Rabu, 30 November 2016

Assad dan Sekutu Ingin Kuasai Aleppo sebelum Trump Dilantik


 
Assad dan Sekutu Ingin Kuasai Aleppo sebelum Trump Dilantik Suriah dan para sekutunya berniat memukul mundur kelompok pemberontak dari seluruh penjuru Aleppo sebelum Donald Trump dilantik pada Januari mendatang. (Reuters/Abdalrhman Ismail)
 
Jakarta, CB -- Suriah dan para sekutunya berniat untuk memukul mundur kelompok pemberontak dari seluruh penjuru Aleppo dan menguasai kota itu sebelum presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, dilantik pada Januari mendatang. Rencana ini terungkap menyusul keberhasilan tentara pemerintah merebut sejumlah daerah di Aleppo timur dari tangan pemberontak pada akhir pekan lalu.

Kelompok pemberontak Suriah kini menghadapi salah satu kekalahan terparah dalam perang sipil yang telah berlangsung selama lima tahun, ketika tentara berhasil merebut sepertiga wilayah di timur Aleppo.

Operasi militer di Aleppo timur merupakan upaya Presiden Bashar al-Assad, yang dibantu dukungan militer Rusia dan Iran serta milisi Libanon, untuk memberangus kelompok pemberontak yang ingin melengserkannya. Ribuan warga sipil dilaporkan terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka untuk menyelamatkan diri, sementara ribuan lainnya masih terjebak dalam kepungan tentara pemerintah.

Pejabat pro-pemerintah, yang menolak untuk diidentifikasi agar dapat memberikan informasi secara bebas kepada Reuters, mengindikasikan bahwa operasi militer selanjutnya akan lebih sulit karena tentara dan para sekutu menargetkan untuk merebut wilayah dengan populasi yang lebih padat.

Sumber itu menyatakan bahwa pada Selasa (29/11) pemberontak berjuang keras menghentikan pasukan pemerintah yang terus melaju ke wilayah yang dikuasai pemberontak dari arah tenggara.

"Rusia ingin menyelesaikan operasi sebelum Trump berkuasa," kata pejabat itu.

Pernyataan itu serupa dengan sumber pro-Damaskus yang diwawancara Reuters sebelumnya. Keduanya menilai langkah ini merupakan antisipasi jika terjadi pergerseran kebijakan AS soal konflik Suriah ketika Trump menggantikan presiden petahana, Barack Obama.

Di bawah pemerintahan Obama, AS mendukung kelompok pemberontak, baik dari segi persenjataan maupun pelatihan, dalam upaya melengserkan Assad. AS menilai perdamaian di Suriah hanya dapat tercipta ketika Assad tidak berada di pemerintahan.

Namun, pemberontak menyatakan bahwa dukungan AS kini memudar terhadap mereka. AS dinilai mengabaikan pemberontak yang terus bertahan menghadapi gempuran tentara pemerintah dari wilayah tenggara.

Pejabat senior pemberontak yang tak dipublikasikan namanya menyatakan bahwa pemerintah AS kini tak lagi memerhatikan mereka. Sementara, Assad dan sekutunya "berupaya memanfaatkan kondisi ini, dan sayangnya negara Barat tidak dapat berbuat apapun," tuturnya.

Sumber Reuters pro-Assad menyebutkan bahwa garis pertahanan pemberontak telah runtuh lebih cepat dari yang diperkirakan.

Kementerian Pertahanan Rusia belum meluncurkan komentar terkait hal ini.

Trump, yang akan dilantik pada 20 Januari 2017, mengindikasikan pergeseran kebijakan AS dengan tidak melanjutkan dukungan terhadap pemberontak Suriah. Konglomerat asal New York itu bahkan menyebut ia bisa saja bekerja sama dengan Assad dan Rusia dalam upaya memberangus ISIS dari Suriah.

PBB melaporkan setidaknya 250 ribu warga yang tinggal di kawasan yang dikuasai pemberontak terjebak dalam kepungan pemerintah. Mereka tidak memiliki akses terhadap dunia luar dan makanan sulit ditemukan, memicu krisis kemanusiaan yang berkepanjangan.





Credit  CNN Indonesia