Kamis, 10 November 2016

UAV Ai-X1, Momen Penting Dirgantara Indonesia Setelah CN-250

 
UAV Ai-X1, Momen Penting Dirgantara Indonesia Setelah CN-250 Pesawat UAV Ai-X1 mencoba menembus startosfer (Foto: Dok. Menembus Langit)
 
Jakarta, CB -- Misi pesawat Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Ai-X1 yang diinisiasi AeroTerrascan tak sekedar meretas jalan menembus lapisan stratosfer. Lebih dari itu, ini adalah momen sejarah di dunia kerdigantaraan.

Ide menerbangkan pesawat tanpa awak ke stratosfer pertama kali tercetus sepuluh tahun lalu dari CEO AeroTerrascan Dian Rusdiana Hakim. Selama beberapa tahun ide itu terus mengendap di kepala Dian dan akhirnya menjalar ke seluruh personel AeroTerrascan.

Seperti yang dituturkan Azhar Pangesti yang menjabat Direktur Pemasaran di AeroTerrascan, setelah melewati perbincangan internal di AeroTerrascan, angan-angan Dian untuk menerbangkan pesawat nirawak ke stratosfer diperluas menjadi proyek kolaborasi.

Tujuannya sederhana, agar momen bersejarah ketika pesawat berhasil ke stratosfer dapat dirasakan lebih banyak orang.

Dunia kedirgantaraan Indonesia ada momen penting bagi Indonesia yang tak begitu saja untuk dilupakan, yakni peristiwa lepas landas pesawat angkut buatan nasional pertama CN-250 "Gatot Kaca" pada 1995 silam.

Misi yang dinamai Menembus Langit boleh dibilang sebagai momen kedua terbesar dalam riwayat kedirgantaraan dan aeronautika Indonesia. Tercatat sampai sejauh ini, belum ada pesawat tanpa awak ciptaan dalam negeri yang mampu terbang ke lapisan stratosfer.

"Ini yang pertama kali ada di Indonesia. Belum ada sebelumnya pesawat lokal yang terbang melebihi ketinggian pesawat komersial," tutur Thomas Djamaluddin, ketua Lembaga Penerbangan dan Antariksa menanggapi keberhasilan misi Menembus Langit membawa pesawat nirawak ke stratosfer, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.

Proyek Menembus Langit sampai harus melibatkan 95 orang dari 18 organisasi yang berbeda.

Fungsi dan peran dari beragam kelompok yang tergabung dalam misi ini diyakini betul oleh Azhar menjadi faktor penentu kesuksesan.

Meski sesungguhnya agak kecewa tak sampai di target ketinggian 30 km, Azhar yang berperan sebagai direktur program merasa sangat terbantu metode kolaborasi.

"Kenapa misi Menembus Langit harus berkolaborasi? Secara teknis, kita dari AeroTerrascan merasa sanggup, cuma dari segi pencapaian kita rasa kurang afdol, kurang seru. Saya ragu kalau yg terbang hanya dari kita saja, dampaknyaa ga akan sebesar ini. Kita ingin dampaknyanya gede dan kemajuan yang bersama jadi kita berharap sekali dengan kolaborasi," tukas Azhar, ketika ditemui di kantornya, di Bandung.

Azhar menceritakan salah satu peran kolaborasi yang paling penting dari LAPAN. Menurut pria kelahiran Bali tersebut, tanpa bantuan LAPAN, tak akan ada peluncuran pesawat Ai-X1 ke stratosfer.

Setidaknya ada dua bantuan penting dari LAPAN di misi kemarin yaitu peminjaman fasilitas Pamengpeuk, Garut, untuk peluncuran pesawat dan kelancaran memperoleh izin terbang alias Notice to Airmen (NOTAM) selama dua hari.

Selain LAPAN, kelompok Dengan Senang Hati merupakan faktor yang membuat peluncuran pesawat Ai-X1 sangat meriah. Sebab dari kelompok itu, kabar mengenai Menembus Langit dapat tersebar luas ke khalayak umum.

