Senin, 05 September 2016

ASEAN dan China Akan Adopsi Protokol Komunikasi di LCS

 
ASEAN dan China Akan Adopsi Protokol Komunikasi di LCS 
Ilustrasi kapal coastguard China di Laut China Selatan. (Reuters/Nguyen Minh)
 
Jakarta, CB -- ASEAN dan China akan meresmikan hotline dan mengadopsi protokol komunikasi untuk menghindari potensi konfrontasi antar-kapal angkatan laut di perairan sengketa Laut China Selatan.

Protokol bertajuk Code for Unplanned Encounters at Sea (CUES) ini akan ditandangani oleh para pemimpin negara Asia Tenggara dan China di sela pertemuan ASEAN pekan depan.

Asisten Menteri Luar Negeri Filipina, Helen de la Vega, mengatakan bahwa CUES ini akan menjadi terobosan baru bagi ASEAN dan China.

"Ini merupakan salah satu cara untuk meredakan ketegangan di Laut China Selatan," ujar de la Vega seperti dikutip Reuters, Jumat (2/9).

Menurut seorang komandan senior Angkatan Laut Filipina, mekanisme ini sangat penting karena satu kecelakaan di perairan dapat memicu konfrontasi lebih jauh di kala situasi di Laut China Selatan yang memang sudah tegang.

Sumber ini kemudian menjabarkan salah satu contoh konkret, yaitu ketika ada beberapa kasus di mana kapal China tidak merespons panggilan radio dan sinyal komunikasi ketika berhadapan dengan kapal Angkatan Laut Filipina di Laut China Selatan.

"[Protokol ini] sangat penting karena kecelakaan apa pun yang memicu konfrontasi besar akan dihindari jika angkatan laut dan petugas penjaga pesisir kami dapat berkomunikasi satu sama lain," kata sumber tersebut.

Kemelut ini bermula ketika China mengklaim sekitar 90 persen Laut China Selatan, salah satu jalur perdagangan tersibuk dunia yang diyakini kaya minyak dan gas.

Klaim China di jalur perdagangan yang mencapai US$5 triliun per tahun ini tumpang-tindih dengan Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.

Filipina telah mengajukan gugatan terhadap klaim China tersebut ke Pengadilan Tetap Arbitrase. Meskipun hasilnya dimenangkan oleh Filipina, China tetap menolak keputusan tersebut, bahkan tak mengakui keberadaan pengadilan itu.




Credit  CNN Indonesia