Kamis, 10 November 2016

Penjelasan Dua Kegagalan Pesawat Lokal Tembus Stratosfer

 
Penjelasan Dua Kegagalan Pesawat Lokal Tembus Stratosfer Ekspedisi Menembus Langit yang menerbangkan pesawat nirawak UAV Ai-X1. (Dok. Menembus Langit)
 
 
Jakarta, CB -- Pesawat UAV Ai-X1 yang digarap oleh AeroTerrascan asal Bandung memang telah melalui dua penerbangan menuju bagian atas stratosfer Bumi. Sayangnya dua misi tersebut gagal capai target. Apa penyebabnya?

Wahana nirawak Ai-X1 sejak awal menargetkan bisa tembus di ketinggian 30 kilometer stratosfer teratas Bumi saat diluncurkan dari Pamengpeuk, Garut pada 28 Oktober lalu.

Setelah alami kegagalan, proyek bernama Menembus Langit ini mencoba kembali keesokan harinya di tempat yang sama. Hanya berhasil mencapai 19 kilometer, Ai-X1 harus kembali mendarat karena ada gangguan teknis.

Azhar Pangesti selaku Program Director Menembus Langit mencoba menjelaskan penyebab utama dari dua kegagalan yang harus diterima timnya.

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, pada misi peluncuran pertama, Ai-X1 harus mendarat lebih cepat saat baru mencapai 10 kilometer.

Kala itu, sistem GPS mengalami kerusakan setelah melewati kumpulan awan hitam. Terkecoh, mesin pesawat pun langsung berubah menjadi fail safe.

Nah, pada misi peluncuran kedua, tim Menembus Langit diakui Azhar telah melakukan modifikasi minor pada GPS.

Sayangnya, di ketinggian 19,376 kilometer, Ai-X1 kembali mengalami gangguan pada sistem GPS yang lebih parah dibanding sebelumnya.

"Di hari kedua terjadi GPS glitch lagi seperti yang [peluncuran] yang pertama, tapi kali ini tidak terkoneksi kembali," terang Azhar saat ditemui CNNIndonesia.com, di Bandung.

Azhar mengibaratkan proses tersebut seperti halnya seseorang yang ingin mengirimkan lokasi via Google Maps namun belum terkunci secara akurat.

Kegagalan sistem GPS yang kedua kali menurut Azhar, justru terjadi setelah mereka memodifikasi GPS pesawat berdasarkan analisis evaluasi glitch atau gangguan di hari pertama.

Program Director Menembus Langit, Azhar Pangesti. (Dok. Istimewa) 
Program Director Menembus Langit, Azhar Pangesti. (Dok. Istimewa)
Dari situ, Azhar dan tim menduga sensor GPS hasil modifikasi itu tidak sanggup dengan kondisi ekstrem di stratosfer dan adanya es yang menempel di antena.

Sekadar diketahui, suhu di lapisan stratosfer Bumi bisa mencapai -5 derajat Celsius.

"Bedanya, di hari pertama itu GPS glitch. Sedangkan hari kedua, GPS-nya no fix atau fail. Hal ini memicu pesawat melepaskan diri dari balon helium," sambungnya.

Pemisahan diri pesawat Ai-X1 dengan balon udara helium yang mengangkutnya ke angkasa pun juga dipercaya Azhar berakar pada dua hal.

"Pertama, icing hasil dari cuaca yang dilewati pesawat atau memang pesawatnya tidak cukup kuat di ketinggian itu," lanjutnya.

Azhar pun menekankan, biang keladi kegagalan mencapai target 30 meter itu hanya berasal dari GPS. Sedangkan seluruh komponen elektronik pada wahana nirawak itu diklaim berjalan dengan baik.


Pesawat yang memiliki lebar satu meter dan panjang 60 sentimeter itu hingga kini masih tidak diketahui lokasinya setelah ia mendarat tanpa balon helium.

Dari hasil gambar yang tersambung terakhir pukul 08.17 WIB, pesawat berhasil mendarat utuh di permukaan tanah dengan perkiraan radius 500 m dari lokasi seharusnya.

Tim Menembus Langit mengaku masih dalam tahap pencarian dan telah meminta bantuan personel LAPAN serta warga setempat untuk mencarinya.


Tak Kapok Pakai Balon Helium

Setelah alami dua kegagalan mencapai target ketinggian yang diinginkan, tim Menembus Langit tetap optimis untuk mewujudkan tujuan semula.

Lantas, jika membayangkan prosedur penerbangan selanjutnya, apakah ada perubahan?

Azhar mengaku, timnya tetap mempercayakan proses penerbangan pesawat nirawaknya pada balon udara helium.

"Kalau misalnya pakai roket, waktunya tidak ada. Lagipula dari segi biaya, keamanan, dan persiapan, balon udara jauh lebih baik untuk misi ini," ungkapnya.

Ia kemudian menyambung, "selebihnya kita agak apes sebab sensor GPS yang kita pakai sebelumnya tak pernah ada masalah sampai hari lepas landas."

Meski puas dengan pencapaian ke stratosfer di ketinggian 19 km, Azhar mengaku masih merasa berutang dengan target ketinggian ideal mereka di 30 kilometer.

Untuk itu, Azhar dan tim Menembus Langit berencana "balas dendam" dengan kembali meluncurkan proyek serupa dengan data yang berhasil terkumpul.