Satu pesan penting yang ingin disampaikan dari kolaborasi di misi Menembus Langit bahwa mereka ingin ditiru oleh sebanyak-banyaknya orang di Indonesia. Sebab bagi Azhar, Indonesia tidak kalah dalam aspek kemampuan teknologi dari negara lain. Hanya saja mereka butuh semacam inisiasi yang mampu merangsang daya kreativitas.

Credit CNN Indonesia


Spesifikasi Pesawat Nirawak Lokal Ai-X1


Spesifikasi Pesawat Nirawak Lokal Ai-X1


Credit  CNN Indonesia


Apa Kabar Pesawat Lokal Penjelajah Stratosfer yang Hilang?


Apa Kabar Pesawat Lokal Penjelajah Stratosfer yang Hilang?  
Tim Menembus Langit pesawat UAV Ai-X1. (Foto: Dok. Istimewa)
 
Bandung, CB -- Keberadaan pesawat Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Ai-X1 yang pada 28 Oktober lalu berusaha menjelajahi langit stratosfer hingga kini masih menjadi teka-teki.

Setelah melepaskan diri dari balon udara, pesawat tidak pulang ke lokasi peluncuran. Padahal Ai-X1 adalah pesawat nirawak yang diprogram untuk mendarat otomatis tepat di titik di mana ia diluncurkan. 

Tim Menembus Langit, terutama AeroTerrascan yang bertanggung jawab atas urusan penerbangan Ai-X1 tampak begitu santai dengan keadaan itu. Menurut Direktur Program Menembus Langit, Azhar Pangesti, pencarian oleh tim di Garut telah dilakukan selama dua hari pertama setelah pesawat diketahui mendarat.


Namun karena faktor cuaca, mereka menyerahkan pencarian kepada personel Lembaga Antariksa dan Penerbangan (LAPAN) di Garut dan warga di sekitar fasilitas penerbangan Pamengpeuk.

"Sudah biasa kok di sana. Nanti juga bakal ketemu sama warga sekitar Pamengpeuk," ucap Azhar disertai tawa terkait pencarian pesawat.

Dari keterangan Azhar, fungsi GPS Ai-X1 yang lepas landas di hari kedua (29/10) mengalami kegagalan sehingga pesawat mendarat di daerah dengan radius sekitar 500 meter dari lokasi pendaratan yang telah diprogramkan. Namun sekali lagi, Azhar dan timnya mengaku tak terlalu risau status pesawat.

Ada beberapa alasan tim Menembus Langit begitu santai menanggapi kegagalan misi mereka. Kepada CNNIndonesia.com, Azhar menceritakan banyak hal mengenai alasan tersebut.


Paling awal, Azhar menilai secara teknis misi mereka membawa pesawat nirawak terbang di lapisan stratosfer sudah tercapai. Sebab rentang lapisan stratosfer di wilayah khatulistiwa berkisar di antara 12-30 km. Sedangkan di hari kedua lepas landas, Ai-X1 berhasil menggapai ketinggian 19 km.

"Sebenarnya sejak uji terbang pada 27 Agustus kemarin kita sudah sampai ke sana ditambah di lepas landas kedua kita juga sudah sampai di 19 km," kata Azhar.

Sebelumnya pada 28 Oktober pesawat tanpa awak ini ditargetkan berkelana di lapisan stratosfer, dilengkapi balon helium yang berguna untuk mengangkatnya ke udara.

Malang, UAV Ai-X1 ini gagal mencicip lapisan stratosfer Bumi lantaran ada gangguan pada sensor GPS yang menempel di tubuh pesawat di ketinggian 10 kilometer dan 19 kilometer pada peluncuran kedua tepat sehari berikutnya.

Pesawat kecil berbobot 2,7 kilogram ini dirancang untuk menggantikan peran satelit dalam melakukan pemetaan, pencitraan, dan pengukuran tanah.

