Jumat, 25 November 2016

Ilmuwan Pentagon 'Ramalkan' Dunia pada Tahun 2045, Seperti Apa?



CB, Washington DC - Tak mudah untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada masa depan. Namun, terkait kemajuan teknologi dan perubahan pola pikir, para peneliti di badan penelitian Departemen Pertahanan Amerika Serikat atau Pentagon bisa 'meramalkan' apa yang akan terjadi pada dunia kelak.
Menurut mereka, dunia akan menjadi tempat yang sama sekali berbeda pada tahun 2045, 29 tahun lagi.
Diluncurkan pada 1958, Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) ada di balik layar sejumlah inovasi paling canggih di dunia militer: mobil tempur terbang, robot perang, hingga prototipe jet yang bisa meluncurkan satelit ke orbit.
Sejumlah temuan DARPA juga menyeberang ke pasar teknologi sipil, yang kini dipakai dalam kehidupan sehari-hari penduduk Bumi, seperti robot canggih, global-positioning systems (GPS), juga internet.
Jadi, apa yang bakal terjadi pada 2045?
Diprediksi, robot dan rekayasa teknologi akan mengubah dunia industri masa depan. Pesawat tanpa awak atau drone akan melanjutkan lompatan mereka -- dari sebelumnya yang masuk kategori perangkat militer jadi kian merajai di pasar teknologi sipil. Sementara, mobil pintar yang bisa mengemudi sendiri (self-driving) akan membuat manusia lebih leluasa melakukan mobilisasi.
Namun, para ilmuwan DARPA punya sejumlah ide yang lebih besar. Dalam serial video yang diproduksi tahun lalu, yang berjudul 'Forward to the Future', tiga ilmuwan memprediksi apa yang mereka bayangkan akan menjadi kenyataan dalam 30 tahun.
Dr. Justin Sanchez, ahli neurologi sekaligus Direktur Biological Technologies Office DARPA yakin, kita akan sampai pada satu titik di mana manusia bisa mengendalikan banyak hal dengan menggunakan pikiran.
"Bayangkan dunia di mana Anda bisa menggunakan pikiran untuk mengendalikan lingkungan sekitar," kata Sanchez seperti dikutip dari situs World Economic Forum, Selasa (22/11/2016).
"Pikirkan ketika Anda mengontrol sejumlah aspek berbeda di rumah hanya menggunakan sinyal otak, atau bisa berkomunikasi dengan rekan dan keluarga hanya menggunakan aktivitas saraf dalam otak Anda."
Menurut Sanchez, DARPA saat ini mengerjakan sejumlah hal terkait neuroteknologi (neurotechnologies) yang memungkinkan hal tersebut terjadi.
Hal itu bukannya tak mungkin. Sudah ada beberapa contoh terobosan futuristik terkait itu -- misalnya teknologi implan otak yang bisa mengendalikan lengan protestik.
Pekan lalu, DARPA mendemonstrasikan teknologi menakjubkan tersebut untuk kali pertamanya -- yang memungkinkan seorang pria yang mengalami kelumpuhan kembali merasakan sensasi sentuhan.
Itu dimungkinkan dengan menanam implan pada otak yang memungkinkan sensasi 'seolah-olah tangannya sendiri yang disentuh'.
 

Pesawat Terbang Tanpa Pilot

Dan, masa depan tak hanya soal teknologi implan otak. Banyak hal menarik lain yang bisa mengubah bangunan dan benda-benda lain di sekitar kita, demikian menurut Stefanie Tompkins, ahli geologi sekaligus Direktur Defense Sciences Office DARPA.
Ia membayangkan, kelak kita akan bisa membangun sesuatu yang luar biasa kuat, tapi juga super-ringan. Bayangkan sebuah gedung pencakar langit yang menggunakan material sekuat baja tapi ringan seperti serat karbon -- itu penjelasan sederhana terkait visi Tompkins, yang lebih mudah dimengerti dibanding soal tingkatan molekuler.
"Dalam 30 tahun, saya membayangkan dunia di mana kita bahkan tak bisa membayangkan material yang ada di sekitar kita," kata dia.
Sementara, Pam Melroy, insinyur kedirgantaraan dan mantan astronot, sekaligus Direktur Tactical Technologies Office berpendapat, pada 2045 hubungan antara manusia dan mesin-mesin di sekitarnya akan sangat berbeda dengan saat ini.

"Menurut saya, kita mulai menyaksikan momentum ketika manusia hanya perlu bicara atau memencet tombol, untuk berinteraksi dengan mesin yang melakukan sesuatu secara lebih cerdas," kata dia.
Misalnya, saat ini, untuk mendaratkan pesawat terbang, ada sejumlah langkah yang harus dilakukan pilot -- dari navigasi, keluar dari mode cruise, menarik throttle ke belakang...mengeluarkan roda pendaratan. Semua langkah itu harus dilakukan dalam urutan yang benar.
Melroy membayangkan, pada masa depan, mendaratkan pesawat akan lebih sederhana -- seperti yang dikatakan para pilot ke awak kabin: "Prepare for landing" -- bersiap untuk mendarat.
"Seorang pilot mungkin cukup untuk mengatakan kalimat itu dan komputer akan tahu dan mengerjakan serangkaian langkah kompleks yang perlu dilakukan untuk menjalankan perintah tersebut," kata dia.
Atau bahkan, dengan adanya kecerdasan buatan (artificial intelligence), keberadaan pilot tak lagi dibutuhkan. Pesawat akan melaju tanpa penerbang yang mengendalikan di kokpit.




Credit  Liputan6.com