"Yang didapat dari lepas landas kemarin adalah hasil penghitungan hampir sama persis dengan yang di lapangan. Itu sangat penting untuk pengembangan pesawat berikutnya karena kita tahu metode yang benaru untuk merancang pesawat selanjutnya," tutup Azhar.


Credit  CNN Indonesia


Gagal Dua Kali, Begini Kronologi Hilangnya Pesawat Nirawak


Gagal Dua Kali, Begini Kronologi Hilangnya Pesawat Nirawak  
Program Director Menembus Langit Azhar Pangesti (kiri) saat menyaksikan proses peluncuran pesawat nirawak UAV Ai-X1 menuju stratosfer di studio Jakarta, Jumat pagi (28/10).
 
Jakarta, CB -- Pesawat nirawak UAV Ai-X1 yang diluncurkan kedua kalinya menuju stratosfer pada 29 Oktober lalu terpaksa harus gagal mencapai target ketinggian maksimal di 30 meter. Alhasil, pesawat ini pun dinyatakan hilang.

Nama pesawat Ai-X1 belakangan santer terdengar lantaran diproyeksikan bisa menjadi wahana udara tanpa awak produksi lokal pertama yang bisa menikmati stratosfer selama 40 menit untuk mengumpulkan data kondisi atmosfer Bumi, khususnya di wilayah Indonesia.

Pesawat Ai-X1 dikembangkan oleh AeroTerrascan asal Bandung, Jawa Barat ini pertama kali pada 28 Oktober lalu di Pamengpeuk, Garut dan sayangnya harus kembali mendarat lantaran ada gangguan pada sistem GPS setelah menembus awam hitam.

Proyek yang diberi nama Menembus Langit ini tak membuat patah semangat. Mereka mencoba lagi pada 29 Oktober kemarin di tempat yang sama.


Sudah mencapai ketinggian 19 kilometer, Ai-X1 harus alami kegagalan kedua kali karena balon helium yang mengangkatnya ke udara mendadak melepaskan diri dari tubuh pesawat.

Sejak itu, posisi pesawat Ai-X1 ternyata masih belum bisa dipastikan di mana.

Direktur Program Menembus Langit Azhar Pangesti menyatakan bahwa pesawat Ai-X1 sejatinya masih bisa kembali ke 'kandang' namun sistem GPS yang disematkan di tubuhnya tidak berfungsi dengan baik.

"Di hari kedua terjadi kerusakan GPS lagi seperti yang [peluncuran] yang pertama, tapi kali ini tidak terkoneksi kembali. Namun dengan estimasi inersial, pesawat masih bisa pulang ke rumah. Hanya saja memang posisinya tidak akurat," jelas Azhar Pangesti saat ditemui CNNIndonesia.com belum lama ini.

Sementara itu, Direktur Penerbangan Feri Ametia Pratama mengatakan, pihaknya masih dalam upaya pencarian pesawat nirawak mungil itu.

Setelah dikonfirmasi, Azhar mengatakan pihaknya meminta bantuan Lembaga Antariksa dan Penerbangan (LAPAN) di Garut karena sempat terhambat kondisi cuaca.

"Nanti juga akan bertemu dengan warga sekitar Pamengpeuk untuk turut mencari pesawat," imbuh Azhar.


Kronologi di Hari Kedua

Azhar menceritakan kronologi peluncuran pesawat Ai-X1 di hari kedua tersebut kepada CNNIndonesia.com.

Pada pukul 06.20 WIB, Ai-X1 yang telah mendapat sedikit sentuhan modifikasi itu meluncur dari Balai Uji Teknologi dan Pengamatan Antariksa dan Atmosfer milik LAPAN.

Hanya dalam kurun 48 menit, pesawat yang diangkut oleh balon helium itu berhasil mencapai stratosfer di 13 km.

Azhar mengaku, tim komando kala itu sebenarnya nyaris menghentikan penerbangan ketika balon terbang berada di awan hitam. Namun, berkat tiupan arah angin, balon dan pesawat berhasil terlepas dari jeratan awan hitam sehingga terus membumbung lebih tinggi di angkasa.


Pukul 07.30, terjadi gangguan yang dipercaya berasal dari GPS, lalu menyebabkan mekanisme pemisahan pesawat dari balon udara.

Saat pemisahan terjadi, pesawat telah mencapai ketinggian 19,376 meter atau dengan kata lain pencapaian tertinggi yang berhasil digapai oleh program Menembus Langit.

Setelah turun dengan tak menentu, Ai-X1 akhirnya berada di posisi terbang stabil pada ketinggian 14,140 meter. Sayangnya gangguan GPS malah memburuk sehingga pembacaan lokasi oleh pesawat tak lagi akurat.

Alhasil, proses pendaratan Ai-X1 hanya mengandalkan panduan inersial untuk pulang ke titik pendaratan.

Sebagai catatan kecil, panduan inersial adalah semacam sinyal yang dikirimkan oleh titik komando Pamengpeuk kepada pesawat. Kelemahannya, metode ini tak sepenuhnya akurat dan jangkauannya terbatas.

Dari hasil gambar yang tersambung terakhir pukul 08.17, pesawat berhasil mendarat utuh di permukaan tanah dengan perkiraan radius 500 meter dari lokasi seharusnya.

Sayangnya, hingga sepuluh hari sejak pesawat mendarat, tim Menembus Langit yang dibantu kru LAPAN dan warga Pamengpeuk belum menemukan keberadaannya.


Credit  CNN Indonesia