Credit  CNN Indonesia


Cibiran hingga Skeptis untuk Pesawat Tanpa Awak Buatan Lokal


Cibiran hingga Skeptis untuk Pesawat Tanpa Awak Buatan Lokal  
Tim Menembus Langit pesawat UAV Ai-X1. (Foto: Dok. Istimewa)
 
Jakarta, CB -- Saat pertama kali proyek Menembus Langit didengungkan menurut Azhar Pangesti, selaku Direktur Program, tak sedikit reaksi dari orang-orang yang cenderung skeptis. Berdasarkan apa yang ia alami, banyak pihak menilai target 30 km terlalu muluk.

"Orang LAPAN pernah bilang targetnya jangan 30 km dulu tapi yang penting sampai ke stratosfer saja. Kami hanya jawab dicoba saja dulu. Eh, tapi ternyata akhirnya khawatirnya mereka yang benar," kenang Azhar sambil terkekeh.

Di sejumlah media sosial ketika misi ini berlangsung Azhar juga menemui sejumlah nada sinis. Anggapan seperti "baru stratosfer saja kok heboh" bukan hal yang mudah ditelan oleh Azhar. Namun hal itu tak menjadi masalah bagi Menembus Langit. Menurut Azhar, proyek awal ini justru menjadi permulaan dari eksperimen besar yang akan mereka kerjakan selanjutnya.

"Untuk misi berikutnya mungkin masih agak lama ya, tapi mungkin dalam enam bulan sudah ada rancangan misi baru untuk Menembus Langit," imbuhnya kepada CNNIndonesia.com.


Azhar menyatakan ia dan timnya merasa masih berhutang dengan target 30 km. Oleh sebab itu, ada kemungkinan misi selanjutnya akan memasang target yang sama, namun dengan beberapa penyesuaian.

"Kalau misinya 30 km lagi, misinya tidak akan untuk cepat-cepat pulang tapi mungkin ingin terbang lebih jauh atau lebih tinggi lagi atau bawa beban dan lainnya. Kita masih voting bakal seperti apa, tapi yang pasti tidak akan sesederhana dengan misi yang sebelumnya," tutup Azhar.

Perlu diketahui, proyek Menembus Langit sebelumnya pada 28-29 Oktober berhasil memecahkan rekor dalam kategori menerbangkan pesawat nirawak lokal ke stratosfer untuk pertama kalinya dalam sejarah penerbangan Indonesia. Itu artinya Ai-X1 buatan AeroTerrascan ini menjadi pesawat asal Indonesia pertama yang bisa terbang jauh melebihi ketinggian pesawat komersial di langit nusantara.

"Pencapaian seperti ini belum ada sebelumnya. Ini usaha yang pertama untuk mengembangkan teknologi HALE," tukas Ketua LAPAN Thomas Djamaluddin melalui sambungan telepon.


Menurut Thomas, masa depan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) -- nama lain pesawat tanpa awak -- di Indonesia terbuka semakin lebar setelah proyek Menembus Langit. Thomas memperkirakan perkembangan UAV akan melesat mengingat kemampuan yang ditawarkan semakin penting.

Ia menilai UAV akan menjawab kebutuhan Indonesia terutama dalam dua bidang yaitu dalam hal pencitraan dan pengantaran. Sejauh ini di Indonesia, baru fungsi pencitraan yang telah berjalan. Sedangkan pengantaran masih belum bisa dilakukan lantaran belum ada regulasi dari pemerintah yang mengatur fungsi itu.

Namun yang lebih penting dari itu semua bagi Thomas adalah eksperimen kemarin telah mengantarkan mereka untuk memahami spesifikasi pesawat yang lebih lama untuk mengarungi atmosfer Bumi alias HALE (High Altitude Long Endurance). Konsep HALE satu level lebih canggih ketimbang UAV. Dengan adanya pesawat HALE, fungsi pencitraan dan pengantaran akan jauh lebih murah dan efisien.

"Target kita ke depannya memang membuat HALE yang bisa terbang selama seminggu," kata Azhar di hari lepas landas pertama 28 Oktober lalu.




Credit  CNN Indonesia