Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan berdasarkan info dari Kementerian Luar Negeri RI, situasi di sana memburuk. "Akan tetapi, kondisi faktual di lapangan masih belum bisa diverifikasi. Kita tahu, undang-undang di sana masih memberikan otoritas yang sangat kuat terhadap militer untuk mengendalikan keamanan, diplomat, dan juga relawan internasional," ujarnya, Senin (21/11) malam. Selain itu pihak junta juga senantiasa menutup akses media. Hal itulah yang membuat publik internasional sulit untuk mendapatkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan.
Sukamta secara langsung berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi tentang informasi ini. Sukamta mengapresiasi positif pihak Kemenlu yang aktif memantau perkembangan situasi di Muslim Rohingya di Rakhine. Sukamta juga akan meminta Menlu secepatnya memanggil Duta Besar Myanmar untuk klarifikasi.
Menurut dia, Dubes Myanmar dan Pemerintah Myanmar harus memahami bahwa situasi Muslim Rohingya menjadi perhatian serius Negara Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim. "Dan mungkin juga perlu memanggil duta besar Bangladesh di Jakarta untuk mendorong pemerintah Bangladesh agar mau menerima dan menampung Muslim Rohingya yang terdampar di perbatasan Banglades,” kata Sekretaris Fraksi PKS DPR ini.
Komisi I DPR berharap agar pemerintah Indonesia dan ASEAN terus bekerja keras menekan rezim pemerintah Myanmar. Tujuannya agar stabilitas dan perdamaian dapat segera terwujud di Rakhine. Terlebih, ASEAN harus bersikap lebih tegas karena pendekatan persuasif dan kompromis terbukti gagal menghentikan pembantaian terhadap Muslim Rohingya.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
DPR Desak Sikap Tegas Indonesia atas Kekerasan Terhadap Rohingya
Rofi menilai hal yang terjadi di Myanmar tidak bisa dilepaskan dari persoalan kawasan ASEAN. Karena sebagaimana diketahui, eksodus besar-besaran pengungsi Rohingya di akhir 2015 menjadi persoalan yang berdampak langsung terhadap negara-negara sekitarnya. "Prinsip-prinsip netralitas ASEAN terhadap urusan dalam negeri anggotanya harus mampu mendesak Myanmar melakukan langkah-langkah pencegahan konflik dan perlakuan kekerasan terhadap etnis Rohingya,” ujarnya, Senin (21/11).
Tahun lalu, Pemerintah Indonesia sudah melakukan langkah-langkah mediasi terkait Rohingya. Ada baiknya, kata Rofi, pemerintah mengingatkan kembali komitmen negara tersebut. Dalam pertemuan itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dengan Menlu Myanmar U Wunna Maung Lwin menghasilkan sejumlah kesepakatan. Kesepakatan tersebut termasuk di antaranya adalah mengenai pengungsi Rohingya. Saat itu, Pemerintah Myanmar sepakat untuk mengambil langkah prevensi terkait etnis Rohingya yang bersifat migrasi yang tidak terjadi secara umum (irregular migration).
Menurut dia, di zaman informasi yang terbuka seperti saat ini, sumber informasi tidak lagi bermakna tunggal dan berjalan linier. "Sensitivitas sebuah negara kawasan terhadap perilaku kekerasan yang menyebabkan korban tentu tidak hanya dengan kebijakan tanpa sikap," kata Rofi.
Sebelumnya, rangkaian bentrokan kembali terjadi antara pasukan militer Myanmar dengan sekelompok Muslim Rohingya di wilayah utara Rakhine pada akhir pekan lalu. Insiden ini menewaskan, setidaknya 28 warga Muslim Rohingya serta dua tentara Myanmar. Berdasarkan laporan surat kabar Myanmar, Global New Light of Myanmar, rangkaian bentrokan kuat ini bermula pada Sabtu (12/11) lalu, ketika militer melakukan operasi pembersihan di Rakhine. Dalam bentrokan tersebut, 19 warga Rohingya tewas terbunuh oleh militer.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
Kemenlu Temui Dubes Myanmar Bahas Rohingya
"Tugas kita meminta klarifikasi mengenai kebenaran informasi-informasi tersebut," ucap Retno di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (21/11).
Retno menegaskan, Indonesia terus mendorong perbaikan situasi di negara bagian Rakhine. Menurutnya, Indonesia sudah banyak melakukan upaya diplomasi untuk meningkatkan situasi keamanan dan kesejahteraan di Rakhine.
Retno menjelaskan, upaya diplomasi itu salah satu bentuknya, yakni menjalin kerja sama dengan Pemerintah Myanmar terkait isu yang berhubungan dengan demokrasi, hak asasi manusia, desentralisasi dan sebagainya.
"Kita sebenarnya hanya share informasi kita pernah menghadapi situasi yang juga sama dengan Myanmar tapi kita bisa kemudian mentransformasikan menjadi sebuah negara yang demokratis," ujar Retno.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga telah melakukan upaya membantu kehidupan etnis Rohingya yang mendiami Rakhine. Pemerintah Indonesia terlibat dalam pembangunan layanan pendidikan dan kesehatan di sana. Menurut Retno, sudah ada empat sekolah Indonesia yang berdiri di negara bagian Rakhine.
"Itu dilaksanakan oleh Indonesia bersama dengan beberapa LSM di sini untuk membantu membangun Rakhine yang inklusif," ujarnya.
Credit REPUBLIKA.CO.ID