipil di Sudan bagian Barat.

Unamid merupakan salah satu pasukan penjaga perdamaian internasional terbesar. Anggaran tahunan mereka mencapai sekitar US$1,35 miliar. Pada 2012, Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk menurunkan kekuatan komponen militer dan polisi dengan total personel 23 ribu orang.

Credit  CNN Indonesia