Selasa, 28 Juni 2016

Uni Eropa Mungkin Tak Lagi Pakai Bahasa Inggris Pasca Brexit

 
Uni Eropa Mungkin Tak Lagi Pakai Bahasa Inggris Pasca Brexit  
Ilustrasi Uni Eropa dan Inggris. (Dan Kitwood/Getty Images)
 
Jakarta, CB -- Keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa akan berdampak pada bahasa nasional mereka. Selama ini, Inggris menjadi bahasa pertama di negara-negara Uni Eropa, dan bahasa ke-dua di dunia setelah Amerika.

Namun dengan keluarnya Britania dari Uni Eropa, ada kemungkinan Inggris tidak lagi akan menjadi bahasa resmi gabungan negara-negara Eropa. Itu disampaikan pembuat aturan Uni Eropa pada Senin (27/6), dan diberitakan Reuters.

“Inggris adalah bahasa resmi kami karena ditentukan oleh UK. Jika kami tidak punya UK, tidak ada bahasa Inggris,” kata Danuta Hubner, kepala komite persoalan konstitusional Parlemen Eropa kepada media. Ia menjelaskan konsekuensi hukum apa saja yang terjadi jika Inggris meninggalkan Uni Eropa.

Bahasa Inggris masih mungkin tetap digunakan dalam dunia kerja, lanjutnya, meski itu tidak lagi menjadi bahasa resmi. Untuk tetap menjadikan itu sebagai bahasa resmi, butuh persetujuan dari seluruh anggota Uni Eropa.

Masing-masing anggota sejatinya berhak mengajukan satu idiom Uni Eropa. Inggris memang bahasa resmi di tiga negara anggota Uni Eropa. Tapi hanya Brussels yang memilihnya. Irlandia memilih Gaelic. Malta memilih Maltese.

Sebelumnya, bahasa Perancis lah yang dominan di institusi-institusi Uni Eropa. Itu terjadi sampai sekitar 1990-an, ketika Swedia, Finlandia, dan Austria bergabung. Semakin banyak negara yang lidahnya lebih terbiasa berbicara Inggris sebagai bahasa ke-dua.

Inggris pun menjadi salah satu dari tiga bahasa yang digunakan untuk mendaftar paten. Itu membuat peneliti-peneliti dan perusahaan yang bahasa ibunya adalah bahasa Inggris lebih unggul ketimbang yang berbahasa lain.

Tapi Perancis tidak merasa itu sebagai ‘kekalahan.’ Mereka tetap menganggap bahasanya setara sebagai bahasa yang digunakan di lingkungan kerja, meski penggunanya terus menyusut. Belakangan, hanya pejabat Brussels yang menggunakan bahasa Perancis untuk kesempatan-kesempatan resmi.

Tapi selama ini, dokumen-dokumen resmi Uni Eropa diterjemahkan ke 24 bahasa yang berbeda sesuai masing-masing negara. Jika Inggris meninggalkan Uni Eropa, rakyatnya harus menerjemahkan sendiri dokumen-dokumen resmi.

Aturan bahwa bahasa Inggris sebagai bahasa resmi akan dipertimbangkan kembali lantaran UK hengkang dari Uni Eropa, bisa diubah menurut Hubner. Sebagai alternatif, Uni Eropa bisa membiarkan negara-negara anggotaya untuk punya lebih dari satu bahasa resmi.



Credit  CNN Indonesia